OUE Limited Akuisisi 17,2% Saham Multipolar, Ingin Dorong Bisnis Digital di Indonesia

Perusahaan pengembang properti berbasis di Singapura, OUE Limited mengakuisisi 17,2% saham milik PT Multipolar Tbk (MLPL) dengan nilai Rp1 triliun (sekitar $70 juta). Aksi korporasi ini dilakukan untuk mendorong bisnis digitalnya di Indonesia.

Transaksi ini disepakati melalui perjanjian jual-beli atau sale and purchase agreement (SPA). Dalam proses pengajuan di bursa Singapura, OUE akan mencaplok sebanyak 2,5 miliar saham Multipolar di harga Rp400 per lembar saham. Harga ini terbilang premium di kisaran 11,1% dibandingkan harga penutupan per 17 Desember 2021.

“Transaksi ini akan memberikan kesempatan bagi OUE untuk berpartisipasi dalam pertumbuhan ekonomi digital yang tengah berkembang pesat di Indonesia, yang mana seluruh portofolio bisnisnya berada di intersection dari sektor teknologi dan consumer,” ungkap OUE Corporate Secretary Kelvin Chua seperti dikutip dari DealStreetAsia.

Untuk mengakuisisi Multipolar, OUE akan membeli saham PT Inti Anugerah Pratama (IAP), perusahaan investasi yang dimiliki Stephen Riady dan James Riady. IAP akan memegang sebesar 8,97 miliar saham Multipolar, mewakili 55,1% dari total saham perusahaan.

Sebagai informasi, Stephen merupakan pengendali saham di OUE Limited, yang merupakan pemilik, pengembang properti dan pengelola real-estate di kawasan Asia. Stephen Riady juga menggenggam 40% saham di IAP, serta menduduki posisi sebagai Executive Chairman dan Group Chief Executive Officer.

Sementara, Multipolar merupakan anak perusahaan konglomerasi raksasa Lippo Group. Sebelumnya, CEO Lippo Karawaci John Riady sempat mengungkap minatnya untuk menempatkan Multipolar di barisan depan untuk mendongkrak bisnis di sektor teknologi dan investasi di grup.

Berdasarkan laporan keuangan kuartal III 2021, Multipolar berhasil meraup keuntungan sebesar Rp88 miliar, dari kerugian besar Rp675 miliar di periode sama tahun lalu. Namun, perusahaan mencatat penurunan pendapatan dari Rp7,4 triliun dari sebelumnya Rp7,6 triliun.

Rebranding Multipolar

Aksi korporasi di atas mengindikasikan upaya Lippo Group untuk menempa bisnis teknologi dan investasi lebih agresif di tahun depan. Ditambah, kelanjutan dari kemitraan strategis Multipolar usai GoTo mengakuisisi perusahaan jaringan ritel modern PT Matahari Putra Prima (IDX: MPPA) pada Oktober lalu.

Baru-baru ini, Multipolar juga mengumumkan wajah barunya dengan nama “MPC“. Rebranding ini dilakukan sekaligus untuk mempertajam strategi dan fokus perusahaan di sektor ekonomi digital. Group CEO MPC Adrian Suherman mengungkapkan akan menggenjot investasi baru di area futuristik yang berfokus pada empat sektor utama, yaitu ritel, teknologi, kesehatan, dan bank digital di 2022.

Multipolar telah menanamkan investasi strategis di sejumlah startup melalui kendaraan investasi milik Lippo Group, Venturra Capital. Beberapa di antaranya adalah OVO, Sociolla, dan Ruangguru. Hingga saat ini, MPC telah berinvestasi di lebih dari 50 perusahaan teknologi di Indonesia.

Mengacu laporan e-Conomy SEA 2021 yang disusun oleh Google, Temasek, dan Bain & Co, nilai ekonomi digital Indonesia diprediksi akan mencapai $70 miliar di 2021.

MDI Ventures Memperkenalkan “eMerge”, Program untuk Fasilitasi Jaringan Angel Investor di Indonesia

Perusahaan ventura milik Telkom Group, MDI Ventures, meluncurkan platform eMerge yang dapat menghubungkan jaringan angel investor dan startup di Indonesia. Platform ini menutup kesepakatan pertamanya yang diperoleh startup livestreaming game Gox dengan nominal yang dirahasiakan.

eMerge merupakan platform yang difasilitasi oleh MDI Ventures untuk mempertemukan angel investor dan startup tahap awal (early stage) di Indonesia. MDI enggan menyebut jumlah angel investor yang telah bergabung ke platform eMerge.

Partner di Centauri MDI-KB Kenneth Li mengatakan, pihaknya ingin membuka kesempatan kepada angel investor untuk berinvestasi di startup lokal. Ia melihat selama ini startup tidak selalu bertemu dengan angel investor yang tepat untuk membangun bisnis.

Selain itu, ekosistem angel investor di Indonesia kurang terekspos karena mereka cenderung menutup identitasnya ketika berinvestasi. Berbeda dengan kiblat industri digital dunia, Amerika Serikat dan Tiongkok yang sudah terbentuk jaringan angel investor-nya.

“Maka itu, kami ingin bantu develop ekosistem ini. Angel investor dapat membawa startup yang mereka temui ke dalam platform ini,” ungkap Kenneth saat dihubungi oleh DailySocial.id.

Tidak ada kriteria khusus bagi angel investor yang ingin berinvestasi melalui platform ini. Namun, Kenneth menambahkan bahwa MDI akan ikut memberikan pendampingan kepada para angel investor ini.

“Kami akan assist dan educate, tetapi angel investors lead the investment. Mereka yang melakukan negosiasi dengan startup. Kami bantu di aspek legal dan due dilligence,” ungkapnya.

Sedikit informasi, eMerge memiliki ketentuan periode investasi dari 1-10 tahun dengan target return sekitar 2,6 kali dalam 3,5 tahun dan internal rate of return (IRR) tahunan sebesar 27%.

Ekosistem angel investor di Indonesia

Berdasarkan laporan Angel Investment Network Indonesia (ANGIN) di 2020, ekosistem angel investor di Indonesia saat ini masuk fase bertumbuh (growing), bersama dengan Filipina, Thailand, dan Vietnam. Sementara ekosistem angel investor di negara tetangga, Malaysia dan Singapura, sudah ada di fase mature.

Di Indonesia, ANGIN merupakan organisasi jaringan angel investor terbesar di Indonesia yang memiliki 130 klien investor, termasuk 80 angel investor individu. Dari jumlah tersebut, ANGIN telah mengumpulkan lebih dari 200 investor tahap awal yang terlibat dalam pendanaan.

