Yang Perlu Diketahui tentang IPO GoTo (Bagian I)

Senin (11/4), entitas gabungan dari Gojek dan Tokopedia resmi melantai di Bursa Efek Indonesia. Menggunakan kode perdagangan “GOTO”, perusahaan mencatatkan sekitar 1,184 triliun lembar saham. Adapun saham yang dilepas ke masyarakat (Seri A) adalah 40,6 miliar lembar dengan harga penawaran Rp338,- per saham.

PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk. dicatatkan di papan utama, di pencatatan perdananya satu pekan yang lalu, nilai sahamnya sempat meningkat hingga 23%, membuat kapitalisasi pasar perusahaan tembus lebih dari Rp466 triliun; sekaligus merangsek ke 3 besar.

Agenda setelah IPO

GoTo menyampaikan pernyataan pendaftaran sehubungan dengan penawaran umum perdana saham ke OJK sejak 21 Desember 2021. Sekurangnya dana 13,7 triliun Rupiah berhasil terkumpul dari penawaran saham tersebut. Melalui aksi korporasi ini, sejumlah agenda disiapkan oleh GoTo setelah sukses tercatat di BEI.

Penguatan Ekosistem Pengguna

Dalam buku prospektus yang sebelumnya diterbitkan, saat ini GoTo telah mengakomodasi lebih dari 55 juta pengguna yang bertransaksi di platform setiap tahunnya. Di dalamnya termasuk lebih dari 14 juta pedagang dan 2,5 juta mitra pengemudi; dengan bisnis utama seputar layanan on-demand, e-commerce, dan fintech.

Salah satu alokasi dana yang didapat dari IPO, GoTo akan mendorong pertumbuhan jumlah konsumen dan penggunaan layanan, termasuk melalui sinergi ekosistem yang dimiliki oleh Gojek, Tokopedia, serta anak perusahaan yang ada di bawahnya.

Mengutip hasil riset RedSeer, nilai pasar on-demand di Indonesia telah mencapai $5,4 miliar pada 2020 dan diperkirakan tumbuh hingga $18 miliar pada 2025 mendatang. Sementara e-commerce untuk barang fisik nilainya $44,6 miliar pada 2020 dan diproyeksi bertumbuh $137 miliar pada 2025. Dan fintech diproyeksikan telah menyentuh $17,8 miliar pada 2020 dan akan mencapai $70,1 miliar tahun 2025 mendatang.

Penguatan Program Loyalitas

Masih berkaitan dengan upaya menguatkan ekosistem pengguna, program loyalitas dan reward akan disinergikan guna menciptakan pengalaman yang terhubung antarplatform di dalam GoTo. Seperti diketahui sebelumnya, Gopay telah mulai menjadi opsi pembayaran utama di Tokopedia, pun Gopay Coins yang digunakan sebagai sistem reward di aplikasi-aplikasinya.

Tidak hanya untuk konsumen akhir, value added bagi mitra juga menjadi prioritas. Hal ini termasuk melalui perluasan layanan keuangan yang akan terintegrasi antarplatform. Kendati belum disampaikan ke publik rencana riilnya, namun demikian diketahui di GoTo Finance terdapat ekosistem produk fintech yang cukup lengkap, mulai dari e-money, lending, sampai digital bank.

Penguatan Strategi Hyperlocal

Tidak dimungkiri, dari bisnis yang dikelola GoTo dan anak perusahaannya belum melayani masyarakat Indonesia secara menyeluruh, apalagi saat berbicara tentang kota tier-2 dan 3. Saat ini layanan Gojek baru menjangkau kurang lebih 200 kota dari total 514 kabupaten/kota yang ada di Indonesia. Termasuk lewat program kemitraan.

Kehadiran GoTo di kota lapis kedua dan ketiga sebenarnya juga akan turut meningkatkan visibilitas layanan secara menyeluruh, misalnya memungkinkan layanan pengantaran instan GoSend tersedia ke lebih banyak pengguna Tokopedia. Atau adopsi GoMerchant yang semakin meluas ke mitra UMKM yang belum terjangkau sebelumnya, berimbas pada adopsi platform pendukung lainnya seperti pembayaran hingga POS.

