Tokopedia Catat GMV Tertinggi dalam Sebulan, Senilai 18,5 Triliun Rupiah

Tokopedia mencatat rekor total transaksi tertinggi sepanjang bulan Mei di angka US$1,3 miliar atau setara 18,5 triliun Rupiah melalui momentum Ramadan Ekstra di tahun 2019. Hal ini turut meningkatkan nilai GMV (Gross Merchandise Value) per bulan yang kini menembus angka diatas US$1 miliar atau setara 14 miliar Rupiah. Pencapaian ini mengalami peningkatan lebih dari dua kali lipat dari Ramadan tahun lalu.

Selain itu, Tokopedia juga berhasil mencatatkan rekor transaksi harian di tanggal 17 Mei 2019 yang melampaui akumulasi transaksi di 6 tahun pertama mereka berdiri. Transaksi ini terjadi di 97% kecamatan di Indonesia dan melibatkan 5,9 juta penjual dari berbagai penjuru nusantara.

Co-Founder dan CEO Tokopedia William Tanuwijaya mengatakan, “Sebagai perusahaan teknologi Indonesia, Tokopedia memiliki misi untuk mencapai pemerataan ekonomi secara digital. Ramadan Ekstra menjadi momentum validasi dampak pemerataan dan pertumbuhan ekonomi baru di Indonesia lewat sektor digital.”

Tokopedia telah berkembang menjadi super ekosistem yang bukan lagi hanya memfasilitasi transaksi jual beli online, namun juga melakukan banyak digitisasi baik layanan publik maupun donasi. Ada lebih dari 7 miliar Rupiah donasi dan zakat terkumpul selama bulan Ramadan tahun ini.

Selain itu, terdapat inovasi lain seperti Tokopedia Play yang memungkinkan pengguna berinteraksi dengan idola mereka secara real-time. Berbagai inovasi yang diciptakan Tokopedia telah mengundang 2500 kunjungan per detik pada puncak Semarak Ramadan Ekstra 2019.

Disinggung mengenai rencana untuk masuk ke pasar global, William mengaku masih fokus untuk memperkuat posisi di pasar domestik. Salah satu usahanya adalah dengan meluncurkan TokoCabang sebagai gudang mandiri untuk mempermudah merchant dalam menjangkau konsumen lokal. Tokopedia sendiri mememiliki merchant yang 100% berasal dari domestik.

William mengungkapkan bahwa targetnya adalah Tokopedia agar menjadi perusahaan teknologi yang fokus di Indonesia terlebih dulu, yang ikut bergerak menumbuhkan perekonomian Indonesia, sebelum memikirkan ekspansi secara global.

“Untuk bersaing secara ekspor, otomatis harus kuat di domestik. Bagaimana bisa bersaing di pasar global jika tidak bisa jadi tuan rumah di negara sendiri,” tambahnya.

Application Information Will Show Up Here

Startup Pengembang Platform Konten Pemasaran “Feedloop” Dapatkan Pendanaan Awal dari East Ventures

Startup SaaS di bidang pemasaran Feedloop hari ini (19/6) mengumumkan perolehan pendanaan tahap awal (seed funding) dari East Ventures dan beberapa angel investor. Terkait nominal yang diterima tidak diinfokan lebih lanjut. Modal tambahan tersebut akan difokuskan untuk membangun pengalaman konten yang interaktif dan mutakhir, sehingga dapat membantu para perusahaan dalam inisiatif “brand activation”.

Layanan Feedloop menyediakan perangkat untuk para staf pemasaran dalam membuat kampanye pemasaran interaktif, berbentuk survei, kuis, dan cerita yang dapat dibagikan di media sosial atau ditempel di aplikasi dan website.

“Konsumen masa kini menginginkan dialog dua arah dengan brand. Sekadar menampilkan iklan dan mempromosikan produk atau brand tidak lagi efektif. Brand harus berinvestasi dalam membangun konten yang memicu dialog dan memberikan nilai tambah kepada konsumen,” ujar Co-founder & CEO Feedloop Ahmad Rizqi Meydiarso, sebelumnya merupakan Co-founder Kata.ai.

“Feedloop bisa mempercepat sebuah kampanye kreatif hingga diterima masyarakat, sembari mengurangi biaya bila dibandingkan dengan kampanye yang dibuat oleh vendor,” tambah Co-founder & CTO Feedloop Ronaldi Kurniawan. “Karena itu, kami menghilangkan kesulitan para staf pemasaran, dan memungkinkan mereka untuk fokus pada hal yang lebih penting, yaitu proses kreatif. Kami juga memungkinkan mereka untuk terus memperbaiki diri lewat masukan-masukan pengguna yang berasal dari sistem analisis kami.”

Feedloop
Contoh hasil konten survei racikan Feedloop untuk Liga1

Menurut PwC, pertumbuhan pengeluaran digital media di Indonesia merupakan salah satu yang paling cepat di dunia. PQ Media memperkirakan bahwa pengeluaran iklan di tanah air bisa mencapai US$12 miliar. Kendati pengeluaran yang besar, tantangan terbesar pemasar adalah merancang pengalaman pelanggan yang berkesan secara menyeluruh untuk meningkatkan brand engagement, sehingga menghasilkan ROI yang lebih tinggi.