Meski VC sudah mulai bermain di ticket size kecil, Impact Investment Lead ANGIN Benedikta Atika menilai bahwa angel investor punya peran yang lebih relevan, terutama bagi startup tahap awal.

Ada beberapa faktor yang melandasi hal ini, yakni fleksibilitas angel investor dalam memberikan dukungan di luar kapital serta minat angel investor untuk memberi dukungan ke sektor niche (misal less-tech enabled model, social impact) yang selama ini dianggap kurang menarik oleh investor pada umumnya.

Dalam jajaran angel investor yang bergabung di ANGIN, terdapat investor institusi yang datang dari VC, keluarga konglomerat, korporat, impact investor, dan organisasi. Sementara dari kalangan individu, datang dari pengusaha, HNWI (High-Net-Worth-Individuals), dan figur publik. Sebesar 80% dari total klien ANGIN adalah orang Indonesia.

Sebelumnya, Founder & CEO Kenangan Kapital Edward Tirtanata juga sempat menyinggung tentang minimnya akses untuk terhubung dengan angel investor di Indonesia. Ia menilai eksistensi angel investor di Indonesia sebetulnya bukannya tidak ada, hanya saja mereka cenderung tak ingin terekspos namanya. Edward sendiri telah menjajal peran baru sebagai angel investor lewat Kenangan Fund selama dua tahun terakhir.

Perkuat Ekosistem, Yummy Corp Akuisisi MyBrand

Setelah mengantongi pendanaan lanjutan seri B dari Sembrani Nusantara milik BRI Ventures bulan Agustus 2021, Yummy Corp melancarkan aksi strategis dengan mengakuisisi MyBrand. Yakni sebuah aplikasi social marketplace kuliner yang mendukung UMKM rumahan dengan penjualan dan sistem reseller. Sebelumnya MyBrand adalah delapan startup yang masuk ke dalam batch ketiga program akselerator Accelerating Asia.

MyBrand dikenal sebagai aplikasi yang menjadi wadah pendukung usaha berbasis media sosial agar dapat dijangkau oleh khalayak ramai melalui aplikasi marketplace khusus. Melalui aplikasi tersebut, pengguna dapat memilih restoran dari beragam partner usaha kuliner berbasis online yang ada di sekitar lokasi terdekat.

“Kami memiliki kesamaan visi dan misi dengan MyBrand untuk membantu pelaku usaha kuliner terutama UMKM agar lebih mudah menjangkau dan melayani konsumen mereka dengan teknologi yang kami miliki. Akuisisi ini kami yakini akan memperluas jangkauan kami terhadap UMKM di Indonesia untuk memiliki akses akan sebuah platform yang mendukung pertumbuhan usaha mereka,” kata Co-Founder & CEO Yummy Corp Mario Suntanu.

Akuisisi ini juga diikuti dengan bergabungnya seluruh tim MyBrand, termasuk Louise Lautan selaku founder yang kini menempati posisi strategis sebagai Managing Director di Yummy Corp.

Hingga saat ini merchant yang tergabung dengan Yummyshop dan MyBrand telah mencapai 15.000 unit di seluruh Indonesia. Dengan adanya akuisi ini, diharapkan menjadi awal terciptanya berbagai teknologi yang lebih inovatif untuk industri kuliner di tahun depan yang tentunya mampu memberikan fitur yang menjawab kebutuhan para pelaku bisnis kuliner di Indonesia.

Perkuat ekosistem

Sebagai perusahaan teknologi makanan yang bergerak dalam bidang penyedia fasilitas makanan, cloud kitchen, dan aplikasi pendukung pelaku UMKM berjualan kuliner secara online, selama ini Yummy Corp memang memiliki rencana untuk memperkuat ekosistem.

Sejauh ini Yummy Corp telah mengoperasikan lebih dari 70 dapur bersama yang tersebar di Jadetabek, Medan, dan Bandung; bekerja sama dengan lebih dari 50 brand makanan dan minuman seperti Dailybox, Gaaram, Kyochon, Sei Sapi Lamalera, dan lain-lain.

Beragam jenis makanan dihadirkan Yummykitchen guna untuk memberikan pilihan yang beragam untuk para konsumen menikmati pengalaman membeli brand makanan favorit mereka di satu tempat. Tahun ini Yummy Corp juga menggulirkan inovasi dengan membangun unit bisnis manajemen foodcourt yang terintegrasi dengan penjualan secara online.

Sebelumnya di bulan November 2021, Yummy Corp juga mengumumkan secara resmi peluncuran Yummyshop, aplikasi untuk membantu pelaku usaha UMKM kuliner untuk bertransaksi lebih mudah dengan konsumen mereka.

Bergabungnya MyBrand akan memperkuat Yummyshop sebagai aplikasi yang mendukung UMKM kuliner di seluruh Indonesia, dikarenakan semua merchant yang ada di MyBrand akan secara otomatis tergabung memiliki akun Yummyshop yang saat ini sudah terhubung dengan berbagai sistem pembayaran dan sistem logistik beragam.

“Kami juga meyakini bergabungnya MyBrand beserta tim mereka yang solid akan menambah kekuatan tim Yummy Corp di tahun yang akan datang untuk mewujudkan mimpi kami menjadi ekosistem terbesar untuk industri makanan dan minuman di Indonesia dan juga tentunya berperan positif sebagai wadah yang membantu pelaku usaha kuliner dengan berbagai kebutuhan mereka,” kata Mario.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

BI-FAST Diresmikan, Biaya Transfer Antarbank Turun Jadi Rp2.500

Satu per satu implementasi dari Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2025 mulai terealisasi. Bank Indonesia akhirnya meresmikan BI Fast Payment (BI-FAST) yang memungkinkan transfer antarbank hanya Rp2.500.

BI-FAST adalah infrastruktur sistem pembayaran yang disediakan Bank Indonesia yang dapat diakses melalui aplikasi yang disediakan industri sistem pembayaran dalam memfasilitasi transaksi pembayaran ritel bagi masyarakat. Implementasi BI-FAST oleh bank kepada nasabahnya akan dilakukan secara bertahap sesuai dengan rencana bank dalam mempersiapkan kanal pembayaran bagi nasabahnya masing-masing.

Gubernur BI Perry Warjiyo menyampaikan, BI-FAST merupakan tongak penting reformasi digitalisasi sistem pembayaran nasional sebagai implementasi BSPI 2025 bersama, QRIS, SNAP, dan reformasi regulasi sistem pembayaran. Ini merupakan inisiatif nasional untuk menciptakan infrastruktur SP ritel yang lebih efisien untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam bertransaksi ekonomi dan keuangan yang cepat, mudah, murah, aman, dan andal.