Penguatan Investasi Strategis

Investasi yang dimaksud ditujukan untuk meningkatkan potensi pertumbuhan di kawasan operasional GoTo, baik di Indonesia maupun negara Asia Tenggara lainnya. GoTo juga akan melanjutkan strategi ventura yang sudah dilakukan, termasuk dengan melakukan M&A serta pendanaan ke bisnis strategis, terutama melalui Go-Ventures.

Transisi menuju bisnis yang ramah lingkungan juga menjadi agenda yang disampaikan. Termasuk penyiapan infrastruktur seperti kendaraan listrik dan komponen pendukungnya.

Adapun secara terperinci alokasi dana dari hasil penawaran umum perdana saham adalah sebagai berikut:

Persentase Dana Peruntukan
30% Emiten
30% Tokopedia
25% Gopay
5% GoFinance
5% Gojek Singapura
5% Gojek Vietnam

Susunan Pemegang Saham

Emiten GoTo menawarkan saham Seri A ke publik yang seluruhnya merupakan saham baru yang dikeluarkan dari portofolionya. Pembagiannya terdapat 2 jenis, yakni Seri A dan B, kendati secara kepemilikan sama, namun saham Seri B memiliki hak suara yang lebih besar, alias saham dengan hak suara multipel (SDHSM).

Sejumlah petinggi GoTo, dari eksekutif Tokopedia dan Gojek, masuk ke daftar SDHSM. Secara keseluruhan mereka memiliki hak suara mayoritas atas keputusan strategis yang akan dihasilkan perusahaan ke depanya.

Skema ini dapat dipandang sebagai sebuah langkah strategis untuk memastikan GoTo masih terus berada di koridor roadmap pertumbuhannya. Dengan gaya pertumbuhan startup, GoTo memang ditargetkan untuk memiliki growth yang signifikan secara gesit – termasuk dengan melakukan perubahan bisnis secara cepat sesuai dengan tuntutan pasar dan kompetisinya. Adanya hak suara yang besar di jajaran eksekutif meminimalkan kendala adanya proses voting yang sama untuk memutuskan hal-hal yang sifatnya mendesak.

Pasca-melantai di BEI, susunan kepemilikan saham di perusahaan adalah sebagai berikut:

Di daftar SDHSM terdapat PT Saham Anak Bangsa. Diketahui di dalamnya terdapat sejumlah investor strategis yang telah mendukung Gojek dari pendanaan ekuitas sebelumnya. Di dalamnya termasuk Temasek, Google, Telkomsel, KKR, Astra International, Taobao, Tencent, dan sejumlah lainnya. Seperti diketahui, sejak menggalang pendanaan lanjutan (Seri B ke atas), lebih banyak investor global yang berpartisipasi dalam pendanaan Gojek maupun Tokopedia.

Sesuai dengan POJK 22/2021, pemegang saham Seri B dilarang mengalihkan sebagian  atau seluruh kepemilikannya selama 2 tahun sejak tanggal efektif.

Laporan Keuangan

Secara konsisten, GoTo memiliki jumlah aset, liabilitas, dan ekuitas yang terus meningkat. Dalam laporan yang diterbitkan, tahun 2021 per September peningkatan jumlahnya cukup signifikan, karena laporan posisi keuangan konsolidasian perusahaan per 31 Juli 2021 telah mencerminkan akuisisi PT Tokopedia.

Kondisi laporan keuangan memperlihatkan bahwa GoTo saat ini memiliki sumber daya yang cukup besar untuk melakukan perluasan bisnis dan inovasi – ditinjau dari jumlah ekuitas yang dimiliki. Besarnya dana ekuitas ini juga ditopang oleh investasi sebelumnya yang telah membawa perusahaan menjadi Decacorn pertama di Indonesia pasca-pendanaan Seri F yang berhasil dibukukan.