“Kami percaya lebih dari 150 juta konsumen Indonesia sudah terhubung secara online. Dengan demikian, personalisasi akan menjadi strategi utama yang lebih efektif bagi brand dan perusahaan untuk menjangkau pelanggan mereka. Tim Feedloop memiliki pola pikir yang tepat, mereka membawa pendekatan berbasis produk untuk membantu perusahaan berinovasi dalam memberikan pengalaman merek yang terpersonalisasi dalam berbagai situasi,” sambut Partner East Ventures Melisa Irene.

Layanan “Go-Car L” Sudah Bisa Dinikmati di Beberapa Kota

Go-Car salah satu layanan andalan Gojek saat ini memiliki variasi baru, yakni Go-Car L. Sebuah pilihan yang memungkinkan pengguna memesan layanan Go-Car dengan tempat yang lebih luas, yakni berkapasitas hingga 6 orang. Layanan ini bisa menjadi alternatif mereka yang bepergian ramai-ramai maupun mereka yang memiliki bawaan lebih. Sesuai dengan kode namanya “L” atau Large.

Saat ini Go-Car L sudah bisa dinikmati oleh pengguna Gojek yang berada di Surabaya (termasuk Gresik dan Sidoarjo), Manado, Solo, Bali (termasuk Gianyar dan Tabanan), Padang, Bandar Lampung, Pekanbaru, Malang, Bandung, Yogyakarta, Semarang (termasuk Salatiga dan Ungaran), Medan, Makassar, dan Jabodetabek.

Dalam aturan penggunaannya, Go-Car L sama seperti dengan layanan Go-Car. Untuk pembayaran bisa menggunakan Go-Pay atau tunai, begitu pula untuk jarak, sama-sama memiliki maksimal jarak 100 Km.

Layanan Go-Car L selain menghadirkan pilihan tumpangan bagi pengguna juga memberikan kesempatan bagi mitra driver yang memiliki mobil dengan jumlah kursi yang besar. Karena dengan mengaktifkan Go-Car L harga yang didapatkan tentu akan berbeda dengan layanan Go-Car biasa.

Layanan ini secara jelas dihadirkan untuk memenuhi kebutuhan penumpang yang membutuhkan kursi lebih banyak untuk tumpangan ramai-ramai atau hanya sekedar untuk menaruh barang yang berlebih. Selain Gojek yang menawarkan Go-Car L, layanan “kursi yang lebih banyak” juga telah ditawarkan pesaing mereka Grab, melalui GrabCar 6 seater.

Application Information Will Show Up Here

Grab Mulai Uji Coba Denda Pembatalan di Lampung dan Palembang

Grab berencana menerapkan sistem denda untuk penumpang yang membatalkan perjalanan, dimulai dengan melakukan uji coba di Lampung dan Palembang sejak kemarin (17/6) hingga sebulan mendatang. Uji coba ini dimaksudkan untuk melihat parameter apa yang tepat diterapkan sebelum digulirkan ke seluruh Indonesia.

President of Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata menjelaskan, salah satu parameter yang digunakan Grab untuk kedua kota ini adalah denda akan dikenakan apabila pengguna membatalkan pesanan lewat dari lima menit setelah order. Bila kurang dari itu, penumpang tidak akan dikenakan denda.

“Kita mau lihat dulu respons pengguna dari kedua kota tersebut, algoritma yang kita pakai buat melihat fairness-nya karena pengguna kita ada dua, penumpang dan mitra pengemudi. Saya yakin penumpang akan senang kalau pengemudinya senang,” terangnya, kemarin (17/6).

Namun, dia enggan menjelaskan perihal besaran denda yang diberlakukan. Lantaran menurutnya masih dalam tahap uji coba. Menurutnya, pertimbangan untuk menerapkan denda pembatalan ini karena laporan mitra pengemudi yang kerap dibatalkan oleh penumpang.

Pasalnya ada banyak ongkos yang harus mereka keluarkan ketika dibatalkan, belum lagi kemungkinan peluang yang hilang ketika harus menjemput penumpang.

“Sehingga fair sebetulnya untuk berikan semacam treatment ketika ada cancellation dari penumpang. Mitra pengemudi pun sebenarnya kami berikan denda, dalam bentuk lagi, bila mereka cancel order dari penumpang.”

Lampung dan Palembang, sambungnya, menjadi dua kota uji coba karena dinilai bukan kota besar. Grab pun berharap kompleksitas dan dampak dari uji coba di dua kota ini tidak signifikan. Meski, kedua kota ini ramai dikunjungi wisatawan.

Sebelum menerapkan denda pembatalan ini di Indonesia, Grab lebih dahulu membawanya di Singapura dan Malaysia. Di Singapura sudah diberlakukan sejak 11 Maret 2019. Penumpang yang membatalkan setelah lima menit dari waktu pemesanan dikenakan denda SGD4 atau sekitar Rp41 ribu.

Sementara di Malaysia, penumpang dibebankan 3 Ringgit sampai 5 Ringgit (sekitar Rp10 ribu sampai Rp17 ribu) setelah lima menit pemesanan. Aturan ini sudah berlaku sejak 27 Maret 2019.

