Gonjang Ganjing Startup “Social Commerce” Chilibeli

Startup social commerce Chilibeli saat ini sedang menutup operasional secara sementara, setidaknya sampai akhir bulan ini. Alasan yang disampaikan ke publik adalah pemindahan server dan deep cleaning resource. Para pegawainya sudah mulai dirumahkan dengan janji gaji bulan ini masih bakal cair.

Disebutkan manajemen menyampaikan ke para pegawai bahwa mereka sudah berusaha maksimal untuk menyelamatkan perusahaan. Menurut sumber terpercaya, Chilibeli masih kesulitan mendapatkan pendanaan Seri B yang digalang sejak tahun lalu.

Perusahaan dikabarkan sudah menjajaki potensi menjual bisnis. Ada dua startup unicorn yang sempat menjajaki potensi akuisisi, namun kini muncul kandidat kuat WeBuy, startup sejenis asal Singapura, sebagai pihak yang dikabarkan bakal mengambil alih bisnis Chilibeli.

WeBuy sudah beroperasi di Indonesia sejak September 2021. Perusahaan ini merupakan portofolio MDI Ventures, Wavemaker, KB Financial Group, dan Rocket Internet.

Kami belum mendapatkan jawaban dari manajemen Chilibeli dan investornya terkait hal ini.

Chilibeli didirikan oleh Alex Feng, Damon Yue, dan Matt Li di tahun 2019. Mereka mengumumkan perolehan pendanaan Seri A sebesar $10 juta pada Maret 2020. Putaran tersebut dipimpin Lightspeed Ventures, Golden Gate Ventures, Sequoia Surge, Kinesys Group, dan Alto Partners.

Perusahaan mengandalkan konsep bisnis C2M (customer to manufacturer) dalam menjembatani produk segar dari petani ke konsumen akhir dalam jumlah komunitas. Konsep tersebut hadir untuk mendorong efisiensi logistik dan memastikan kesegaran produk hingga di tangan konsumen.

Chilibeli mengikuti program akselerasi Surge batch kedua.

Application Information Will Show Up Here

Radius Ambil Pendekatan “Quick Commerce” untuk Pasar di Luar Jakarta

Quick commerce merupakan era berikutnya dari industri e-commerce yang tengah ramai di Indonesia. Sudah ada beberapa startup yang menyeriusi segmen ini, tapi kebanyakan menyasar kota Jakarta sebagai titik uji cobanya. Radius mencoba ambil perspektif lain dengan menyasar kota besar non-Jakarta agar terjadi pemerataan solusi digital di seluruh wilayah.

Startup ini didirikan oleh tiga kawan lama, ialah Ivan Darmawan, Stephanie Wongsoredjo, dan Chryssia Natalia. Ketiganya memiliki latar belakang yang berkaitan dengan industri e-commerce. Ivan misalnya, punya pendalaman yang kuat di industri FMCG menangani distribusi pergudangan dan hal berkaitannya lainnya, serta pernah menjadi staf senior di Traveloka dan Grab.

Adapun Stephanie, memiliki pengalaman yang mendalam di bidang operasional dan ekspansi bisnis saat menjalani bisnis keluarganya di industri hiburan ritel. Sementara, Chryssia menjabat sebagai CTO berkat pengalamannya pernah bekerja di perusahaan IT global sebagai programmer. Kini ia spesifik mengatur seluruh aspek teknologi di Radius untuk digitalisasi gudang.

Dalam wawancara bersama DailySocial.id, Ivan menjelaskan kebutuhan belanja sehari-hari tetap dibutuhkan kendati terjadi pandemi yang sudah berlangsung lebih dari dua tahun ini. Namun kebutuhan tersebut baru dapat dipenuhi dengan keluar dari rumah, yang mana penuh risiko tertular Covid-19.

“Setelah kami cari tahu kenapa tetap memilih keluar rumah, ternyata mereka menjawab bahwa belanja groceries di Indonesia itu belum convenient. Kalau pakai aplikasi, ongkos kirimnya bisa Rp30 ribu untuk sekali pemesanan dan belum lagi barangnya sampai dalam beberapa jam. Kami lihat ada celah quick commerce bisa masuk,” terangnya.

Dalam konsep quick commerce, sambungnya, Radius sepenuhnya mengandalkan pemesanan secara online via aplikasi. Tidak memiliki kehadiran offline seperti kebanyakan toko belanja pada umumnya, melainkan memanfaatkan kehadiran dark store atau lebih dikenal dengan gudang berukuran kecil yang dapat menampung seluruh produk yang dijual.

Dark store ini terletak di lokasi yang strategis dan penataan yang tepat sehingga seluruh ruang dapat dimaksimalkan dengan baik. Seluruh efisiensi yang dihasilkan ini, menurut Ivan, memberikan kesempatan bagi perusahaan dalam memaksimalkan layanan untuk konsumen.

Dengan perhitungan dan estimasi yang matang berdasarkan densitas dan aspek lainnya, tiap dark store mampu melayani pengiriman berjarak antara 7-10 km dengan durasi 15 menit. Pengiriman dilakukan oleh kurir internal Radius.

Menariknya, Radius memperkenalkan diri sebagai quick commerce yang menjual produk kering (dry goods) dari merek sehari-hari yang biasa digunakan orang Indonesia. Stephanie menambahkan, berdasarkan hasil riset perusahaan, ditemukan bahwa dry foods itu punya persentase basi (spoiled food) sebesar 0,1% daripada produk segar dengan persentase 30%.

Pasalnya, produk segar membutuhkan gudang pendingin yang tentunya lebih menantang dalam penyimpanannya agar tetap segar. Menurut Ivan, strategi tersebut sekaligus meruncingkan target pengguna Radius, yakni mass market yang mencari kebutuhan belanja mingguan hingga bulanan, tidak darurat saja seperti yang menjadi persepsi awal masyarakat terhadap solusi quick commerce.

Saat ini Radius menjual produk kebutuhan sehari-hari, mulai dari kebutuhan pokok, makanan instan, makanan ringan, rumah tangga, kosmetik dan perawatan diri, susu dan olahan, minuman, dan kebutuhan anak.

Fokus ekspansi ke luar kota Jakarta

Diferensiasi lainnya yang membuat Radius lebih menonjol dibanding pemain sejenisnya adalah bermain ke kota besar lapis dua di luar Jakarta. Ivan menjelaskan, di kota besar semisal Semarang, Solo, atau Medan, sebenarnya sudah siap menerima solusi quick commerce hanya saja belum ada pemain yang hadir menyediakan.

Alhasil, mereka harus tetap belanja ke toko offline untuk memenuhi kebutuhan mingguan dan bulanannya. Pun untuk edukasi pasar di non Jakarta, Ivan mengaku tidak ada tantangan khusus mengingat mayoritas penduduk kota besar ini sudah mengenal aplikasi e-commerce untuk belanja online.