Sementara itu dilihat dari rasio pertumbuhan dan usaha memperlihatkan bahwa saat ini GoTo masih di dalam posisi “rugi”. Sebagian pengamat mengatakan bahwa kondisi ini cukup wajar bagi startup yang masih dalam fase mengejar pertumbuhan. Platform digital membutuhkan kapital yang besar sebagai kompensasi atas akuisisi pengguna yang dilakukan. Dalam realisasinya, hal ini termasuk diskon, free ongkir, dan berbagai benefit lain yang diberikan bagi pengguna.

Sejak awal kemunculannya, pemain seperti Gojek, Tokopedia, bahkan unicorn lainnya identik dengan strategi “bakar uang”. Namun perlu diketahui, bahwa pendekatan ini juga memiliki periode yang diharapkan mengembalikan posisi perusahaan ke titik BEP – saat model monetisasi secara sepenuhnya dijalankan dari basis pengguna di seluruh ekosistem bisnis yang dimiliki.]

Memang, jika dibandingkan dengan perusahaan TBK lain yang telah melantai sebelumnya, konsep ini akan menjadi berbeda. Perusahaan pada umumnya mengedepankan revenue sebagai metrik untuk menunjukkan pertumbuhan dan performa bisnisnya. Semakin untung, akan semakin dinilai baik – pun oleh investor ritel yang memegang sahamnya.

Metrik bisnis

Untuk mengukur pertumbuhan bisnisnya, perusahaan memiliki sejumlah metrik mulai dari nilai transaksi bruto (GTV/Gross Transaction Value), jumlah pesanan, jumlah pengguna bertransaksi tahunan (ATU/Annual Transacting User), dan pendapatan bruto. GTV diartikan nilai transaksi bruto, suatu pengukuran operasional yang mencerminkan jumlah (bukan nilai) transaksi, produk, pembayaran yang terjadi di segmen bisnis tertentu. Sementara pendapatan bruto mewakili total nilai Rupiah yang diatribusikan ke perusahaan dari setiap transaksi.

Dengan kondisi tersebut, perusahaan mengklaim saat ini menjadi penyedia layanan on-demand nomor 1 di Indonesia untuk layanan mobilitas, pesan antar makanan, dan logistik. Nomor 1 juga untuk e-commerce dalam produk fisik dan digital. Dan nomor 1 untuk produk fintech berbasis pembayaran konsumen dan POS berbasis cloud.

Potensi on-demand, e-commerce, dan fintech memang masih sangat besar di Indonesia. Adapun GoTo menempatkan platform tersebut di segmen C2C, B2C, dan B2B – dengan turut menjadikan UMKM sebagai salah satu pangsa pasar utama. Ukuran pasarnya pun kini diperluas dengan ambisi ekspansi regional. Tantangan terbesarnya memang pada kompetisi pasar yang semakin sengit – dengan Grab, Shopee, Akulaku, dan lain-lain. Yang menjadi poin plus dari GoTo, mereka memiliki unit usaha yang cukup lengkap untuk menangani semua lini bisnis yang sebelumnya didirikan ataupun hasil dari akuisisinya atas startup lain.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Netflix Gandeng Telkom untuk Rangkul Lebih Banyak Pengguna di Indonesia

Hampir dua tahun usai pembukaan blokir, Telkom akhirnya mengumumkan kerja sama dengan platform streaming Netflix. Kerja sama ini menghadirkan paket bundling pada layanan IndiHome dan Telkomsel, baik untuk pelanggan baru maupun existing.

“Kolaborasi dengan Netflix menjadi salah satu konsep IndiHome dalam mewujudkan window of entertainment bagi para pelanggan. Kemudahan melakukan pembayaran juga menjadi prioritas kami dalam kolaborasi ini,” ujar Direktur Consumer Service Telkom Venusiana dalam keterangan resminya.

Direktur Marketing Telkomsel Derrick Heng ikut menambahkan, kolaborasi ini dapat memperkuat posisi Telkomsel sebagai ‘The Home of Entertainment’ untuk membuka akses ke berbagai platform hiburan digital dan meningkatkan kualitas gaya hidup digital pelanggan.