Sebelum Uber menjual bisnisnya ke Grab untuk operasionalnya di Asia Tenggara, juga ada ketentuan denda pembayaran. Di Indonesia saja, penumpang dibebankan biaya sebesar Rp30 ribu untuk UberX (roda empat) dan Rp10 ribu untuk Uber Motor (roda dua). Biaya tersebut harus dibayarkan pada order berikutnya.

Application Information Will Show Up Here

10 Startup Peserta “Grab Ventures Velocity” Angkatan Kedua

Grab mengumumkan 10 startup terpilih sebagai peserta Grab Ventures Velocity (GVV) angkatan kedua. Program flagship ini memilih dua fokus tema, yakni pemberdayaan petani dan usaha kecil.

Dari 10 startup tersebut, 7 datang dari Indonesia, 2 di antaranya dari Singapura, dan sisanya dari Malaysia. Secara berurutan, mereka adalah Eragano, PergiUmroh, Porter, Sayurbox, Tanihub, Tamasia, Qoala, Treedots, GLife, dan MyCash Online. Diklaim ada 150 startup yang mengajukan, mayoritas datang dari Asia Tenggara tapi ada juga datang dari luar Asia Tenggara.

“Menjadi decacorn pertama di Asia Tenggara merupakan perjalanan yang sangat kami syukuri dan kali ini kami ingin berkontribusi kembali dan membagikan apa yang telah kami pelajari untuk juga berkontribusi pada kemajuan negara,” terang President of Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata, kemarin (17/6).

Pada pengumuman ini, turut dihadiri Menteri Kominfo Rudiantara, Staf Ahli Kemenkeu, serta mitra eksklusif Grab (Ovo, Kudo, Microsoft, dll). Dalam sambutannya, Rudiantara memberikan dukungannya terhadap program ini. Menurutnya, secara bersama-sama dapat membangun Asia Tenggara yang lebih kuat sebagai rumah dan ekosistem bagi banyak startup.

“Melalui program GVV ini saya berharap agar startup Indonesia juga mampu berkompetisi secara global dan mengharumkan nama bangsa,” tambahnya.

Ridzki melanjutkan pemilihan tema ini dilatarbelakangi oleh komitmen keberlanjutan kepada pemerintah Indonesia untuk mengambil peran utama dalam mengembangkan ekosistem agritech, tidak hanya di Indonesia tapi juga di Asia Tenggara. Dua fokus ini secara tidak langsung juga berkaitan dengan fokus perusahaan yang ingin memberdayakan usaha kecil dan menengah.

Mengenai update dari batch pertama, Grab dalam waktu dekat akan segera menghadirkan layanan Sejasa dalam aplikasinya. Sebelumnya, layanan pesenan film dari BookMyShow berbentuk tile dinamai “Tiket” sudah resmi dihadirkan.

“Sejasa tahun ini akan datang ke aplikasi Grab dan bisa segera digunakan untuk jutaan pengguna Grab.”

Pada batch pertama yang digelar akhir tahun lalu, memilih tiga startup dari Indonesia dari lima peserta untuk dibantu scale up. Mereka adalah BookMyShow, Sejasa, dan Minutes. Pihak BookMyShow menyebut pada bulan pertama uji coba berlangsung, bisnisnya tumbuh hingga 70%.

Program GVV batch kedua

Head of Grab Ventures Chris Yeo menjelaskan, batch ini memiliki dua jalur, pemberdayaan petani dan usaha kecil. Keduanya direpresentasikan oleh ada lima startup. Jalur pertama ada GLife, Tanihub, Treedots, Sayurbox, dan Eragano. Jalur kedua ada PergiUmroh, Porter, Tamasia, Qoala, dan MyCash Online.

Bila dihitung keseluruhan, ada 30 ribu petani dan 5500 pengusaha kecil yang sudah terbantu dengan total GMV lebih dari US$110 juta. Prospek ke depannya, masih ada 35 juta petani di Indonesia saja yang bisa berpeluang terbantu oleh teknologi, potensi GMV-nya sekitar US$136 miliar. Lalu ada 46 juta pengusaha kecil di Indonesia yang siap terhubung dengan teknologi.

Pengangkatan tema untuk batch kali ini, juga dilatarbelakangi oleh beberapa pembelajaran yang diambil dari batch pertama. Chris menjelaskan dari pilot project, pihaknya mendapat proof of concept dari para peserta.

Ada data nyata yang berhasil diperlihatkan, semisal dari pencapaian BookMyShow pasca bergabung. Data tersebut dimanfaatkan untuk menggali lebih dalam sinergi yang bisa dilakukan kedua perusahaan agar tetap selaras dengan kebutuhan pengguna Grab.

“Tapi di sisi lain, pada batch pertama tidak ada tema spesifik yang diangkat. Makanya startup yang mendaftar itu dari berbagai sektor. Kali ini mau kita fokuskan agar lebih spesifik dan targeted,” terangnya.

Peserta batch kedua ini akan menguji proyek awal mereka dalam ekosistem Grab, menyesuaikan dengan layanan yang ditawarkan. Ada beberapa channel yang disediakan, melalui aplikasi Grab itu sendiri, basis merchant GrabFood, atau jaringan agen Kudo. Dibandingkan batch sebelumnya, hanya ada integrasi ke aplikasi Grab.