“Di sana demand-nya luar biasa besar, tapi supply-nya susah. Jadi sangat relevan bagi kami untuk hadir di luar Jakarta. Sebab kami mau ada pemerataan solusi digital di Indonesia, sebab Indonesia itu enggak hanya Jakarta saja.”

Terhitung saat ini perusahaan memiliki tiga dark store yang terletak di Tangerang, Semarang, dan Solo. Perusahaan akan gencar masuk ke kota-kota besar lapis dua di seluruh Indonesia pada tahun ini dengan target pembukaan satu hingga tiga dark store tiap minggunya. Bila dikalkulasi, setidaknya Radius bakal memiliki ratusan dark store sampai akhir 2022.

Ekspansi Radius yang agresif ini, turut didukung dengan strategi perusahaan yang menyederhanakan proses ekspansi. Diklaim satu dark store dapat beroperasi dalam waktu dua hari. Hal tersebut dapat dicapai karena didukung oleh tim yang sudah dilatih, teknologi digital, dan metode pengambilan produk langsung dari para rekanan prinsipal.

Tak hanya itu, perusahaan juga berencana untuk terus menambah kategori produk agar para pengguna memiliki banyak pilihan saat berbelanja. Seluruh rencana tersebut nantinya akan didukung dengan pendanaan yang disebutkan sedang digalang oleh perusahaan. Radius mendapat pendanaan sebesar $500 ribu dari Y Combinator, pasca terpilih dalam batch Winter 2022 yang sudah berlangsung hingga Maret mendatang.

Industri quick commerce

India menjadi contoh terdekat untuk implementasi quick commerce. Menurut laporan “Quick Commerce: A $5 billion market by 2025” yang diluncurkan RedSeer mengungkapkan, penetrasi pasar quick commerce diperkirakan mencapai $0,3 miliar di 2021 dan akan tumbuh 10x-15x hingga lima tahun mendatang menjadi $5 miliar.

Dalam laporan tersebut, quick commerce didefinisikan sebagai pengiriman barang habis pakai dalam rentang waktu 45 menit dengan biaya pengiriman normal. Faktor penggeraknya tak lain karena meningkatnya adopsi antara pelanggan yang mencari kenyamanan dengan perilaku pemesan yang tidak terencana; meningkatnya afinitas pelanggan online dengan Gen-Z; dan perubahan perilaku konsumen yang dipicu Covid-19.

Mengutip dari sumber lain, quick commerce menjadi generasi ketiga dari industri e-commerce yang terus berevolusi. Kehadirannya berdampak penuh pada industri logistik karena menawarkan pengiriman yang cepat, pengiriman terlokalisasi, mengoptimalkan pengiriman last-mile, gudang yang lebih kecil, pengemasan cepat, dan stok real time.

E-commerce Quick commerce
Waktu pengiriman Hari Menit/jam
Ketersediaan stok Berbagai macam produk Pilihan produk yang sedikit
Transportasi Kendaraan roda empat Kendaraan roda dua
Tipe gudang Gudang terpusat Toko fisik atau gudang lokal kecil

Di Indonesia, pemain quick commerce mulai ramai bermunculan, di antaranya, Astro, Bananas, dan Dropezy. Di luar itu, solusi sejenis menjadi pertimbangan berbagai perusahaan e-commerce, termasuk online grocery yang menawarkan pengiriman dapat sampai dalam hitungan 1-2 jam dari tadinya harus pre-order satu hari sebelumnya.

Application Information Will Show Up Here

Zenius Mengonfirmasi Akuisisinya Terhadap Primagama

Startup edtech Zenius akhirnya resmi mengonfirmasi akuisisi penyedia layanan bimbingan belajar (bimbel) Primagama melalui penandatanganan perjanjian pada awal 2022. Melalui aksi korporasi ini, Zenius akan mengintegrasikan Primagama ke dalam platformnya agar dapat menghadirkan model pembelajaran baru berbasis online dan offline (hybrid).

Dalam wawancara eksklusif kepada DailySocial.id, CEO Zenius Rohan Monga mengatakan keputusannya mengakuisisi Primagama didasari oleh permintaan para orang tua terhadap layanan bimbel offline setelah anaknya menggunakan layanan belajar livestreaming. Sejalan dengan meningkatnya kualitas layanan livestreaming dan pengalaman siswa, para orang tua justru menginginkan Zenius dapat memiliki kurikulum sendiri.

“Karena ada permintaan dari segmen pengguna layanan livestreaming terhadap solusi/produk offline, kami merasa ada gap di learning platform. Jika kami bisa bangun sistem pembelajaran hybrid, cara ini dapat menjadi pendekatan belajar yang komprehensif, terutama bagi mereka yang ingin belajar secara offline dan online. Ini salah alasan utama karena ada permintaan pasar atau customer-led decision untuk mengakuisisi Primagama,” tuturnya.

Bahkan selama masa pandemi Covid-19, ia mencatat pertumbuhan bisnis sekitar 20% dari total basis penggunanya menggunakan layanan livestreaming ini. Kemudian, layanan ini disebut berkontribusi sebesar 50% ke pendapatan Zenius.

Di samping itu, Zenius mengamati bagaimana pandemi berdampak signifikan terhadap bisnis lembaga bimbel di Indonesia akibat pemberlakuan belajar di rumah, terutama di 2020. Karena situasi ini, valuasi perusahaan bimbel menjadi lebih ‘affordable’. Kendati begitu, Rohan mengamati industri bimbel di Indonesia mulai bangkit kembali di 2021. Ia menilai ini menjadi waktu yang tepat untuk mengintegrasikan Primagama ke platform Zenius.

“Kami melihat offline learning mulai shifting ke hybrid learning meskipun pandemi belum usai. Kami meyakini fase selanjutnya di industri edtech setelah afterschool learning segment akan didorong oleh hybrid learning. Ini menjadi fokus kami di tahun selanjutnya di mana kami akan deliver pengalaman belajar hybrid dengan mengintegrasikan jaringan bimbel Primagama ke platform Zenius,” kata Rohan.

Pandemi juga telah membawa perubahan signifikan terhadap orang tua, tak hanya akselerasi adopsi teknologi antara guru dan siswa. Karena ada learning loss akibat kebijakan belajar di rumah, situasi ini meningkatkan kecemasan orang tua terhadap pencapaian akademis anak mereka.

“Orang tua dapat mengamati langsung kualitas delivery dari guru ketika anak belajar saat pandemi. Mereka jadi punya opini lebih tentang kualitas pendidikan dan refine ekspektasi mereka ke pengalaman belajar yang lebih baik bagi anak.”

Scale-up hingga integrasi

Alasan lain Zenius mencaplok Primagama di antaranya adalah hubungan baik yang telah dibangun oleh para founder dengan pemilik Primagama. “Kurikulum, cara mengajar, dan pedagogy mereka sangat align dengan Zenius. Ini menjadi pondasi dari akuisisi ini,” ujar Rohan.