“Saya berharap peluncuran BI-FAST akan mempercepat digitalisasi ekonomi keuangan nasional, mengintegrasikan ekosistem industri sistem pembayaran secara end-to-end dari perbankan digital, fintech, e-commerce, dan konsumen, mendorong inklusi ekonomi keuangan, serta mendorong pemulihan ekonomi nasional“ ungkap Perry dalam peluncuran BI FAST, Selasa (21/12).

Pada tahap awal di Desember 2021, implementasi BI-FAST fokus pada layanan transfer kredit individual dengan 21 peserta batch 1 yang telah go live. Bagi calon peserta lainnya yang belum masuk sebagai peserta batch 1, Bank Indonesia tetap membuka gelombang-gelombang berikutnya untuk menjadi peserta BI-FAST. Selanjutnya, layanan akan diperluas secara bertahap mencakup layanan bulk credit, direct debit, dan request for payment.

Nasabah bisa bertransaksi menggunakan BI-FAST di berbagai instrumen pembayaran, seperti nota debit atau kredit, uang elektronik, dan alat pembayaran menggunakan kartu. Lalu bisa menggunakan kanal dari teller, mobile banking, internet banking, ATM atau EDC, dan agen.

“Selanjutnya calon peserta lainnya akan terus kami dorong untuk bergabung pada tahapan-tahapan berikutnya. Pada pekan ke-4 Januari akan ada peluncuran kembali, dengan harapan pada 2022 seluruh industri bisa memanfaatkan BI-FAST untuk kepentingan rakyat.”

Teknologi dan kepesertaan BI-FAST

Sebagai catatan, sistem baru ini akan melengkapi layanan pembayaran ritel yang sudah ada saat ini, yakni Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI). Tetapi layanan BI-FAST diklaim lebih unggul dari sisi efisiensi waktu hingga tarif yang lebih murah.

BI menetapkan tarif yang harus dibayarkan oleh peserta, dalam hal ini perbankan, kepada BI selaku penyelenggara, sebesar Rp19 per transaksi. Sedangkan tarif yang dikenakan oleh perbankan kepada nasabah maksimal Rp2.500 per transaksi. Biaya ini lebih murah dibandingkan tarif SKNBI sebesar Rp2.900. Bank sentral juga menetapkan batas maksimal nominal transaksi BI-FAST secara bertahap, di mulai dari Rp250 juta pada tahap awalnya.

BI mengklaim kecepatan penyelesaian pembayaran hanya butuh waktu 25 detik, beroperasi 24 jam dan seminggu penuh. Kecepatan tersebut bukan hanya di level nasabah, juga setelmen di perbankannya itu sendiri. “Kalau sekarang beberapa transfer online di nasabahnya memang real-time, tapi di banknya H+1,” ujar Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Filianingsih Hendrata mengutip dari Katadata.

Keunggulan BI-FAST lainnya adalah memiliki fitur proxy address, yang memungkinkan transfer tidak hanya bisa dilakukan dengan nomor rekening melainkan proxy address yang didaftarkan, berupa nomor HP atau alamat email.

Dalam penyelenggaraan BI-FAST, bank sentral menerbitkan beleid yang tertuang dalam PADG No. 23/25/PADG/2021 sebagai pedoman bagi para calon peserta maupun peserta BI-FAST. Peserta BI-FAST adalah bank maupun lembaga selain bank (LSB) dan pihak lainnya, sepanjang memenuhi kriteria yang telah ditentukan.

Disebutkan, bank yang bisa menjadi peserta langsung harus memiliki modal inti minimum Rp6 triliun dan modal disetor minimal Rp100 miliar untuk lembaga non bank. Dengan kata lain, bank-bank yang modal intinya masih di bawah angka tersebut, hanya bisa menjadi peserta tidak langsung dengan bekerja sama dengan peserta langsung untuk setelmen transaksi pembayarannya.

Dari sisi nasabah, biaya transfer BI-FAST yang berlaku pada peserta tidak langsung akan lebih mahal dibandingkan peserta langsung karena ada biaya tambahan yang dibebankan.

Tanggapan Flip

Kehadiran BI-FAST bisa dikatakan menjadi ancaman tersendiri bagi startup seperti Flip dan Oy! yang menyediakan bebas biaya transfer antarbank. Kepada DailySocial.id, Co-founder dan CEO Flip Rafi Putra Arriyan menuturkan pihaknya senantiasa menyambut baik kebijakan yang dibuat oleh Bank Indonesia karena selaras dengan visi Flip dalam menghadirkan solusi teknologi keuangan yang adil bagi seluruh masyarakat di Indonesia.

“Untuk mendukung inisiatif tersebut, kami berkomitmen untuk melanjutkan upaya dan inovasi kami dengan memanfaatkan teknologi guna memberikan kualitas terbaik, baik untuk kepraktisan, kemudahan, maupun kecepatan dalam bertransaksi bagi para pelanggan di seluruh Indonesia.”

Produk Flip sebenarnya tidak hanya transfer antarbank tanpa biaya saja, ada juga remitansi, pembelian produk digital, top up e-wallet, dan solusi manajemen transfer untuk B2B. Meski produk Flip head-to-head secara langsung dengan BI-FAST, sebenarnya Flip membebankan biaya sebesar Rp2.500 per transaksi apabila pengguna mengirim dana lebih dari batas maksimal Rp5 juta dalam sehari. Biaya ini sama persis dengan yang dibebankan BI-FAST.

Baru-baru ini perusahaan menyediakan jam operasional 24 jam untuk memberikan akses transfer dana yang lebih leluasa kepada penggunanya di sejumlah bank, untuk saat ini. Sebelumnya, Flip membatasi jam operasionalnya dari jam 7 pagi sampai jam 8 malam.

Agriaku Dapat Pendanaan dari Arise, Selesaikan Isu Rantai Pasok Produk Pertanian

PT Agriaku Digital Indonesia (Agriaku) adalah startup argitech yang menyediakan berbagai perlengkapan dan kebutuhan untuk para petani melalui sistem keagenan atau social commerce. Mereka baru saja membukukan pendanaan awal yang dipimpin oleh Arise, sebuah dana kelolaan kolaboratif dari MDI Ventures dan Finch Capital.

Agriaku didirikan pada Mei 2021 oleh Irvan Kolonas dan Danny Handoko. Ivan memang memiliki pengalaman sebagai pengusaha di bidang agrobisnis, saat ini juga menjabat sebagai CEO Vasham. Sementara Danny adalah mantan Co-Founder & CEO Airy Indonesia. Diharapkan kolaborasi keduanya dapat memadukan keahlian di bidang pertanian dan teknologi untuk memberikan layanan komprehensif kepada UMKM agro dan petani.