“Kami mengedepankan layanan berbasis customer-centric yang didukung dengan ketersediaan konektivitas digital berteknologi broadband terdepan yang merata dan berkualitas hingga pelosok negeri,” tutur Derrick.

Bagi pengguna IndiHome, paket bundling dengan Netflix dapat dinikmati sebagai layanan add-on. Untuk aktivitasi, pelanggan existing tinggal mengklik tautan yang dikirimkan Netflix ke email terdaftar di aplikasi myIndiHome atau kanal lainnya.

Bagi pengguna Telkomsel, pelanggan Prabayar maupun Telkomsel Halo dapat berlangganan setiap bulan tanpa perlu menggunakan kartu kredit. Telkomsel menyediakan varian paket bundling kuota data dan berlangganan Netflix untuk 1 bulan mulai dari Rp62 ribu dengan pembayaran lewat pulsa.

Jika dibandingkan dengan paket yang sudah ada, paket bundling terbaru sedikit lebih mahal. Sebagai catatan, paket berlangganan untuk smartphone berkisar Rp54 ribu per bulan. Namun, layanan ini hanya dapat diakses lewat satu perangkat saja.

Sementara, paket bundling terbaru ini sudah termasuk akses ke berbagai perangkat seperti TV, laptop, smartphone dan tablet. Biaya langganan juga akan tergabung dalam satu tagihan bulanan. Keduanya sama-sama menawarkan nilai tambah tergantung dengan kebutuhan dari pelanggan. 

Pemblokiran akses

Kolaborasi ini tampaknya telah lama dinantikan oleh banyak pengguna Telkom pasca-konflik pemblokiran akses beberapa tahun silam. Apalagi, Telkom (IndiHome dan Telkomsel) menguasai lebih dari 50 persen pangsa pasar telekomunikasi di Indonesia.

Sedikit kilas balik, Telkom pertama kali memblokir akses Netflix pada 27 Januari 2016. Terhitung mulai pukul 00.00 WIB saat itu, seluruh sambungan internet Telkom tidak dapat mengakses Netflix. Pemblokiran ini pun berlaku ke seluruh penggunanya, mulai dari IndiHome, WiFi.id, dan Telkomsel.

Kala itu, dalih Telkom memblokir Netflix karena platform tersebut tidak memenuhi regulasi di Indonesia. Selain itu, pemblokiran ini disebut karena ada konten berbagai pornografi yang di platform tersebut. Kemudian hampir 4,5 tahun berselang, Telkom pun menyerah dan membuka akses Netflix ke seluruh penggunanya pada 7 Juli 2020.

Jumlah pengguna Netflix global / Diolah kembali oleh Katadata

Menariknya, sebelum kolaborasi ini diumumkan, Telkomsel sudah lebih dulu bekerja sama dengan Disney+ untuk menghadirkan paket layanan. Menurut survei Media Partners Asia (MPA), Disney+ bisa lebih cepat unggul penetrasinya karena menggandeng operator seluler lokal. Padahal, Disney+ baru masuk Indonesia per September 2020 kemarin.

MPA melaporkan jumlah pengguna Disney+ di Indonesia mencapai 2,5 juta, sedangkan Netflix yang sudah mengudara di tanah air sejak 2016 baru mengantongi 850 ribu per Januari 2021. Netflix pun masih kalah dari platform on-demand Viu yang memiliki 1,5 juta pengguna di periode tersebut.

Dapat dikatakan bahwa kolaborasi dengan operator seluler menjadi strategi kunci untuk memudahkan jalan masuk terhadap model pembayaran layanan dengan opsi pulsa. Dompet digital juga bisa jadi opsi pembayaran, tetapi belum semua masyarakat memakainya terlepas dari awareness-nya yang terus tumbuh. Pelanggan seluler di Indonesia masih bergantung pada pengisian pulsa.

Dari sudut pandang operator, kerja sama dengan platform streaming dapat berpotensi meningkatkan ARPU pelanggan. Operator dapat meningkatkan nilai tambah mereka sebagai penyedia jaringan.