Selain itu, model bisnis franchise Primagama dianggap cocok untuk meningkatkan skala bisnis Zenius selanjutnya. Zenius dikenal sebagai salah satu platform pelopor layanan bimbel di Indonesia. Platform yang didirikan oleh Sabda PS dan Medy Suharta ini telah diakses lebih dari 20 juta pengguna di sepanjan tahun ajaran 2019/2020. Adapun, Zenius menyediakan sekitar 100 ribu video pembelajaran dan latihan soal yang bisa diakses secara gratis.

Akuisisi ini membuka kesempatan bagi Zenius untuk mengambil kue pasar baru, terutama siswa yang selama ini belajar secara offline. Rohan menyebut Zenius memiliki konten pre-recorded untuk belajar mandiri yang dinilai dapat menjadi konten komplementer dengan apa yang dipelajari siswa secara offline.

“Kami akan mencari cara untuk membawa value tersebut ke siswa Primagama, kami harap dapat melakukan integrasi kurikulum Primagama dan Zenius selanjutnya. Kami ingin membawa seamless experience bagi tutor Zenius dan Primagama dalam menghadirkan pengalaman belajar yang bagus kepada siswa,” paparnya.

Di samping itu, Primagama dinilai punya posisi yang kuat sebagai top of mind penyedia bimbel, terutama di kalangan orang tua. Sejak berdiri di 1982, Primagama diyakini telah membangun keahlian yang kuat dalam membangun metode pembelajaran secara offline dan cara mengajar bagi para siswa.

Saat ini Primagama mengoperasikan 300 cabang, lebih dari 3.000 pengajar, dan lebih dari 30.000 siswa per tahnnya dari seluruh jenjang (SD, SMP, SMA) di berbagai provinsi di Indonesia. Kualitas Primagama dalam membantu siswa menghadapi ujian masuk perguruan tinggi juga disebut telah teruji.

We would have to evolve this blended curriculum. Apakah ini dari Zenius maupun Primagama, kami akan terus meningkatkan kualitas kurikulum agar bisa deliver the best learning outcome di Indonesia. Kami akan konsolidasikan all of the tech experience through Zenius platform,” tambahnya.

Application Information Will Show Up Here

Ramaikan Layanan EWA, Halofina Hadirkan “Halogaji” untuk Karyawan Perusahaan

Daftar startup yang merambah segmen earned wage access (EWA) di Indonesia terus bertambah, kali ini giliran Halofina yang menghadirkan Halogaji. Sejatinya, solusi ini sudah hadir sejak Agustus 2021 dan mulai menjadi fokus utama perusahaan. Hal tersebut terlihat dari seluruh sumber daya dialihkan untuk pengembangan Halogaji, ketimbang aplikasi Halofina yang diketahui sudah lama tidak ada pembaruan teranyar baik di App Store dan Play Store.

Kepada DailySocial.id, Co-Founder & CEO Halofina Adjie Wicaksana menjelaskan, ketertarikan perusahaannya untuk merintis Halogaji terlihat dari fakta bahwa saat ini masih banyak segmen masyarakat yang berjuang mengatasi cash flow harian. Tak jarang berakibat membuat mereka terpaksa untuk mengambil pinjaman ke lembaga non-bank dengan bunga tinggi.

“Kita melihat segmen ini besar dan jadi sesuatu yang perlu kita berikan solusi. Berdasarkan riset internal kami, EWA bisa jadi salah satu opsi yang bisa bantu cash flow dan menghindari orang dari pinjaman berbunga tinggi,” paparnya.

Sama seperti startup EWA lainnya, akses pencairan gaji lebih awal ini diperuntukkan buat karyawan yang sudah didaftarkan oleh perusahaan. Setiap penarikan tidak akan dibebankan dengan bunga, melainkan biaya administrasi. Diferensiasi yang mencolok dari Halogaji adalah penerapan konsep syariah untuk seluruh prosesnya, mulai dari akad hingga sumber dana.

“Karyawan bisa melihat saldo balance yang mencerminkan sudah berapa hari kerja yang sudah dijalankan. Kemudian, bisa tarik gajinya lewat aplikasi. Sumber dana bisa dari perusahaan atau pihak ketiga dari Halogaji yang memberikan talangan dana jangka pendek.”

Tidak disebutkan jumlah pengguna Halogaji saat ini. Namun, Adjie menyebutkan pertumbuhan bisnisnya naik 130% secara bulanan sejak pertama kali diluncurkan. Target penggunanya tidak terbatas dari kelas ekonomi manapun. Meski saat ini perusahaan membidik karyawan dari kalangan ekonomi menengah-bawah, ke depannya akan memperluas ke menengah-atas lewat fitur Tabungan Pintar.

Langkah ini sekaligus menjadikan Halogaji tak lagi sebagai EWA saja, tapi sebagai employee financial wellness karena mendorong orang untuk rutin menabung yang terintegrasi langsung dengan gajinya. Pengguna bisa memperoleh keuntungan finansial sampai empat kali lipat bila dibandingkan dengan bunga deposito bank.

“Jadi tidak hanya dengan EWA untuk dana darurat, karyawan bisa membangun kebiasaan menabung lebih baik lewat fitur terbaru yang akan kami rilis pada akhir kuartal I ini.”

Ia meyakini potensi pertumbuhan EWA di Indonesia akan jauh lebih pesat dari sekarang, mengingat populasi pekerja menengah-bawah yang besar. Kondisi tersebut terefleksi dengan kondisi yang sama di pasar global, pemain EWA juga ikut membludak melihat populasi pekerja yang terus bertumbuh. Oleh karenanya, agar EWA terus sejalan dengan kebutuhan para pengguna, Adjie melihat kunci utamanya adalah membangun ekosistem.

“Dengan bangun ekosistem, yang mana kebutuhan pembayaran dan pembelian barang dan jasa bisa terintegrasi, sehingga lebih memudahkan penggguna dalam menggunakan alokasi gajinya untuk kebutuhan sehari-hari.”

Rencanakan putaran dana baru

Dengan lini barunya tersebut, Halofina berencana untuk membuka penggalangan dana segar agar lebih ekspansif membangun produknya. “Masih belum pastikan skemanya, tapi rencananya akhir kuartal I ini akan fundraising lagi.”

Perusahaan terakhir kali mengumumkan pendanaan tahap awal dengan nominal dirahasiakan pada 2019. Putaran tersebut dipimpin oleh Mandiri Capital Indonesia, dengan partisipasi dari Finch Capital, Plug and Play Asia Pacific, dan Rekanext.

Bila dilihat secara historis, pemain EWA memang baru hadir di Indonesia semenjak pandemi. Keseluruhan pemain telah mengantongi pendanaan segar dari investor. Berikut daftar lengkapnya:

Startup EWA di Indonesia

Application Information Will Show Up Here

Mengenal “Saham Rakyat”, Aplikasi Jual-Beli Saham Berkonsep E-commerce

Kendati peminatnya terus bertumbuh, layanan bertajuk aplikasi investasi atau wealthtech masih menyisakan sejumlah tantangan dalam kaitannya dengan penetrasi pengguna. Salah satunya terkait edukasi, termasuk untuk pengguna di kalangan muda. Untuk memudahkan bahasa [penyampaian] hingga menyederhanakan proses yang ada, aplikasi investasi “Saham Rakyat” hadir memberikan pilihan baru.