Dengan dana segar yang didapat, Agriaku berencana menambah jumlah petani di jaringannya agar berhasil menembus pasar $17 miliar di Indonesia. Sejak awal, Agriaku telah memberdayakan lebih dari 6 ribu mitra dan ribuan petani kecil di seluruh Indonesia melalui teknologi. Agriaku memiliki cita-cita untuk menjadi superapp untuk pemain agri di Indonesia.

“Kemampuan Agriaku untuk memberdayakan petani melalui Toko Tani secara terukur melalui teknologi mengubah bisnis yang sangat tradisional di Indonesia. Kami bangga bermitra dengan tim Agriaku dan bersemangat untuk melihat hal-hal hebat di masa depan,” ujar Partner Arise Aldi Adrian Hartanto.

Selesaikan isu rantai pasok

Di fase awalnya, Agriaku masih fokus untuk meningkatkan jumlah mitra mereka. Model kemitraan ini dianggap lebih efektif ketimbang melakukan penjualan daring langsung ke petani, hal ini ditengarai tidak banyak petani yang cukup digital savvy untuk melakukan pembelanjaan kebutuhan produktivitasnya secara online.

Produk pertanian biasanya menjadi lebih mahal ketika sampai ke petani. Karena dalam proses rantai pasokannya harus melalui prinsipal, distributor, peritel, lalu konsumen akhir. Di sisi lain, kurangnya wawasan dan data untuk pengambilan keputusan pada distribusi produk pertanian juga kadang menimbulkan kesenjangan tersendiri, misalnya kelangkaan produk tertentu, yang mengakibatkan produktivitas petani terganggu.

Lewat layanannya, Agriaku ingin menciptakan sebuah jaringan yang transparan antara semua pemangku kepentingan dalam sistem supply chain produk pertanian. Salah satu pendekatannya, mereka membangun pasar yang disebut sebagai “Toko Tani”, terhubung dengan produsen atau distributor tingkat pertama. Cara ini diklaim memungkinkan petani mendapatkan katalog produk pertanian yang lengkap dengan harga yang jauh lebih terjangkau.

Sehingga kendati membeli ke mitra terdekat, yang mungkin adalah tetangganya sendiri, para petani juga tetap bisa mendapatkan penawaran menarik untuk produk-produk pertanian yang mereka butuhkan.

“Kami percaya bahwa pendekatan kami dalam memberdayakan Toko Tani lokal sebagai last mile agent untuk mendistribusikan setumpuk produk dan layanan bagi petani kecil di Indonesia berpotensi mendemokratisasi industri yang sejauh ini resisten terhadap perubahan”, kata Irvan.

Hipotesis investasi startup agri

Dalam publikasi bertajuk “Yielding Next Gen. Agri Conglomerate Leveraging Tech Orchestration”, Arise menyoroti  empat pain points utama dalam value chain pertanian. Yakni keterbatasan akses ke permodalan, rantai pasok yang terfragmentasi dan kurang efisien, minimnya akses ke teknologi, dan ketidakpastian harga akibat perubahan iklim.

Sementara sektor ini memiliki potensi industri yang sangat besar, nilainya bisa melebihi $500 miliar terhadap GDP global di tahun 2030 mendatang. Asia Pasifik sendiri berpotensi menyumbangkan 8,2% dari nilai total tersebut. Melihat tren tersebut, di kancah global investasi untuk startup argitech juga terus meningkat dari tahun ke tahun. Di tahun 2020, terdapat sekitar 834 kesepakatan pendanaan, membukukan lebih dari $6,7 miliar.

Kendati pemain agritech sudah banyak bermunculan – termasuk beberapa yang sudah jadi soonicorn seperti Tanihub, Eden Farm, Aruna, dan eFishery—tim Arise masih melihat ada beberapa celah yang masih belum terisi oleh inovasi digital. Salah satunya terkait B2B marketpalce yang memenuhi kebutuhan petani. Selanjutnya mereka juga akan melirik layanan manajemen dan IoT yang bisa membantu petani melakukan tata kelola lahan garapannya.

Ekosistem solusi digital untuk sektor pertanian / Arise

Di kancah global, beberapa startup argitech berhasil membukukan traksi luar biasa, termasuk kaitannya dengan investasi yang dibukukan. Belum lama ini DeHaat, sebuah startup asal India yang memiliki model bisnis serupa dengan Agriaku, baru saja mengumpulkan dana seri D senilai $115 juta dari Lightrock, Sequoia Capital India, dan Temasek Holdings, dll.

Application Information Will Show Up Here

Memahami Metaverse dan Seluk-Beluknya dengan Cara Sederhana

Istilah metaverse makin santer terdengar semenjak pengumuman Facebook yang mengubah namanya menjadi Meta, pergeseran dari media sosial menuju pengembangan metaverse. Semenjak itu, semakin banyak literatur berbahasa lokal agar semakin mudah dimengerti oleh banyak orang terkait seluk beluk metaverse. Hal itu juga terjadi di Indonesia.

Untuk membahas secara sederhana apa itu metaverse dan seluk beluk di dalamnya, #SelasaStartup kali ini mengundang Co-founder & Managing Director Shinta VR Andes Rizky. Andes akan berbagi banyak hal terkait metaverse dan seperti apa implementasinya di Indonesia. Berikut rangkumannya:

Beda metaverse dengan dunia online

Andes menjelaskan secara umum saat ini konsep metaverse sudah dinikmati oleh secara umum oleh banyak orang melalui online game yang sifatnya semi-metaverse, contohnya dalam permainan Mobile Legends, PUBG, Free Fire, dan sebagainya yang melibatkan tim virtual (multiple player) untuk bermain di sebuah game.

Hanya saja, dalam game tersebut pengalaman yang ditawarkan tidak immersive karena memerlukan perangkat VR untuk itu. “Di dunia yang semu (meta) kita semua merasa ada di situ (game), ikut tenggelam secara emosional, meski tidak pakai VR (perangkat penghubung ke metaverse),” ujarnya.

Kata kunci yang tepat, lanjut dia, pembeda yang paling mencolok antara metaverse dengan dunia online saat ini adalah keterlibatan sisi emosional. Sebab, segala tingkah laku dan perilaku emosional seseorang di metaverse bisa dikatakan hampir mendekati perilaku seseorang di dunia nyata.

Ia mencontohkan dengan apa yang dilakukan Shinta VR saat ini mengembangkan VR untuk edukasi dan pengembangan manusia. Yang mana, kedua segmen ini melibatkan proses belajar manusia yang lebih menitikberatkan pada unsur emosional daripada logis.

“Misal enggak suka matematika, kalau memang sudah enggak ada emotional connection, ya enggak bakal bekerja secara sempurna. Shinta VR bantu personalized proses belajar yang melibatkan unsur emosional.”