Akan tetapi, Chris mengaku pihaknya belum menetapkan ada berapa banyak startup yang bakal dipilih dan nominal investasi yang disiapkan. Dia hanya memastikan besaran nominal investasi yang disiapkan adalah post-seed stage. Berbeda dengan fokus Grab Ventures yang mengincar pendanaan ke startup mulai dari tahap seri B ke atas.

Seluruh peserta ini akan mengikuti pelatihan selama 16 minggu, diisi berbagai kegiatan dari mentoring hingga kelas bertema khusus. Pada akhir sesi, startup akan pitching di hadapan Grab. Mereka yang berhasil, akan mendapat kesempatan untuk berkolaborasi dengan Grab dalam bentuk pendanaan atau kemitraan strategis.

Seluruh kegiatan program akan berlangsung di kawasan Digital Hub BSD City, sehubungan dengan kemitraan strategis antara perusahaan dengan Sinar Mas Land.

“Program ini banyak membahas soal isu dasar untuk bantu founder saat scale up. Dari situ, kami harapkan mereka bisa memberikan solusi yang lebih berani dan inovatif meski berangkat dari layanan marketplace.”

Chris juga menyebut pihaknya mulai mempersiapkan GVV batch ketiga, namun belum ditentukan tema apa yang akan dipilih. Kemungkinan besar akan digelar menjelang akhir tahun ini.

Bukalapak Buka Peluang Masuk ke Pasar Timur Tengah

Bukalapak baru saja meluncurkan fitur BukaGlobal. Sebuah fitur yang memungkinkan pengguna di luar negeri bertransaksi di platform mereka. Fitur BukaGlobal ini juga membuka peluang bagi Bukalapak untuk penetrasi di pasar-pasar baru. Salah satu target terbarunya adalah muslim yang tinggal di Timur Tengah.

Dikutip dari Nikkei Asian Review, Presiden Bukalapak Fajrin Rasyid menjelaskan ekspansi perusahaan ke Timur Tengah diharapkan bisa dimulai secepatnya. Fokus pertama adalah negara seperti Arab Saudi dan Uni Emirat Arab.

Ia menjelaskan bahwa Bukalapak ingin menyediakan produk yang berbeda, dalam hal ini produk untuk masyarakat muslim untuk menjadi pembeda dari e-commerce dan marketplace lainnya.

Masih dari sumber yang sama, mengutip laporan Thomson Reuters, ekonomi Islam dunia diproyeksikan akan tumbuh mencapai lebih dari $3 triliun pada tahun 2023. Komoditas makanan saat ini menjadi sektor utamanya, diproyeksikan terus berkembang dari $1,3 triliun di tahun 2017 menjadi $1,8 triliun pada tahun 2023, juga dengan sektor pakaian yang diperkirakan tumbuh dari $270 miliar menjadi $361 miliar.

“Kami memiliki banyak busana Islami dan makanan halal,” terang Fajrin.

Lebih jauh Fajrin menjelaskan perusahaan memutuskan untuk bergerak lebih awal untuk mengeksploitasi meningkatnya permintaan global untuk produk-produk muslim dengan membawa barang-barang yang diproduksi oleh UKM Indonesia ke pasar global.

BukaGlobal saat ini akan bekerja seperti “portal” yang akan mampu menghubungkan produsen dalam negeri dengan pembeli di berbagai negara. Hanya saja tantangan terberatnya adalah menjaga tingkat persaingan dengan produk lain mengingat pengiriman internasional akan dikenai prosedur bea cukai dan ongkos yang tidak murah.

Bukalapak akan tetap fokus untuk persaingan di Indonesia

Kendati BukaGlobal memiliki peluang untuk bisa memperluas pasar Bukalapak, namun sebagai salah satu perusahaan teknologi teratas di Indonesia mereka tetap memimpikan terus berjaya di Indonesia.

Ekspansi ke luar negeri mungkin banyak masuk dalam rencana perusahaan digital. Kendati mengusahakan masuk ke pasar-pasar baru Bukalapak akan tetap fokus pada pasar Indonesia, tempat mereka lahir dan tumbuh.

“Kami tidak mengalihkan fokus dari Indonesia,” terang Fajrin.

Application Information Will Show Up Here

Tiket Atraksi dan Hiburan Jadi Tren Industri OTA Selanjutnya Setelah Akomodasi

Pariwisata adalah istilah yang sangat luas, tidak berbicara tentang tiket transportasi atau kamar hotel saja. Ada banyak irisan lainnya yang berkaitan dan tidak kalah menarik untuk diseriusi. Salah satunya adalah tiket akomodasi untuk atraksi, gaya hidup dan hiburan.

Ranah ini menarik karena melihat dari kebiasaan para pelancong setelah memesan tiket perjalanan dan hotel, mereka cenderung baru membuat rencana apa yang akan dilakukan setiba di destinasi. Para pemainnya pun mulai ramai bermunculan, hingga Traveloka dan Tiket membuat sub bisnis ini. Tak mau kalah, Gojek dan Grab yang memulainya terlebih dahulu dengan tiket akomodasi perjalanan dan hotel.