Berawal dari platform edukasi investasi saham, kini Saham Rakyat telah bertransformasi menjadi platform belanja saham yang mengadopsi konsep layaknya e-commerce. Hingga saat ini jumlah anggota komunitas Saham Rakyat sekitar 160 ribu orang.

“Dengan demikian bagi mereka yang ingin berinvestasi saham bisa melihat dulu saham yang diinginkan, dimasukkan ke dalam keranjang. Jika memang sudah yakin dan memiliki uang, bisa langsung melalui pembelian dalam platform,” kata Founder & CEO Saham Rakyat Kevin Hendrawan kepada DailySocial.id.

Melalui PT Samuel Sekuritas Indonesia yang sudah memiliki izin dari OJK, Saham Rakyat juga didukung oleh Kaesang Pangarep, putra dari presiden Joko Widodo sebagai Brand Ambassador.

Namun demikian, minat pasar yang besar dengan layanan investasi juga membuat persaingan di sektor ini makin ketat. Saat ini sudah ada beberapa platform serupa yang bisa digunakan untuk berinvestasi di berbagai jenis instrumen, mulai Ajaib, Bareksa, Pluang, PINA, dan masih banyak lagi.

Menyasar generasi muda

Serupa dengan bisnis sekuritas pada umumnya, Saham Rakyat berfokus kepada investor ritel. Sistem monetisasinya, mereka mengenakan biaya beli 0.15% dan jual 0.25%.

Terdapat beberapa fitur unggulan yang dimiliki oleh Saham Rakyat, di antaranya adalah Fitur Jual-Beli yang berkonsep “1-click buy” dan “1-click sell”. Tersedia juga Fitur Keranjang belanja, agar pengguna bisa melakukan pembelian saham layaknya melakukan pembelian melalui layanan e-commerce.

Selain itu aplikasi juga memiliki “Grup Chat” langsung dengan analis keuangan, sehingga dapat membantu investor untuk mendapatkan informasi terkini mengenai perkembangan pasar. Dan yang terakhir Saham Rakyat memiliki fitur Community, bisa dimanfaatkan sebagai wadah belajar bagi para pengguna baru untuk lebih mengerti mengenai dunia pasar modal.

“Saham Rakyat merupakan aplikasi Belanja Saham pertama di Indonesia, diperuntukkan untuk investor awam, proses jual beli kami merupakan yang paling simple menggunakan 1 click buy dan 1 click sell. Sehingga memudahkan investor awam untuk bisa memulai investasi tanpa perlu ribet,” kata Kevin.

Sebagai platform edukasi saham, Saham Rakyat berupaya untuk memberikan informasi yang relevan terkait saham kepada anggota komunitasnya. Dengan demikian bisa memberikan awareness yang akurat seputar investasi saham dan menghindari adanya persepsi bahwa investasi saham bisa memberikan hasil lebih dan tidak memiliki risiko yang besar. Dalam hal ini Saham Rakyat memberikan pemahaman bahwa dengan berinvestasi di saham, bisa memberikan return yang lebih baik dibandingkan dengan deposito. Bukan menjadi wadah untuk mereka cepat kaya atau banjir keuntungan.

Tahun 2022 ini ada beberapa rencana yang ingin dilancarkan oleh Saham Rakyat. Namun sebagai platform yang fokus hanya kepada investasi saham, mereka memiliki rencana untuk meluncurkan fitur yang lebih mempermudah pengguna untuk melakukan proses jual-beli saham dalam platform. Hal tersebut yang saat ini belum banyak dilakukan oleh platform yang menawarkan layanan serupa.  Target Saham Rakyat di tahun ini juga ingin mengenalkan lagi investasi saham sampai ke seluruh penjuru tanah air.

“Saya merasa akhirnya setelah beberapa lama generasi muda bisa melihat bahwa investasi saham bisa mereka lakukan tanpa mengeluarkan uang yang banyak. Pandemi juga membantu lebih banyak orang untuk tertarik berinvestasi di saham secara online dan menjadi investor saham,” kata Kevin.

Edukasi jadi kunci

Menurut hasil survei yang dilakukan terhadap 1500 responden dalam Fintech Report 2021, layanan investasi seperti yang disuguhkan Saham Rakyat kini mendapatkan awareness dan minat yang cukup besar dari masyarakat. Menurut data OJK, hingga Desember 2021 kemarin jumlah investor ritel untuk pasar modal di Indonesia sudah mencapai 7,48 juta orang, naik 92,7% dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya. Jelas layanan wealthtech berperan besar di sini.

Namun demikian, di tengah laju adopsi layanan yang kencang, kami meyakini bahwa edukasi literasi keuangan tetap menjadi hal yang harus diupayakan semua elemen yang terlibat di industri ini, termasuk pemilik platform — khususnya terkait dengan risiko, tidak hanya sekadar menjual jargon untung berlipat. Apalagi berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan 2019, indeks literasi keuangan baru di angka 38,03%. Literasi ini terkait dengan pemahaman masyarakat untuk produk-produk keuangan yang digunakan.

Application Information Will Show Up Here

Strategi Omnichannel Atome Bawa 60% Total Transaksi Paylater dari Gerai Offline

Buy-Now-Pay-Later (BNPL) atau akrab disebut paylater kini menjadi salah satu varian fintech yang cukup diminati di pasar Indonesia. Berdasarkan hasil survei yang diterbitkan dalam Fintech Report 2021, paylater menjadi produk favorit kedua (68,9%) setelah e-money (80,2%). Lebih tinggi dari pada cashloan (53,1), wealthtech (44,7%), dan fintech lending (38,3%). Hal tersebut juga ditengarai penetrasi kartu kredit yang masih minim, sementara kebutuhan metode pembayaran cicilan meningkat.

Atome (PT Mega Shopintar Indonesia) hadir menyajikan platform paylater untuk menangani beragam kebutuhan pembayaran, baik di gerai online maupun offline. Sejak hadir di September 2020, Atome telah bermitra dengan 400 merchant online/offline, termasuk 5.500 gerai milik MAP Group, Giordano Group, Matahari, M&M, dll; juga layanan e-commerce seperti iStyle, JD.id, Agoda, Zalora dll.

Pasar paylater di Indonesia juga telah dilayani oleh beberapa pemain lainnya, seperti GoPaylater, Shopee Paylater, Kredivo, dan beberapa lainnya. Namun demikian, setiap pemain memiliki proposisi nilai tersendiri yang dihadirkan untuk penggunanya.