Pendapat Ander senada dengan apa yang dikemukakan Co-founder dan CEO Kraken Jesse Powell. Dia bilang orang-orang yang memainkan deretan game online populer tertarik dengan metaverse karena ide akan kemudahan memindah-mindahkan barang virtual, token virtual, pakaian virtual, apa pun itu, di antara platform yang berbeda-beda. Di situlah NFT dan mata uang kripto jadi bakal banyak berperan.

Implementasi dan target metaverse

Lagi-lagi karena melibatkan unsur emosional, maka penerapan metaverse ke depannya akan lebih luas ke banyak vertikal kehidupan. Termasuk menjadikannya sebagai “alat” untuk mendeteksi perilaku seseorang ketika ditempatkan di skenario tertentu, media untuk penghilang phobia, meditasi, hingga mendeteksi perilaku berbelanja sebagai target iklan digital ke depannya.

Menurut Andes, potensi-potensi tersebut sangat dimungkinkan bahkan dinilai akan lebih akurat daripada penilaian di dunia online. Ambil contoh nyata, mayoritas orang Indonesia kurang objektif ketika memberikan rating untuk barang yang mereka pesan di platform marketplace. Bahkan untuk barang yang tidak bagus, sering kali mendapat bintang 4/5. Begitpula saat belanja baju di platform online, sering kali ukurannya kurang pas.

“Sebagai universe yang satu kesatuan, semua kegiatan yang sulit dilakukan di dunia nyata bisa dilakukan di metaverse. Oleh karenanya, banyak banget kegunaan metaverse, tergantung bagaimana kita mau pakainya bagaimana sebab semua orang itu jadi target pengguna metaverse.”

Dengan kata lain, tinggal tunggu waktu saja sampai metaverse menjadi sesuatu yang mainstream, yang diawali terlebih dahulu oleh hype NFT yang dimulai sejak awal tahun ini. Sebab secara industri, perangkat pendukung hadirnya metaverse semakin ramah dari sisi harga dan ukuran. Tak lagi seperti dulu, yang mana satu set VR harus terhubung dengan PC memakan harga sekitar Rp36 juta.

Pun dari segi koneksi sendiri, persebaran jaringan 4G di Indonesia sendiri mulai merata dan kualitasnya juga semakin meningkat dari waktu ke waktu. Menurut Andes, dengan kualitas jaringan ini, mampu untuk menghadirkan interaksi sosial di dalam dunia metaverse.

“Hanya saja kalau metaverse yang lebih kompleks seperti melibatkan video untuk pengalaman lebih immersive, harus pakai 5G. Tapi kalau social interaction, 4G saja sudah cukup. Tantangannya tinggal cara impor VR karena masih challenging baik itu di Indonesia maupun Asia Tenggara belum ada distributor resmi Oculus,” tutupnya.

Andes menutup, “Hal lainnya yang perlu diperhatikan karena metaverse masih baru, sehingga perlu literasi lebih lanjut dari para konten kreator. Ini tidak lagi berbicara soal literasi digital, tapi literasi metaverse yang lebih kompleks lagi. Pemangku kepentingan terkait juga perlu dilibatkan.”

Potensi Digitalisasi Besar, LinkAja Mulai Serius Garap Segmen B2B

Di tengah persaingan bisnis uang elektronik yang sengit, LinkAja mulai garap serius segmen B2B untuk melengkapi layanan B2C. Kesempatan ini awalnya diambil karena LinkAja punya mandat untuk membantu proses transformasi digital dalam ekosistem para pemegang sahamnya yang mayoritas merupakan perusahaan pelat merah, yang menyimpan potensi yang besar.

Layanan Business Solution LinkAja dapat mendigitalkan ekosistem keuangan
yang menyeluruh dalam tatanan bisnis korporasi hingga kepada pengguna jasa layanan (end-consumer). Terdapat tujuh solusi yang saat ini ditawarkan, mulai dari Penyaluran Dana (Cash Disbursement), Pengumpulan Kas (Cash Collection),
Digitalisasi Pembayaran (melalui QRIS, aplikasi merchant dan lainnya), Digitalisasi Ekosistem, dan Layanan Iklan.

“Berangkat dari situ, kita mencari aspirasi dan pain points dari mereka [para pemegang saham]. Kemudian, mencari solusi yang relevan, hasilnya tersedia tujuh solusi yang kami tawarkan,” terang Direktur Operasi LinkAja Widjayanto dalam konferensi pers, kemarin (16/12).

Terhitung pada tahun ini pertumbuhan pengguna B2B meningkat lebih dari 70% secara YOY. Sekitar 200 mitra dari korporasi besar di Indonesia telah mengadopsi solusi Business Solution, seperti Pertamina, Bank Mandiri, Bank BRI, Telkomsel, Sampoerna Retail Community (SRC), Blue Bird, dan lainnya.

Dengan hadirnya LinkAja di dalam ekosistem Blue Bird, kini para pengemudinya telah terdigitalisasi dan menjadi pengguna rutin uang elektronik. Mereka menggunakan LinkAja untuk transaksi sehari-hari, mulai dari pembelian pulsa, bahan bakar, e-toll, dan lainnya. Hasilnya, terlihat dari volume disbursement meningkat lebih dari 800%, transaksi disbursement naik lebih dari 700%, dan pengguna aktif pengemudi tumbuh lebih dari tiga kali lipat di ekosistem Blue Bird.

Contoh lainnya adopsi digital oleh mitra jaringan ritel toko kelontong di SRC. Sejak Februari 2021 memanfaatkan solusi B2B LinkAja, mereka telah meningkatkan secara signifikan dalam hal digitalisasi ekosistem keuangan SRC, dengan volume cashless tumbuh lebih dari 60% per bulan dan cashless transaction tumbuh di atas 70% per bulan.

SRC memanfaatkan solusi Pengumpulan Kas untuk mengurangi kompleksitas pengumpulan pembayaran tunai dan meminimalkan risiko penanganan uang tunai pada tim lapangan, sehingga cocok untuk diimplementasikan buat perusahaan yang memiliki sistem rantai pasok. Bersama iGrow, LinkAja juga memberikan akses permodalan produktif untuk mitra B2B yang membutuhkan.

Pada tahun depan, Widjayanto mengatakan bahwa pihaknya akan semakin agresif untuk memperluas pengguna B2B, seiring dengan misi perusahaan yang ikut mendorong akselerasi keuangan digital di Indonesia. Diklaim, perusahaan telah berhasil mendigitalisasi kepada lebih dari 400 ribu UMKM di ekosistem pemegang saham dan mitra strategis.

“Dari toko kelontong kita targetkan naik 10 kali lipat dan juga dari merchant bisa penambahan satu juta dari ekosistem B2B,” pungkas Widjayanto.