Di Asia Tenggara, isu ini juga cukup menarik dan menjadi salah satu pembahasan yang diangkat di Echelon Asia Summit 2019 di Singapura pada akhir bulan lalu. Mengundang empat pembicara, yaitu Chuan Sheng Soong (Klook), Liu Weichun (KKday), Blanca Menchaca (BeMyGuest), dan Kelvin Lam (YouTrip).

Keseluruhan pembicara ini adalah pemain OTA yang khusus di ranah yang sedang rising star tersebut. Klook dan KKday juga telah hadir di Indonesia.

Faktor eksternal dukung perubahan kebiasaan

Blanca menjelaskan faktor pendukung eksternal yang mendukung seseorang untuk melancong adalah semakin banyaknya pilihan maskapai dengan harga terjangkau dan harga kamar hotel yang bervariasi, dari budget sampai bintang lima. Di samping itu, semakin banyaknya pilihan destinasi lokal juga turut memengaruhi tingkat kunjungan wisatawan.

Belum lagi, saat ini kebanyakan wisatawan berasal dari kalangan milenial yang cenderung spontan dalam segala hal. Termasuk saat merencanakan dan mengambil keputusan pada hari yang sama. Namun sayangnya, sekitar 40%-60% orang akan cenderung offline begitu sampai di destinasi.

Maksudnya, mereka tidak lagi terhubung dengan aplikasi OTA untuk membeli semua kebutuhannya selama di destinasi. Wisatawan akan mengandalkan mesin pencari untuk mendapatkan rekomendasi dan membeli tiketnya secara offline, artinya harus mengantre, bayar tunai, dan sebagainya.

“Di luar sana masih banyak usaha kecil yang pendukung pariwisata yang belum terjamah oleh dunia online. Inilah yang ingin kami perbanyak, semakin banyak yang terhubung dengan online, bisnis kecil mereka akan semakin hidup.”

Chuan menambahkan, setelah kehadiran Klook dan KKday, terjadi perubahan kebiasaan pengguna dari sebelumnya. Pengguna kini cenderung memesan tiket atraksi yang ingin mereka kunjungi, baru memesan tiket akomodasinya. Pergeseran ini dianggap cukup baik, karena sebelumnya tiket atraksi itu ada di komponen paling akhir ketika wisatawan berkunjung ke suatu destinasi.

“Data kami memperlihatkan 50% pengguna Klook memesan tiket atraksi terlebih dahulu baru membeli akomodasinya. Ini sesuatu yang baik.”

Segmen gaya hidup dan hiburan itu istilah yang luas

Blanca melanjutkan, segmen gaya hidup dan hiburan adalah istilah yang luas dan mencakup banyak aspek. Mereka dikategorikan sebagai aset tidak berwujud. Beda halnya dengan platform e-commerce yang menjual barang berwujud seperti tas, ponsel, dan sebagainya.

“Kita menjual pengalaman yang diharapkan konsumen bisa melampaui ekspektasi mereka. Ketika pengalaman mereka jelek, mereka tidak menyalahkan penyuplainya tapi ke platformnya.”

Tiket pesawat dan hotel merupakan hal pertama yang didigitalkan oleh para pemain sebelum ramainya OTA. Seperti diketahui, kedua memiliki perbedaan kelas harga, ada eksekutif dan ekonomi, dengan pelayanan yang berbeda. Beda dengan tiket atraksi, semuanya diperlakukan sama.

Kendati demikian, hal inilah sekaligus menjadi tantangan. Sebab perlakuan untuk tiap tiket atraksi itu berbeda satu sama lainnya ada banyak vertikal yang harus diselesaikan.

Bandingkan ketika Anda ingin memesan tiket wisata ke suatu daerah dengan helikopter, lalu membeli kartu SIM lokal. Pengalamannya tentu berbeda, bukan? Padahal keduanya sama-sama masuk ke dalam segmen gaya hidup dan hiburan.

“Masih banyak pekerjaan yang harus kita lakukan untuk bantu industri perjalanan jadi lebih masif dan seamless dengan bantuan teknologi,” tambah Chuan.

Tantangan dari “super app

Menariknya segmen ini, lantas membuat unicorn semakin tertarik untuk menggelutinya. Lihat saja dari hadirnya fitur booking hotel di aplikasi Grab dan kerja sama antara Gojek dengan Tiket untuk Go-Travel. Keduanya memperkuat diri sebagai super app dengan beragam vertikal layanan di bawahnya.

Traveloka juga sudah mengumumkan sub brand baru “Traveloka Xperience” untuk perkuat dominasinya di ranah OTA. Diklaim Traveloka memiliki 15 ribu dalam 10 sub kategori yang dikurasi sendiri oleh tim.

Melihat tantangan tersebut, Kelvin menjawab bahwa pemain super app itu hanyalah sebagai tambahan jalur penjualan. Dengan basis pengguna yang begitu luas, penjualan tentunya akan semakin terdorong ketika masuk ke dalam ekosistem super app. Dari sisi konsumen pun mereka akan dimudahkan karena tidak perlu mengunduh aplikasi lain.

Akan tetapi hal ini jadi kelemahan, super app itu seperti pasar tanpa memiliki kekuatan yang paling menonjol. Sementara, para pemain seperti Klook dan KKday memiliki tim yang secara khusus memikirkan bagaimana UI/UX yang sesuai dengan para pengguna. Bagaimana penyampaian informasi dan ulasan yang lengkap untuk memberikan gambaran yang secara menyeluruh sebelum pengguna membelinya.