Untuk menggali terkait strategi dan nilai unik yang coba dihadirkan Atome di Indonesia, DailySocial.id berkesempatan untuk berbincang dengan General Manager Atome Indonesia Winardi Wijaya.

Pendekatan omnichannel

Sejak awal hadir, Atome mengambil pendekatan berbeda dengan menangani pembayaran ke e-commerce dan gerai di pusat perbelanjaan – kendati beberapa pemain kini juga mengikuti langkah tersebut.

Terkait strategi ini, Winardi mengatakan, “Saya menyoroti bagaimana kami adalah platform layanan omnichannel sejak hadir pertama kali. Layanan kami dapat dengan mudah diintegrasikan ke dalam point-of-sales fisik, situs web, atau bahkan aplikasi seluler. Biasanya pemain lain mungkin berfokus pada pembayaran bagi e-commerce, namun kami juga mendukung mitra-mitra kami secara offline.”

Hadirnya layanan Atome di sistem pembayaran gerai ritel tradisional juga turut dipandang sebagai upaya untuk membantu para pelaku bisnis untuk bertransisi ke kanal online, terlebih untuk menanggulangi kunjungan yang menurun akibat pandemi. “Untuk partner merchant yang kurang memiliki pengetahuan teknologi, kami menyediakan dukungan integrasi omnichannel melalui platform seperti Shopify, Woocommerce, dan penyedia layanan pembayaran lainnya untuk mendigitalkan dan mengarahkan trafik ke toko mereka.”

Pendampingan turut dilakukan tim Atome dengan menghadirkan petugas khusus di merchant untuk memastikan proses pemanfaatan teknologi berjalan mulus. Dan tidak hanya menyediakan platform, turut disampaikan bahwa antara Atome dan mitranya juga ada inisiatif untuk melakukan kegiatan pemasaran dam branding bersama.

“Saat ini 60% dari keseluruhan transaksi kami berasal dari mitra merchant offline, sementara transaksi online mencapai sekitar 40%. Saat kita keluar dari pandemi Covid19, kita melihat para konsumen yang kembali ke pusat perbelanjaan dan gerai ritel secara fisik. Dalam kampanye program 11/11 & 12/12 baru-baru ini di tahun 2021, Atome juga mendorong penjualan untuk mitra merchant kami hingga 10 kali lipat,” imbuh Winardi.

Adopsi paylater di toko fisik

General Manager Atome Indonesia Winardi Wijaya / Atome

Alasan lain mengapa Atome memilih pendekatan ini, mereka meyakini bahwa kegiatan belanja offline masih memiliki peranan besar dalam keseluruhan transaksi di Asia, termasuk Indonesia. Belanja secara fisik dinilai tetap menjadi aktivitas sosial yang banyak diminati masyarakat — misalnya untuk mendapatkan pengalaman langsung melihat dan menyentuh produk sebelum membeli. Selain itu, model omnichannel juga dirasa makin dibutuhkan oleh pembeli muda masa kini untuk menghasilkan pengalaman belanja yang lebih fleksibel.

“Pembeli muda yang cerdas dan terbuka secara digital saat ini yang sedang melalui berbagai tahap kehidupan (misalnya pernikahan, pekerjaan pertama, rumah pertama, anak pertama). Mereka juga menginginkan pengalaman berbelanja yang bersifat omnichannel yang dapat memungkinkan mereka untuk memiliki fleksibilitas untuk berbelanja dan membeli produk berkualitas lebih baik, mengelola anggaran mereka namun tidak ingin berutang.”

Winardi melanjutkan, “Para konsumen dari Atome Indonesia bisa mendapatkan banyak sekali keuntungan. Dengan mudah para konsumen dapat melakukan pembayaran melalui aplikasi seluler dengan hanya melakukan check out situs web atau di depan kasir merchant kami dengan membagi pembayaran selama tiga atau enam bulan, tanpa DP dan bunga 0%.”

Ia menjelaskan contoh mekanisme pembayarannya. Ketika seseorang melakukan transaksi untuk pakaiannya, mereka biasanya dikenakan pembayaran secara penuh sebesar Rp900.000,00. Namun apabila menggunakan aplikasi Atome sebagai metode pembayaran, total transaksi dapat dipecah menjadi tiga kali pembayaran: Rp300.000,00 dalam 30 hari setelah transaksi berlangsung; Rp300.000,00 lagi akan dibayarkan dalam 60 hari setelah bertransaksi; pelunasan Rp300.000,00 sisanya akan dibayarkan 90 hari setelahnya. Lalu, merchant dibayar penuh Rp900.000,00 yang dikurangi biaya transaksi dalam jangka waktu H+1 hari kerja.

“Bagi kacamata konsumen, jelas ini dapat memberikan mereka fleksibilitas dan kenyamanan untuk melakukan pembayaran secara digital, dan dengan platform yang dapat membantu mereka mengelola keuangan dan mengatur pengeluaran secara cerdas,” terangnya.

Proses pembayaran dengan aplikasi Atome / Atome

Model bisnis Atome

Atome mengatakan bahwa layanannya benar-benar gratis dengan DP dan bunga 0% untuk digunakan oleh pengguna dengan pembayaran tepat waktu dan ini berlaku untuk transaksi pada mitra merchant dan online.

Biaya admin yang dikenakan hanya untuk pembayaran yang terlewat dari waktu yang tersedia, yakni Rp80.000,00.

Diterangkan lebih detail, model bisnis Atome bekerja dengan menagih mitra merchant untuk layanan, bukan konsumen. Inilah perbedaan mendasar antara Atome dan produk pinjaman/kartu kredit P2P lainnya.

“Kami membebankan tingkat diskonto pedagang (MDR) dengan nominal untuk setiap transaksi yang diselesaikan. Tetapi sebagai imbalannya, mitra merchant menerima pembayaran penuh (dikurangi MDR) dalam waktu kurang dari 2 hari kerja, dan hal ini sudah terbukti berkali-kali bahwa Atome membantu mendorong pertumbuhan bisnis dan trafik untuk mitra merchant kami,” jelas Winardi.

Dari praktik yang sudah ada, mitra merchant mengalami peningkatan hingga 30% dalam average order size — serta peningkatan konversi untuk membeli, karena pelanggan telah diberi pilihan untuk melakukan pembayaran dengan metode yang lebih mudah. Di sisi lain, average basket size yang dilayani senilai Rp500.000,00 s/d Rp700.000,00 sehingga risiko akumulasi hutang besar dapat diminimalkan.

“Kami memiliki cakupan pasar terluas di Asia, dan dapat mendukung merchant besar kami di Indonesia yang ingin melakukan ekspansi di seluruh wilayah. Contohnya mendukung IUIGA untuk berkembang dari Singapura ke Indonesia […] Kami juga mendorong prospek organik ke mitra merchant kami melalui konten yang kami berikan. Bukan hanya memberikan tips berbelanja, namun bisa memberikan inspirasi bagi para pengguna.”