Kinerja keseluruhan LinkAja

Tak hanya memaparkan soal B2B-nya, LinkAja turut sesumbar mengenai pencapaiannya sepanjang tahun ini. Widjayanto mengatakan hingga November 2021, penggunaan QRIS LinkAja telah mencapai lebih dari 1,3 juta merchant, dengan total merchant terdaftarnya mencapai 2,3 juta. Selanjutnya, ada lebih dari 80 juta pengguna terdaftar, sekitar 5,9 juta pengguna di antaranya adalah LinkAja Syariah. Kemudian, pertumbuhan platform naik 13 kali lipat, dan memiliki 1,3 juta cash-in dan cash-out points.

Kenaikan jumlah pengguna LinkAja Syariah ini terjadi karena perusahaan menyasar ke komunitas syariah, bekerja sama dengan mitra-mitra yang terhubung, seperti Muslimat NU, Bank Syariah Indonesia, dan lainnya. Hasilnya, sebanyak 5,9 juta pengguna syariah terdaftar.

“Kita hadir secara fisik di 476 kota karena kami percaya UMKM harus didampingi, maka ada langkah kerja sama dengan hyperlocal entity. Dengan ini, kami berkomitmen untuk memajukan local economy,” tambah Direktur Marketing LinkAja Wibawa Prasetyawan.

Meski tidak disebutkan lebih lanjut mengenai penggunaan transaksi di LinkAja, namun diungkapkan dari data internal LinkAja, terjadi tren transaksi yang berbeda di tiap lapis kota. Di kota lapis pertama misalnya, mayoritas pengguna mengenal LinkAja dari media sosial dan media online; berasal dari kalangan usia 20-24 tahun; dan paling banyak menggunakan LinkAja untuk transaksi di SPBU dan transfer bank.

Sementara di kota lapis dua, mayoritas pengguna mengenal LinkAja dari merchant offline dan supermarket; segmen pengguna di kalangan usia 35-40 tahun; dan paling sering menggunakan LinkAja untuk kebutuhan esensial, seperti pasar tradisional, pembayaran PAM, dan pulsa.

“Di kota lapis tiga terjadi perkembangan yang kuat di sini, mayoritas pengguna datang dari kalangan usia 25-30 tahun, mereka mengenal LinkAja dari media sosial dan mechant offline. Transaksi paling banyak untuk kebutuhan esensial.”

Hal menarik lainnya yang turut disampaikan adalah, pada Juni kemarin LinkAja memperoleh lisensi e-wallet dari Bank Indonesia dari sebelumnya uang elektronik. Kehadiran lisensi ini akan membuat LinkAja semakin luwes dalam melakukan pembayaran transaksi bisa bersumber dari sumber dana manapun, tidak terbatas dari saldo LinkAja saja.

Berikutnya, mengantongi lisensi e-retailer pada Oktober. Wibawa bilang, lisensi ini membuka kesempatan bagi LinkAja untuk menjual lebih banyak variasi produk digital. Sebelumnya, perusahaan memanfaatkan kehadiran pihak ketiga dalam menyediakan solusi tersebut. Voucher game menjadi salah satu target perusahaan, mengingat potensi bisnisnya yang begitu besar di Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

Transformasi Digital Blue Bird, Perluas Akses Pesan Taksi dari Berbagai Aplikasi Konsumer

Blue Bird terus melakukan transformasi digital agar tetap relevan dengan kondisi terkini. Kali ini perseroan memperluas akses pesan taksi melalui berbagai aplikasi konsumer sehari-hari, setelah Gojek, kini masuk ke aplikasi Shopee dan Traveloka. Kerja sama dengan Shopee baru diresmikan kemarin (16/12).

Dalam keterangan resminya, strategi ini merupakan lanjutan dari realisasi perusahaan untuk pilar Multi Channel Reservation, dalam upaya memperluas aksesibilitas layanan Blue Bird yang dikombinasikan dengan ekosistem digital.

Fitur ini dapat ditemukan di ikon Pulsa, Tagihan & Hiburan, lalu masuk ke pilihan Transportasi & Akomodasi. Nanti akan ditemukan lambang Taksi untuk mulai memesan taksi Blue Bird terdekat. Pengguna Shopee juga dimanjakan dengan fitur pembayaran Split-Payment, memungkinkan pengguna dapat mengombinasi pembayaran melalui metode non-tunai digabungkan dengan koin Shopee.

Pun hal sama di Traveloka. Meski belum hadir secara resmi, pengguna Traveloka dapat menggunakan fitur QuickRide untuk memesan taksi. Lalu menggunakan ekosistem pembayaran non-tunai yang sudah tersedia di Traveloka untuk membayarnya.

Wakil Direktur Utama Blue Bird Andre Djokosoetono mengatakan, keberlanjutan kolaborasi bersama Shopee adalah bentuk nyata komitmen perusahaan dalam meningkatkan aksesibilitas masyarakat dalam mendapatkan mobilitas yang aman dan nyaman.

“Selama pandemi, kami terus berupaya menjadi semakin relevan dengan kebutuhan masyarakat. Saat ini, masyarakat semakin mendapatkan keleluasaan akses dalam menjangkau layanan Blue Bird,” ujarnya.

Head of Brands Management & Digital Products Shopee Indonesia Daniel Minardi menambahkan, fitur pemesanan taksi ini adalah bagian dari produk digital Shopee, diharapkan memberi kemudahan dan kenyamanan hidup pengguna dengan memanfaatkan satu aplikasi Shopee untuk berbagai kebutuhan.

Sebelumnya, kolaborasi Shopee dan Blue Bird sudah terjadi dua kali. Pertama, menghadirkan layanan pembayaran digital ShopeePay untuk para penumpang yang memesan taksi melalui aplikasi MyBlueBird. Kedua, peluncuran layanan Bluebird Kirim sebagai metode pengiriman yang mengutamakan ketepatan waktu dan keamanan barang dengan kapasitas daya angkut hingga 200 kg di aplikasi Shopee.

“Setelah kesuksesan kolaborasi kami sebelumnya dalam layanan Bluebird Kirim, kami dengan bangga kembali bermitra dengan Bluebird dalam fitur terbaru, yaitu pemesanan taksi yang dapat diakses melalui aplikasi Shopee,” kata Daniel.

Manuver Blue Bird masuk ke digital

Dalam wawancara bersama DailySocial.id, Blue Bird kini fokus menjadi Mobility-as-a-Service (MaaS) dengan tiga pendekatan utama, yakni penyedia multiplatform/channel, multiproduct/service, dan multipayment. Tujuannya tak lain untuk menciptakan ekosistem layanan terintegrasi dan memperkuat posisinya di industri transportasi di era digital.