“Ketika kamu ingin beli tiket Universal Studio, kamu memang bisa belinya lewat super app. Tapi ketika kamu ingin menyusun seluruh rencana trip kamu, apakah mau membelinya di sana juga? Rasanya tidak. Kami pasti butuh banyak referensi dari berbagai situs untuk cari tahu apa yang paling tepat,” pungkas Kelvin.

Menilik Potensi Portal Properti Agar Tidak Sekadar Jadi Marketplace Biasa

Hampir semua vertikal industri kini mulai terdisrupsi oleh teknologi, termasuk properti. Bisnis ini umumnya dikuasai oleh pemain veteran, sehingga seluruh metodenya masih dilakukan secara tradisional, termasuk dalam proses penjualan dan sewa unit.

Kehadiran startup berbasis teknologi menjadi jawaban untuk proses menyeluruh yang lebih efisien. Alhasil, berbagai solusi ditawarkan dengan payung dasar sebagai portal marketplace. Intinya bagaimana memudahkan orang-orang yang ingin menjual, menyewa, bisa dipertemukan dengan target konsumen.

Di Indonesia, berbagai portal properti dari asing bermunculan. Ada 99.co (akuisisi Urbanindo), Rumah.com (bagian dari PropertyGuru Group), Lamudi, Rumah123 (bagian dari REA Group), dan OLX. Pemain lokal juga ada, seperti Rumahku.com dan BTN Properti.

Model bisnisnya kurang lebih seragam, menjembatani bertemunya penjual dengan calon pembeli. Bentuknya kebanyakan iklan baris dengan model berlangganan. Kekurangannya, mayoritas portal ini hanya bisa diposting oleh agen properti saja.

Melihat ke Singapura, negara maju tersebut memiliki beragam pemain startup properti dengan model bisnis yang menarik. Salah satunya Ohmyhome. Dia menawarkan pendekatan platform D-I-Y untuk menjual dan membeli rumah. Semuanya dapat dilakukan secara mandiri, tanpa agen.

Ohmyhome belum hadir di Indonesia. Tapi sudah mulai merambah ke Malaysia dan Thailand sejak awal tahun ini untuk perluasan bisnis.

Untuk melihat lebih dalam bagaimana Ohmyhome menawarkan solusi yang mendisrupsi industri properti, Echelon Asia Summit 2019 mengundang Co-Founder Ohmyhome Race Wong untuk berbagi banyak mengenai perusahaannya yang barumur tiga tahun tersebut.

Tawarkan solusi yang terlokalisasi

Model bisnis yang ditawarkan Ohmyhome cukup berbeda dengan yang ditawarkan pemain startup properti lainnya di Singapura / Ohmyhome
Model bisnis yang ditawarkan Ohmyhome cukup berbeda dengan yang ditawarkan pemain startup properti lainnya di Singapura / Ohmyhome

Race menjelaskan, Ohmyhome hadir untuk menyelesaikan isu komisi yang terlalu tinggi untuk agen. Ditambah lagi, untuk memiliki rumah prosesnya panjang dan melelahkan, bisa sampai 10 tahap. Mulai dari negosiasi harga, perjanjian kredit, sampai pertemuan 1-on-1.

Di sana, 90% masyarakat tinggal di perumahan Housing and Development Board (HDB). Perumahan milik negara yang berkepadatan tinggi karena berbentuk apartemen dan harganya murah.

Ohmyhome memotong jalur agen sehingga proses bisa jauh lebih cepat. Kendati, perusahaan tetap memiliki agen yang direkrut secara khusus untuk membantu setiap keluhan pembeli.

“Kami bukan marketplace, tidak menjual saran apapun, tidak menyediakan iklan baris, melainkan lebih fokus ke solusi end to end. Tidak peduli bagaimana kamu mau membeli properti, apabila ada yang menghubungi kamu lewat Ohmyhome dapat langsung kamu selesaikan sendiri transaksinya dan tidak dipungut biaya,” terang Race.

Dia melanjutkan, apabila pembeli butuh bantuan teknis di lapangan yang selama ini ditangani oleh agen, bisa dibantu lewat tim Ohmyhome. Komisinya tetap tergantung layanan yang diambil. Apabila transaksi jual beli, mulai dari SGD2.888 untuk layanan penuh, SGD1.688 untuk meet-up dan dokumentasi. Untuk sewa, biayanya mulai dari SGD988 untuk layanan penuh, $98 untuk layanan lite.

“Model seperti ini cukup baru di Singapura. Jadi kami tidak punya kompetitor langsung karena model bisnisnya berbeda. Kami charge dengan harga tetap karena kami ingin semua orang punya kesempatan yang sama di setiap layanan yang mereka butuhkan.”

Ketika ekspansi ke Malaysia, model bisnis yang dilatarbelakangi oleh HDB ini tidak bisa diterapkan sama sekali oleh Ohmyhome. Mereka menerapkan sistem komisi dengan persentase untuk transaksinya karena di Negeri Jiran tersebut, isunya mengenai kepercayaan bukan harga.