Target selanjutnya

Atome ingin perluas cakupan di berbagai jenis merchant / Atome

Atome merupakan bagian dari Advance Intelligence Group yang turut mengoperasikan layanan p2p lending Kredit Pintar dan platform e-commerce enabler Ginee. Grup perusahaan tersebut juga saat ini telah memiliki valuasi melebihi $2 miliar setelah pendanaan seri D pada September 2021 lalu senilai lebih dari $400 juta dari Softbank, Warburg Pincus, Northstart, dan investor lainnya.

“Salah satu kekuatan utama kami juga pada teknologi manajemen risiko dan profil kredit yang kuat dan akurat, dan itulah keahlian inti dari Advance Intelligence Group. Melalui teknologi, kami dapat meminimalkan risiko sekaligus mendorong inklusi keuangan dan akses serta ketersediaan layanan dari merek-merek berkualitas,” jelas Winardi.

Berbekal model bisnis yang sudah tervalidasi dan dukungan dari induk perusahaan, banyak agenda yang akan ditargetkan bisa tercapai oleh Atome di Indonesia tahun 2022 ini.

“Kami akan terus memperkuat brand awareness untuk Atome di Indonesia dan memperdalam jaringan merchant kami di fesyen, gaya hidup, serta mitra e-commerce. Kami melihat permintaan yang kuat dari konsumen dan akan memperluas kehadiran kami untuk bekerja sama dengan mitra merchant dari sektor elektronik, F&B, kesehatan, dan pembayaran untuk transportasi. Selain itu, kami akan memperluas penawaran termasuk di kota tingkat 3 dan tingkat 4,” kata Winardi.

Untuk mendukung target tersebut, sejumlah kolaborasi juga terus diperkuat. Saat ini sudah ada beberapa kemitraan strategis yang dijalin, misalnya dengan StanChart untuk penyaluran pembiayaan senilai $500 juta. Kerja sama ini sudah berlangsung 10 tahun bersama grup perusahaan. Selain itu kerja sama dengan bank lokal juga digalakkan, misalnya dengan Motion Banking.

Sejauh ini aplikasi Atome telah diunduh lebih dari 5 juta pengguna di Indonesia. Dari statistik yang ada, 70% pengguna Atome berusia antara 26 hingga 45 tahun, dan lebih banyak adalah pengguna perempuan. Kebanyakan dari mereka  merupakan pengguna media sosial aktif yang paham digital dan menggunakan ponsel pintar.

Application Information Will Show Up Here

Ambisi GetPaid Sehatkan Keuangan Karyawan dengan Akses Gaji Lebih Awal

GetPaid turut meramaikan startup earned wage access (EWA) di Indonesia yang memiliki segudang masalah, terutama dari sistem penggajian yang menjadi isu buat sebagian besar pekerja. Menurut data BPS, sekitar 129 juta pekerja menghadapi tekanan dan kesulitan finansial yang disebabkan oleh arus kas yang tidak teratur, jadwal pembayaran bulanan, pengeluaran tak terduga, dan akses finansial yang terbatas. Isu-isu di atas membuat mereka akhirnya “lari” meminjam uang dari lembaga tidak resmi, yang sering menetapkan bunga tinggi dan penagihan yang mencekam.

GetPaid didirikan pada 2020 oleh Mitchell Goh dan Ian Goh. Mitchell yang mengawali karier profesionalnya sebagai pekerja sosial, kemudian melanjutkan menangani tunjangan karyawan dan keuangan. Dari situ, ia melihat bahwa sebagian besar karyawan tidak memiliki metode keuangan yang dapat membantu mereka jika ada keperluan tak terduga. Selang satu tahun, GetPaid melebarkan sayapnya ke Indonesia sejak September 2021 dan menunjuk Joses Tjohjono sebagai pimpinan regional Managing Director GetPaid Indonesia.

Seperti startup EWA lainnya, GetPaid berfokus pada penyediaan akses gaji lebih awal untuk karyawan. Perusahaan bukan memosisikan diri sebagai perusahaan pemberi pinjaman karena tidak ada kerangka waktu pembayaran, biaya bunga, atau biaya keterlambatan. Hanya biaya flat per transaksi yang dibayar karyawan ketika mereka ingin mengakses upah yang mereka peroleh.

“GetPaid hanya akan mengenakan biaya saat karyawan melakukan penarikan. Perbandingan GetPaid dengan perusahaan EWA lainnya, kita akan lebih fleksibel dan memberikan pilihan biaya transaksi untuk kenyamanan perusahaan/karyawan,” ucap Joses saat dihubungi DailySocial.id.

Dilanjutkan lebih jauh, GetPaid memberikan tiga opsi biaya. Pertama, sebesar 4% per transaksi, kemudian Rp36 ribu per transaksi, dan berlangganan Rp72 ribu per bulan. Biaya tersebut dikenakan saat pertama kali melakukan penarikan dan tidak akan ada biaya potongan lagi jika melakukan transaksi di bulan yang sama.

Akses gaji tersebut akan diberikan apabila perusahaan mendaftarkan karyawan mereka yang berhak terhadap akses tersebut melalui GetPaid. Berikutnya, karyawan dapat membuka dan mengakses aplikasi GetPaid untuk menarik gaji. Masing-masing karyawan memiliki limit penarikan dan alokasi perhitungan gaji yang dapat ditarik.

Ambil contoh, karyawan yang sudah bekerja dalam 10 hari, hanya bisa mengakses 10 hari gaji/limit penarikan mereka. Joses menuturkan, perusahaan merekomendasikan akses limit sebesar 50%-80% dari keseluruhan gaji agar karyawan tetap mendapatkan sisa gaji di tanggal seharusnya. “Dan dana yang diperoleh tersebut langsung dari GetPaid. Lalu perusahaan (karyawan) akan membayar kembali kepada GetPaid di saat tanggal gajian perusahaan tersebut.”

Joses tidak merinci secara spesifik target pengguna yang dibidik GetPaid. Ia hanya bilang membidik semua karyawan yang terdaftar di perusahaan untuk menggunakan fasilitas GetPaid. Terhitung, saat ini solusinya telah digunakan oleh 20 perusahaan. “Kami targetkan tahun ini bisa mencapai 50-100 perusahaan yang bergabung dengan kami.”

Ekspansi perusahaan akan didukung lewat perolehan dana tahap awal sebesar $1,15 juta (sekitar Rp16,4 miliar) yang didapat pada Januari kemarin dari Grovey Pay dan Nityo Infotech Service. Investasi ini memungkinkan GetPaid untuk meningkatkan dan memperluas produk EWA ke negara lainnya di Asia Tenggara.

Dorong kurangi pinjaman konsumtif

Joses melanjutkan, semangat yang ingin disampaikan GetPaid adalah mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap pinjaman konsumtif yang dianggap merugikan karena bunganya yang tinggi. Kondisi tersebut benar adanya. Mengutip dari studi Health Living Index oleh AIA, uang adalah sumber utama faktor stres di Indonesia. Keuangan rumah tangga menyebabkan orang Indonesia lebih stres daripada pekerjaan, hubungan, atau bahkan kesehatan fisik mereka.