Direktur Utama Blue Bird Sigit Djokosoetono mengungkapkan bahwa pihaknya telah belajar banyak dari tahun 2020 dalam menyikapi pembatasan mobilitas masyarakat melalui berbagai program efisiensi untuk mengurangi beban Perseroan. Namun, di sisi lain, Bluebird mengklaim juga terus memberikan layanan yang aman nyaman dan higienis dengan menjalankan protokol kesehatan yang sangat ketat, serta memberikan kemudahan bagi customer untuk melakukan pemesanan taksi di berbagai platform dan makin mengembangkan alternatif pembayaran cashless yang makin diminati oleh masyarakat.

“Banyak perusahaan transportasi yang sudah bertumbangan akibat pandemi. Namun, fakta bahwa Bluebird masih bertahan dan terus mengembangkan bisnisnya adalah bukti dari kepercayaan masyarakat terhadap layanan Bluebird dan tata kelola perusahaan yang prudent serta berorientasi kepada customer,” jelas Sigit mengutip dari WartaEkonomi.

Dalam rangka itu, Blue Bird mulai masuk ke solusi logistik, bermitra dengan Paxel, Shopee, Union Group, Kem Chicks, KAI, dan lainnya. Bersama Paxel, disediakan kapasitas pengiriman maksimal 20 kg untuk pengiriman di hari yang sama dan esok hari, baik di dalam maupun luar kota memanfaatkan jaringan Blue Bird Group. Solusi tersebut kini sudah mencakup tak hanya Jabodetabek, tapi juga Bandung, Tasikmalaya, Purwokerto, Yogyakarta, Malang, hingga Denpasar.

Application Information Will Show Up Here

Lippo Group dan Luno Bangun JV Garap Aset Kripto

MPC (dulu bernama Multipolar), perusahaan investasi milik Lippo Group, mengumumkan pendirian perusahaan patungan (joint venture) dengan Luno untuk menggarap potensi aset kripto di Indonesia. Belum disebutkan identitas dari JV tersebut, mengingat sedang berusaha memperoleh izin operasional dari Bappebti.

Country Manager Luno Indonesia Jay Jayawijayaningtiyas menuturkan, pihaknya antusias dengan kemitraan ini, mengingat pesatnya pertumbuhan pasar aset kripto di Indonesia pada tahun ini. Luno akan terus melanjutkan program-program edukasi kripto, agar semakin banyak masyarakat awam bisa mengenal dengan lebih baik.

“Kami percaya bahwa pengalaman panjang MPC di segmen ritel dan pasar Indonesia akan menjadi aset besar dalam kolaborasi ini,” ujar Jay dalam keterangan resmi, Rabu (15/12).

Menggabungkan kekuatan dari masing-masing entitas, Luno di bidang pengetahuan dan keahlian di bidang industri kripto global dan MPC dengan wawasan dan pemahaman yang luas terhadap karakter pasar Indonesia, diharapkan menghasilkan kolaborasi yang efektif, serta mampu mendongkrak kepercayaan investor baru.

Menurut survei yang dilakukan Luno dan YouGov menunjukkan, bahwa alasan utama masyarakat Indonesia belum berinvestasi di kripto karena kurangnya pemahaman atau informasi yang komprehensif (62%). Kendati begitu, sebanyak 30% orang Indonesia mengaku familiar dengan kripto, jauh melebih aset investasi yang lain, seperti obligasi negara (20%) dan P2P (18%).

Luno sendiri merupakan salah satu portofolio dari Venturra, CVC dari Lippo Group. Venturra memimpin putaran pendanaan Seri A pada 2015 dengan nominal dirahasiakan. Setelah Luno diakuisisi oleh Digital Currency Group pada 2020, dukungan dari Venturra terus diberikan untuk Luno.

CEO MPC Adrian Suherman mengatakan, sejak 2015 MPC terus mendukung Luno karena memiliki kesamaan visi dalam hal kripto, sama-sama ingin menggencarkan literasi finansial terkait aset kripto dan menghapuskan stigma bahwa aset kripto bukanlah bisnis yang rill.

“Industri ini memiliki potensi yang sangat besar hingga bertahun-tahun yang akan datang. Karena itu, kami ingin masyarakat Indonesia, termasuk yang masih awam, bisa melakukan investasi serta jual beli aset digital dengan mudah, aman, dan percaya diri,” kata Adrian.

Potensi pasar kripto di Indonesia diperkirakan akan terus bertumbuh. Berdasarkan data dari Bappebti, jumlah pengguna kripto di Indonesia per Juli 2021 mencapai angka 7,4 juta orang. Angka tersebut meningkat dua kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya. Tak hanya jumlah investor, volume perdagangan kripto pun melonjak tajam hingga enam kali lipat, dari Rp60 triliun di tahun 2020 menjadi Rp370 triliun per Mei 2021.

Sejauh ini di 2021, Luno sendiri telah mencatatkan total volume transaksi dengan pertumbuhan sebesar empat kali lipat di Indonesia dibandingkan dengan total volume transaksinya di sepanjang 2020. Secara global, Luno juga telah memiliki lebih dari 9 juta pelanggan, dan menjadi platform keenam perdagangan kripto terbaik di dunia versi CryptoCompare. Luno menjadi satu-satunya platform perdagangan kripto di Indonesia yang berhasil masuk ke ranking Top 10 dan mendapatkan skor Grade A.

“Ke depannya, untuk meningkatkan literasi kripto di Indonesia, kami akan terus menjalankan program edukasi melalui Luno Academy, yang dapat diakses dengan mudah oleh semua orang melalui website dan aplikasi. Dengan pengalaman dan keahlian nama besar seperti MPC, kami percaya bahwa kemitraan ini dapat menciptakan pengalaman jual-beli aset kripto yang terbaik di Indonesia,” tutup Jay.

Selain bersama Luno, MPC juga telah mendirikan JV lainnya yang bergerak di p2p lending bersama Ping An bernama Ringan. Ringan fokus menyediakan pinjaman dana cepat (cash loan) dan belakangan mulai merambah segmen kredit produktif.

Kongsi Binance-Telkom

Selang sehari sebelumnya, kerja sama startup dengan korporasi pelat merah telah dilaksanakan oleh Binance dan Telkom melalui MDI Ventures. Bentuknya tidak sekadar membentuk platform jual beli aset kripto saja, namun mengembangkan ekosistem blockchain dan turunannya ke tahap lebih lanjut. Bagi Telkom, semua hal ini akan memainkan peran penting dalam keuangan dan infrastruktur digital lainnya di masa depan.

Hal menarik yang patut dilihat adalah bagaimana bila dilihat dari kacamata regulasi pemerintah Indonesia. Di kancah global, Binance ramai-ramai di blokir banyak negara karena dikhawatirkan tidak memiliki upaya yang cukup dalam mencegah pencucian uang dan kejahatan keuangan lainnya di plaformnya sebagai bentuk kepatuhan dalam memenuhi aturan di tiap negara.