Makanya, perusahaan bekerja sama dengan pengembang untuk menemukan calon pembelinya. Sebab pengembang tidak percaya dengan agen dan pembeli tidak percaya agen. Banyak kasus penipuan, unit rumah yang dibeli pembeli lewat agen ternyata ditempati oleh imigran ilegal dan sebagainya. Agen properti di sana konsepnya freelance, rentan dengan risiko penipuan.

Tetap memiliki agen properti

Kendati seluruh back-end sistem Ohmyhome sudah berbasis teknologi, namun perusahaan tetap memerlukan sentuhan manusia dengan menghadirkan agen properti. Mereka secara khusus direkrut, tidak secara freelance, untuk melayani kebutuhan para pembeli.

Agen memiliki peranan yang penting untuk bantu orang dalam mengambil keputusan besar dan menjadi elemen yang tidak bisa dipisahkan. Pasalnya, membeli rumah bukanlah keputusan yang umum dilakukan setahun sekali. Makanya, peran agen tidak bisa dihilangkan.

“Namun apabila kamu ingin jual rumah ke orang yang sudah dikenal, apakah masih butuh peran agen? Tentunya tidak. Paling agen itu hanya dibutuhkan untuk proses dokumentasinya.”

Race menyebut perusahaan telah memfasilitasi 2.00 unit rumah senilai lebih dari SGD1 miliar. Bila dibandingkan, ada lebih dari 1000 perusahaan agen properti di Singapura. 10 perusahaan teratas, memiliki sekitar 300 sampai 600 agen di tiap perusahaan.

Namun melihat dari jumlah transaksi, Ohmyhome berada di posisi kelima, tapi hanya memiliki 20 agen saja. Padahal, untuk menjual 2500 unit butuh ratusan agen bila dilakukan secara tradisional.

“Kami percaya bisa lebih efisien lagi dengan terus menyempurnakan proses automasi di dalam sistem. Sebab selama ini industri perumahan ini masih tradisional dan manual, butuh proses tatap muka untuk bangun relasi.”

Diklaim secara rerata proses transaksi di Ohmyhome butuh waktu sebulan, ada yang tercepat hanya sehari. Di industri proses beli rumah itu butuh waktu sampai tiga bulan.

Melihat konsep bisnis yang ditawarkan Ohmyhome ini tentunya sangat menarik bagaimana solusi yang ditawarkan sesuai dengan apa yang terjadi di negara tersebut. Semoga di Indonesia, para pemain startup properti bisa lebih inovatif dalam menghadirkan solusinya agar tidak sekadar portal marketplace saja.

Mengejar Pajak Perusahaan OTT

Pajak perusahaan OTT seperti Google, Facebook, hingga Amazon sudah menjadi perbincangan di banyak negara termasuk Indonesia beberapa waktu lalu. Potensi pajak dari mereka diharapkan bisa memberikan sumbangsih pendapatan negara. Kini perpajakan untuk perusahaan-perusahaan tersebut menemui titik terang. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan bahwa dalam pertemuan G20 pekan kemarin para negara anggota sepakat untuk menyusun kerangka kerja baru.

Sri Mulayani menjelaskan ada dua setidaknya hal yang disepakati, pertama soal base erosion and profit shiftting (BEPS) atau kecenderungan perusahaan mencari tempat dengan tingkat pajak rendah dan juga mengenai digital ekonomi. Inggris dan Perancis merupakan dua negara yang menjadi contoh telah berhasil mengenakan pajak terhadap perusahaan teknologi.

“Terutama Inggris dan Perancis yang melakukan unilateral untuk meng-impose pajak digital ekonomi. Dia bahkan melakukannya bukan hanya untuk digital ekonomi dari sisi VAT, karena yang paling mudah, tapi juga dari sisi income tax PPh di mana mereka juga menggunakan pendekatan economic presence-nya lebih dijadikan sumber pajaknya. Jadi bukan tempat tinggalnya jadi dia bisa saja tetap di Irlandia yang tarif pajaknya sangat rendah, tapi kalau aktivitasnya lebih banyak di Inggris maka pajaknya tetap di Inggris. Itu yang dilakukan Inggris dan Perancis,” jelas Sri Mulyani.

Saat ini Indonesia kurang lebih memiliki 260 juta populasi dengan 100 juta pengguna internet, namun realisasi penerimaan perpajakan belum tercermin dari sana. Tantangannya adalah tidak ada kehadiran secara fisik perusahaan di Indonesia. Oleh karena itu redefinisi dari Bentuk Usaha Tetap menjadi prioritas.

“Kegiatan digital itu bisnis modelnya berbeda dengan non digital karena mereka tidak harus memiliki BUT (Bentuk Usaha Tetap) atau permanent establishment di suatu negara atau yurisdiction sehingga beroperasi di lintas negara,” terang Menkeu seperti dikutip dari Liputan6.

Ia lebih jauh menambahkan, “Jadi itu yang membuat kesulitan karena basis pajak adalah kehadiran perusahaan secara fisik. Tapi perusahaan digital bisa lakukan tanpa buat cabang atau permanent establisment. Jadi ini tidak hanya di Indonesia saja. Sehingga kehadiran secara fisik tidak bisa lagi dijadikan acuan.”

Dikutip dari Kontan, Pengamat Perpajakan DDTC Bawono Kristiaji menyampaikan bahwa upaya memberlakukan pajak untuk perusahaan OTT seperti Google, Amazon, Facebook, dan Apple bila direalisasikan maka akan sangat menguntungkan Indonesia.