Survei global lainnya yang diselenggarakan PwC pada 2019 menemukan bahwa sebanyak 67% pekerja melaporkan berjuang pada tekanan finansial, yang berarti lebih dari dua pertiga populasi pekerja rentan terhadap migrain, depresi, dan kecemasan. Banyak penelitian menyoroti efek stres keuangan karyawan terhadap kinerja bisnis.

“GetPaid dapat membantu karyawan yang memerlukan dana darurat tanpa perlu melakukan pinjaman. Rencana kami ke depannya adalah memberantas pinjaman online dengan menggunakan GetPaid, sebab kami bukan pinjaman online.”

Perusahaan akan terus melakukan edukasi kepada masyarakat mengenai solusi EWA yang terbilang masih baru di Indonesia. Terlebih semenjak pandemi, banyak orang yang membutuhkan dana di awal untuk bertahan hidup. EWA dapat menjadi solusi untuk mendapatkan gaji lebih awal dan bukan berbentuk pinjaman karena tidak memiliki bunga atau biaya keterlambatan.

Karena potensi yang luas, ia optimistis bahwa ke depannya EWA akan diminati oleh perusahaan karena menguntungkan. Perusahaan tidak perlu terganggu cash flow-nya untuk memberikan kasbon kepada karyawan. “Kami masih melakukan edukasi kepada masyarakat bahwa jangan takut untuk menggunakan fasilitas yang diberikan GetPaid karena kami adalah solusi keuangan yang sehat untuk keluarga,” pungkas Joses.

[Video] Transformasi Interaksi Mall lewat Teknologi

DailySocial bersama Gerry Hasang, Founder dan CEO dari Spotgue, membahas bagaimana peran Spotgue mentransformasi interaksi antara mall, tenant, dan konsumen agar terintegrasi ke dalam satu platform secara real time.

Di video ini, Gerry menjabarkan seperti apa tantangan dan strategi perusahaan untuk memperluas penetrasi Spotgue bagi masyarakat.

Untuk video menarik lainnya seputar strategi bisnis dan kontribusi startup di Indonesia, kunjungi kanal YouTube DailySocialTV di sesi DScussion.

Mengenal “Iklan Pintar”, Salah Satu Model Bisnis yang Coba Dioptimalkan Warung Pintar

Setelah resmi diakuisisi SIRCLO Group, Warung Pintar semakin gencar mengembangkan solusi bagi jutaan UMKM ritel, khususnya warung. Pada bulan Juli 2021 lalu, perusahaan menghadirkan layanan baru yang diberi nama “Iklan Pintar”, layanan ini berfokus pada solusi promosi terintegrasi yang membantu brand mengakses ratusan ribu pemilik warung dan jutaan konsumen, serta memungkinkan pemilik warung meraih pendapatan tambahan.

Hasil riset internal Warung Pintar menunjukkan lebih dari 80% dana pemasaran brand difokuskan pada pasar modern sehingga menyisakan hanya 20% dana pemasaran untuk pasar ritel tradisional seperti warung. Pasalnya, ekosistem tradisional yang berlapis menimbulkan berbagai keterbatasan dalam proses monitoring program pemasaran sehingga mayoritas brand enggan untuk memanfaatkan warung sebagai kanal pemasaran yang efektif.

Sementara dari sisi pemilik warung, program pemasaran brand kerap dinilai tidak memberikan kompensasi yang adil karena minimnya transparansi. Berangkat dari data tersebut, Warung Pintar memutuskan untuk mulai menggarap solusi Iklan Pintar dalam rangka mendorong pemanfaatan warung sebagai pilihan kanal pemasaran bagi berbagai jenis brand di Indonesia, mulai dari multinasional hingga produk lokal.

Pada dasarnya, praktik pemasangan iklan di warung telah dimanfaatkan oleh brand sejak puluhan tahun lalu. Akan tetapi, pada prosesnya, tim lapangan masih harus berkeliling dari warung ke warung untuk menawarkan program dan melakukan monitoring hasil program secara manual. Dengan jumlah warung yang tidak sedikit serta tenaga dan biaya yang harus dikeluarkan untuk proses monitoring manual, konsep ini menjadi tidak efisien dan efektif.

Berusaha menjawab tantangan tersebut, Warung Pintar, melalui produk iklannya berupaya menawarkan efisiensi bagi brand dalam menjangkau target pasarnya mulai dari pemilik warung hingga konsumer akhir. Melalui platform yang lebih efektif dan terukur, Iklan Pintar menawarkan dua format pemasangan iklan, baik offline maupun online (in-app).

Format online advertising dan in-app activation ditargetkan untuk pemilik warung, brand dapat melakukan promosi secara daring di aplikasi Warung Pintar dan platform lain yang tersedia. Sementara, offline placement memungkinkan brand untuk langsung menjangkau konsumer akhir lewat aset promosi offline di warung-warung yang telah bergabung dengan Warung Pintar, Bentuk pemasaran bisa melalui pemasangan aset brand, penempatan produk, offline activation dan berbagai bentuk promosi offline lainnya.

Untuk bisa menikmati layanan ini, biaya yang ditagihkan ke brand adalah senilai Ro5.000 – Rp10.000 per data konsumer/warung. Tersedia dasbor terpisah untuk memantau program yang sedang berjalan. Selain itu, platform ini juga memfasilitasi diskusi konstruktif antara brand dan Warung Pintar dalam perencanaan program dan target segmen termasuk demografi, jenis warung, dan area/lokasi sekitar warung.

Co-Founder & CEO Warung Pintar Agung Bezharie Hadinegoro mengatakan, “Iklan Pintar hadir tidak hanya untuk membangun loyalty pemilik warung ke brand tertentu, namun juga menghasilkan dampak sosial yang nyata dengan memberikan insentif yang adil dan lebih transparan bagi pemilik warung. Kami harap, layanan Iklan Pintar dapat menjadi solusi terpercaya bagi brand untuk mentransformasi kanal pemasaran agar lebih efektif dan efisien.”

Hingga saat ini, layanan Iklan Pintar telah memungkinkan belasan brand ternama seperti AXE, Kimbo, Sariwangi, Kopi ABC, Good Day, Kopiko, Danone, Bango, Coca Cola, dan lainnya untuk terhubung dengan ekosistem warung di Indonesia.

Partisipasi brand dalam Iklan Pintar ini juga turut membantu dalam memberikan dampak nyata bagi lebih dari 500.000 warung dalam ekosistem Warung Pintar di lebih dari 200 kota. Inisiatif ini juga diklaim telah memberikan insentif bagi pemilik warung mencapai Rp300.000,00+, sekitar 7,5% lebih tinggi dibandingkan kanal pemasaran lainnya.