Singapura, Jerman, Amerika Serikat, Inggris, India, Jepang, Hong Kong, Italia, Malaysia, Thailand, dan Belanda adalah negara-negara yang sudah menutup akses Binance di negara masing-masing. Akibatnya, pengguna Binance Hong Kong misalnya, tidak bisa membuka produk derivatif di Binance dan diberikan waktu tenggang (grace period) sampai 90 hari untuk menutup akunnya.

Hal yang sama juga terjadi di Indonesia. Satgas Waspada Investasi sudah memasukkan Binance ke dalam daftar investasi ilegal sejak Oktober 2020. Alasannya karena melakukan perdagangan kripto tanpa izin. Sementara itu, portofolio Binance di Indonesia, Tokocrypto adalah pedagang aset kripto yang sah dan telah memiliki tanda terdaftar di Bappebti.

Application Information Will Show Up Here

Kemenkes Terbitkan Peta Jalan Transformasi Digital Kesehatan Indonesia 2024

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) resmi menerbitkan peta jalan (roadmap) yang tertuang dalam cetak biru (blueprint) transformasi dan digitalisasi sektor kesehatan Indonesia pada periode 2021-2024. Ada tiga agenda utama yang menjadi prioritas Kementerian, yaitu integrasi dan pengembangan pada sistem data, aplikasi pelayanan, dan ekosistem di bidang teknologi kesehatan (healthtech).

Pada peluncuran yang digelar secara offline dan online ini, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa transformasi sektor kesehatan Indonesia merupakan salah satu tugas besar yang diberikan oleh Presiden Joko Widodo. Maka itu, Kemenkes harus membangun platform yang menghubungkan berbagai data dan sistem di ekosistem kesehatan dalam satu kesatuan.

“Kami ingin melakukan transformasi yang fokus pada healthtech, mulai dari layanan primer dan sekunder, ketahanan sistem kesehatan, sistem pembiayaan, hingga SDM. Dengan begitu, transformasi ini tak cuma [menghasilkan] sesuatu yang sifatnya pelaporan ke pejabat tetapi menjadi sebuah pelayanan,” ujar Budi.

Ia menilai, sebagai pemilik posisi tertinggi di industri kesehatan, Kemenkes ingin memberikan kesempatan kepada startup dan inovator untuk menciptakan inovasi yang dapat dimanfaatkan oleh pemangku kepentingan (stakeholder), baik itu Rumah Sakit, farmasi, laboratorium, pemerintah, dan startup .

“Untuk membangun platform yang baik, perlu ada cetak biru ekosistem teknologi kesehatan. Krisis besar ekonomi dan kesehatan di dunia telah memberikan kesempatan untuk melakukan major reform,” tambahnya.

Situasi dan tantangan

Dalam kesempatan sama, Chief Digital Transformation Office Kementerian Kesehatan Setiaji mengatakan pandemi Covid-19 menjadi momentum yang tepat untuk bertransformasi karena memunculkan permasalahan sistemik yang perlu diperbaiki. Di antaranya adalah tantangan pada sistem data serta tidak seimbangnya rasio jumlah tenaga kesehatan dan kapasitas kamar dengan jumlah penduduk.

Saat ini, terdapat ratusan aplikasi yang pengelolaan datanya masih berbasis informasi individu. Di pemerintahan, ada lebih dari 400 aplikasi di bidang kesehatan, dan jumlah ini belum termasuk di tingkat daerah. Ini belum lagi bicara rekam medis milik 270 juta penduduk Indonesia yang belum sepenuhnya berbasis digital.

Sementara itu, Kementerian Kesehatan 2020 mencatat rasio dokter mencapai 03,8 per 1.000 populasi, sedangkan rasio tempat tidur RS berkisar 1,2 per 1.000 populasi di Indonesia.

“Kita telah melihat bagaimana pandemi Covid-19 berdampak signifikan pada berbagai hal, termasuk mengubah cara masyarakat berkonsultasi. Kami harus mulai transformasi ini dan fokus pada pengembangan platform serta pelaksanaan insiatif yang kolaboratif dengan para pemangku kepentingan. Kami harap bisa wujudkan Indonesia sehat dan membuat platform kesehatan terintegrasi,” paparnya.

Agenda prioritas

Peta jalan bertajuk “Strategi Transformasi Digital Kesehatan Indonesia 2024” memuat sejumlah kegiatan prioritas yang akan dilakukan secara bertahap dan melibatkan banyak pemangku kepentingan (stakeholder).

Ada tiga agenda utama transformasi yang fokus pada integrasi dan pengembangan, yaitu sistem data, sistem aplikasi pelayanan, dan ekosistem di teknologi kesehatan (healthtech)

Dari ketiganya, transformasi yang akan dilakukan di 2022 adalah mengembangkan sistem big data berbasis integrated electronic health record, platform sistem fasyankes terintegrasi, dan memperluas telemedicine dan implementasi regulatory sandbox.

Peta Jalan Transformasi Digital Kesehatan Indonesia 2021-2024 / Sumber: Kementerian Kesehatan

“Kemenkes telah meluncurkan sandbox regulatory sebagai inisiatif awal untuk mengakselerasi industri startup, termasuk memastikan keamanan seluruh platform yang dikembangkan oleh para inovator sesuai regulasi,” tuturnya.

Selain itu, Pemerintah juga akan menyiapkan platform Indonesia Health Services (IHS) yang menjadi payung ekosistem digital kesehatan terintegrasi masyarakat Indonesia. IHS akan menyediakan konektivitas data, analisis, dan layanan untuk mengintegrasikan berbagai aplikasi kesehatan di Indonesia.

Sesuai peruntukkannya, IHS akan dikembangkan dalam dua jenis aplikasi. Pertama, Partner Systems yang ditujukan bagi pelaku industri kesehatan, seperti RS, Puskesmas, klinik, dan laboratorium. Kedua, CitizenHealth atau platform terintegrasi yang menyimpan data kesehatan pribadi secara lengkap untuk seluruh masyarakat Indonesia.

Contoh penggunaannya, masyarakat dapat mengakses laporan kesehatan pribadi dan mendapatkan rekomendasi secara personal (electronic personal health record, pelayanan dan penggunaan obat, profil asuransi, tracing & testing) melalui CitizenHealth.

Setiaji juga menambahkan, Pemerintah juga berupaya me-nurture ekosistem healthtech di Indonesia melalui Health Tech Space. Wadah ini akan menghadirkan sejumlah program, yakni launchpad (inkubator), creative space, dan pusat bisnis (akselerator).