Menurutnya saat ini ada dua hal utama yang menghindarkan perusahaan OTT tersebut terhindar dari pajak, pertama soal BUT dan yang kedua soal pengalokasian laba. Jadi meskipun sudah menjadi BUT laba yang bisa dipajaki di suatu yuridiksi seharusnya merefleksikan kontributi entitas negara tersebut terhadap pembentukan nilai dalam group multinasional.

“Sayangnya sistem pajak internasional yang saat ini berlaku tidak mengatur kedua hal tersebut yaitu status BUT belum berdasarkan significant economic presence dan alokasi laba yang belum merefleksikan pembentukan nilai secara fair,” imbuh Bawono.

Pengejaran pajak digital untuk perusahaan OTT memang menguntungkan dengan negara dengan konsumen besar seperti Indonesia. Namun dengan kompleksitas ekonomi digital tantangan lainnya yang dihadapi pemerintah dalam mengejar pajak perusahaan OTT adalah formulasi kebijakan, khususnya pada perhitungan kuantitatif terkait significant persence dan mendefinisikan low or no tax jurisdictions. Termasuk formula dan dasar perhitungannya.

Alamat.com Telah Bantu 35 Ribu Pemilik Bisnis Offline Adopsi Teknologi

Setelah resmi diperkenalkan bulan April 2019 lalu, platform online yang membantu para konsumen menemukan toko-toko jasa dan gaya hidup yaitu Alamat.com, mengklaim telah membantu sekitar 35 ribu pemilik bisnis offline mengadopsi teknologi online.

Startup yang didirikan oleh Daniel Cahyadi dan Michael Dihardja ini tidak hanya sekadar menampilkan direktori bisnis saja. Versi terkini aplikasi juga mengakomodasi berbagai macam informasi yang aktual mengenai tempat ibadah, ATM, kantor pelayanan umum, taman publik, dan lainnya. Konsep serupa sebenarnya juga ditawarkan oleh Google My Business.

“Sebagai sebuah perusahaan, kami memiliki misi untuk membantu pertumbuhan bisnis UKM yang bergerak di sektor jasa dan gaya hidup agar dapat memberikan pelayanan terbaik bagi para konsumen, melalui kecanggihan teknologi,” kata CEO Alamat.com Daniel Cahyadi.

Platform tersebut juga memberikan pelayanan terpadu untuk semua kebutuhan promosi digital bagi UKM. Yakni dengan memungkinkan pemilik bisnis untuk mengatur tampilan online, mempublikasikan penawaran online, dan melihat performa bisnis online dalam menjangkau target pasar bisnis mereka.

Bagi pelaku bisnis yang tidak memiliki konten promosi berupa gambar atau video yang menarik, Alamat.com juga memberikan pelayanan profesional pembuatan konten. Dengan platform yang ditawarkan, bisa membantu pemilik bisnis meningkatkan usaha mereka, bukan hanya sebagai mitra, tapi juga bisa mempermudah bisnis offline mengadopsi teknologi.

“Saat ini, lebih dari 3000 pengguna mengandalkan Alamat.com untuk mencari rekomendasi tempat untuk dikunjungi tiap harinya,” kata CTO Alamat.com Michael Dihardja.

Penggunaan aplikasi

Aplikasi Alamat.com sudah bisa diunduh untuk ponsel Android, bisa juga diakses melalui mobile web. Pengguna akan dibantu dalam membuat keputusan terbaik sebelum mengunjungi sebuah layanan gaya hidup melalui informasi yang lengkap, seperti fasilitas yang tersedia, alternatif pembayaran online seperti kartu kredit, GO-PAY, dan layanan e-wallet lainnya, rating & review yang selalu ditinjau, serta promosi yang sedang berlangsung.

Bagi bisnis, Alamat.com didesain untuk meningkatkan visibilitas agar dapat ditemukan konsumen, sekaligus membantu pemilik bisnis gaya hidup dalam mengelola iklan digital melalui berbagai media.

“Singkatnya, kami akan menjadi partner yang tepat untuk toko-toko offline agar mereka bisa go digital dengan mudah, serta menjangkau konsumen yang tepat,” kata Daniel.

Ke depan, untuk merangkul lebih banyak konsumen baru, Alamat.com akan mengembangkan program reward dan point.

Bermitra dengan Gojek

Beberapa waktu yang lalu Alamat.com menggandeng Gojek menghadirkan Go-Ngaso, posko yang menyediakan layanan terpadu dan informasi lengkap untuk melancarkan perjalanan mudik lebaran.

Bentuk kolaborasinya dengan menyediakan platform direktori real time yang bisa digunakan para pemudik untuk menemukan rangkaian informasi terkait rest area dan fasilitas yang bisa dinikmati selama perjalanan. Daniel mengungkapkan bakal ada rencana integrasi selanjutnya bersama Gojek.

“Alamat.com diciptakan untuk memajukan Indonesia lewat aktivitas pemasaran digital dengan pendekatan hyperlocal, sehingga visibilitas bisnis offline Anda akan lebih tinggi di mata pengunjung sekitarnya,” tutup Daniel.

Application Information Will Show Up Here