Iklan Pintar diimplementasikan secara inklusif dengan memanfaatkan ekosistem warung yang tergabung. Penetrasi Iklan Pintar disebut mencapai 400%, lebih tinggi daripada platform lain. Meskipun begitu, menilai operasional layanan yang masih terbilang baru dengan beberapa  fitur masih dalam tahap uji coba, ada beberapa hal yang masih bisa dikembangkan seperti kecepatan manajemen akun, biaya operasional yang dianggap cukup mahal, serta skema literasi teknis di lapangan (mengubah dari offline ke online).

Solusi adtech di Indonesia

Dalam beberapa tahun terakhir, telah terjadi pergeseran dalam industri periklanan ke arah penggunaan teknologi periklanan (adtech) baik secara online maupun dalam pengaturan yang lebih tradisional. Startup adtech Indonesia memanfaatkan pertumbuhan populasi negara dan meningkatnya penggunaan internet dan ponsel untuk memasarkan produk dan layanan.

Berdasarkan data dari Statista, total nilai pasar periklanan di Indonesia pada tahun 2018 adalah sekitar $2,57 miliar dan diproyeksikan meningkat menjadi $5,3 miliar pada tahun 2024. Teknologi telah mengubah lanskap dengan menghadirkan efisiensi yang lebih besar pada cara perusahaan membelanjakan iklan mereka.

Meskipun begitu, startup adtech di Asia Tenggara masih menghadapi beberapa tantangan, seperti investasi yang tidak mencukupi, kecenderungan konsumen beralih ke kanal baru, dan persaingan yang meningkat akibat teknologi yang semakin canggih. Ditambah lagi situasi pandemi yang menciptakan banyak ketidakpastian namun juga peluang dalam dunia bisnis saat ini.

Seiring perkembangan bisnis yang ada, solusi adtech turut didesain secara “embedded” ke dalam platform yang memiliki basis pengguna besar. Misalnya, di platform online marketplace Tokopedia, para merchant bisa mengiklankan produknya kepada target pengguna spesifik. Trennya, akan semakin banyak aplikasi dengan ekosistem pengguna besar menjadikan model iklan digital ini sebagai salah satu model bisnisnya.

Application Information Will Show Up Here

Tanda Tangan Elektronik VIDA Kini Terintegrasi dengan DocuSign

VIDA mengumumkan kerja sama dengan penyedia layanan tanda tangan elektronik global DocuSign. Kemitraan ini memberikan pilihan bagi pengguna tanda tangan elektronik DocuSign di Indonesia untuk menandatangani dokumen dengan verifikasi identitas online yang aman dan berkekuatan hukum.

Dalam konferensi pers yang digelar pada hari ini (17/2), Co-founder dan CEO VIDA Sati Rasuanto menjelaskan sertifikat elektronik yang diterbitkan VIDA menjamin perlindungan data dan privasi penggunanya, sehingga meningkatkan kekuatan pembuktian hukum dari penggunaan tanda tangan elektronik DocuSign di Indonesia.

“Kemitraan DocuSign dan VIDA meningkatkan efisiensi dan produktivitas, dan juga menjamin integritas dokumen dengan verifikasi biometrik. Kami menerapkan best practice dan teknologi kelas dunia di berbagai layanan kami,” kata Sati.

Sebagai pionir tanda tangan elektronik global, DocuSign telah membantu banyak pelaku bisnis dalam mengotomatisasi, mempersiapkan, menandatangani, menindaklanjuti, hingga mengelola berbagai dokumen perjanjian. Meski demikian, kepastian hukum termasuk elemen dasar yang sangat penting.

Dengan integrasi produk DocuSign dan VIDA, pengguna DocuSign eSignature di Indonesia akan mendapatkan keuntungan secara langsung karena tanda tangan elektronik DocuSign akan dilengkapi dengan sertifikat elektronik untuk autentikasi identitas.

Proses ini sejalan dengan standar industri yang menggunakan standar global dalam pemrosesan dan penyimpanan data. Juga, memperkuat kepastian hukum tanda tangan elektronik pengguna DocuSign di Indonesia. Pasalnya, dokumen yang ditandatangani akan memiliki nilai yang sama dengan tanda tangan basah di mata hukum Indonesia.

“VIDA mengimplementasikan end-to-end encryption bagi seluruh transmisi data, kerahasiaan data pengguna dapat dijaga dan hanya digunakan sesuai kebutuhan penggunanya. Untuk mencegah penyalahgunaan identitas, verifikasi identitas online kami dilengkapi dengan verifikasi biometrik dengan liveness detection yang mengacu pada basis data identitas nasional resmi.”

Kemitraan tersebut juga membuka kemungkinan bagi VIDA untuk melangkah ke kancah global, mengingat VIDA sendiri sudah terakreditasi global dari WebTrust yang diakui secara global. Namun, Indonesia masih menjadi fokus utama perusahaan saat ini mengingat potensinya besar untuk digarap.

“Secara teknis di DocuSign, ketika memilih digital identity akan keluar pilihan. Karena VIDA sudah under WebTrust maka bisa dimunculkan. Ini memungkinkan VIDA muncul di negara lain, kembali ke user mau dimunculkan pilihan itu atau tidak. Tapi sekarang fokus market kita itu di Indonesia,” tambah Head of Product VIDA Ahmad Taufik.

Group Vice President and General Manager of DocuSign Asia-Pacific Dan Bognar mengatakan, “Kami sangat senang dapat mengumumkan kemitraan baru kami di Indonesia dengan VIDA. Kemitraan ini akan mendukung visi kami dalam menyediakan solusi end-to-end sepanjang proses perjanjian, dan terus menjadi partner terpercaya dalam hal tanda tangan elektronik.”

DocuSign merupakan salah satu pionir penyedia layanan tanda tangan elektronik global. Disebutkan jumlah penggunanya secara global tembus di angka 1,1 juta pengguna. Adapun total addressable market (TAM) dari tanda tangan elektronik ini masih terbuka luas diestimasi mencapai $25 triliun. Perusahaan mencatatkan pendapatan sebesar $545,5 juta di kuartal III 2021, atau meningkat 42% secara yoy.

Dalam temuan DocuSign, tanda tangan elektronik mampu memberikan efisiensi pada aspek biaya, misalnya saat harus cetak dokumen. Secara rata-rata, bisnis tidak perlu mengeluarkan biaya sebesar $36 untuk setiap dokumen kesepakatan yang berhasil diselesaikan. Di Indonesia tren ini dapat dilihat dengan meningkatnya jumlah penyedia layanan tanda tangan elektronik yang masuk ke industri ini.

Seiring dengan itu, hadirnya regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah menyediakan kepastian hukum dalam penggunaan tanda tangan elektronik. Di Indonesia, tanda tangan elektronik telah disahkan oleh Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), diikuti oleh Peraturan Pemerintah (PP) no. 71 2019. Dalam periode 2018-2020, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Republik Indonesia mencatat lebih dari 2,58 juta sertifikat elektronik telah diterbitkan untuk menjamin tanda tangan elektronik tersertifikasi.