Kolaborasi antara Telkomsel dan Disney+ juga dinilai strategis karena memberikan akses layanan Disney+ secara gratis pada paket data. Dalam pengamatan kami, operator XL Axiata pun memberikan akses gratis (semacam add-on) layanan Netflix pada beberapa paket data.

Persaingan platform on-demand

Cara-cara tersebut dapat membantu meningkatkan jumlah pelanggan–meski tidak secara organik–untuk memenangkan kompetisi di pasar streaming dan on-demand Indonesia.

Berbeda dengan Netflix yang tidak menggunakan skema iklan, platform streaming milik EMTEK, Vidio memakai skema tayangan premium dan iklan. Berbeda dengan platform on-demand sejenis, Vidio memperkuat posisinya dengan masuk ke konten olahraga yang dinilai punya peminat signifikan di Indonesia. Saat ini Vidio punya 62 juta pengguna, di mana 2,3 juta di antaranya adalah pelanggan berbayar.

Dalam konteks preferensi, survei The Trade dan Kantar melaporkan bahwa drama Korea menjadi konten paling favorit bagi 74 persen penonton OTT perempuan di Indonesia. Sementara, sebanyak 61 persen penonton laki-laki memilih konten berbau olahraga.

Total penonton Indonesia di platform OTT mencapai 83 juta dengan total menonton sebanyak 3,5 miliar jam setiap bulannya atau rata-rata 41,4 jam per bulan tiap penonton.

Application Information Will Show Up Here

Shox Dikabarkan Terima Pendanaan 79 Miliar Rupiah, Hadirkan Platform Social Commerce Kebutuhan Rumahan

Pengembang platform Shox dikabarkan telah mendapatkan pendanaan senilai $5,5 juta atau setara 79 miliar Rupiah di putaran seri A. Ephesus United, AC Ventures, Teja Ventures, SGInnovate, Partech, dan sejumlah investor berpartisipasi dalam investasi ini.

Data pendanaan telah diinputkan ke regulator. DailySocial.id juga telah mencoba meminta keterangan seputar kabar investasi tersebut ke pihak terkait, namun sampai artikel ini terbit belum mendapatkan respons.

Startup ini didirikan oleh Sonat Yalcinkaya (Kaya) dan Vyani. Kaya sendiri sebelumnya berpengalaman memegang bisnis e-commerce untuk brand besar seperti Philips dan Midea. Sementara Vyani dikenal sebagai co-founder dari startup logistik Pakde yang telah diakuisisi Shipper tahun 2020 lalu.

Sejatinya Shox sudah beroperasi sejak tahun 2019  dan saat ini sudah memiliki puluhan ribu pengguna aplikasi. Fokus layanan Shox adalah pengguna di area rural, menargetkan populasi unbankable.

Shox Rumahan saat ini menjelma sebagai aplikasi untuk pemenuhan kebutuhan rumah — mulai dari perlengkapan dapur, alat elektronik, dan sebagainya. Berkonsep social commerce, platform ini juga memungkinkan penggunanya untuk mendapatkan pundi-pundi penghasilan dengan berwirausaha melalui program kemitraan/komunitas yang ada di dalamnya dengan fitur arisan yang ada di aplikasi.

Evolusi dari Soyaka AI

Sebelumnya Kaya juga diketahui sebagai founder dari startup Soyaka AI — pengembang platform social commerce berbasis kecerdasan buatan. Situs dan tim Soyaka saat ini dialihkan untuk sepenuhnya menggarap Shox Rumahan. Kendati secara backend, Shox juga memanfaatkan engine dari platform Soyaka.

Kapabilitas AI yang dimiliki Sayoka memungkinkan Shox untuk memiliki beberapa fitur unggulan, misalnya menggunakan pindaian foto atau gambar untuk menemukan produk; kemudian memunculkan ide dan inspirasi produk sesuai tren yang ada.

Shox Rumahan berkembang cukup pesat, hingga tulisan ini diterbitkan di LinkedIn mereka telah memiliki sekitar 150 pegawai. Sebagian dari tim berkantor pusat di Yogyakarta.

Dari tulisan yang diterbitkan Kaya tahun 2021 lalu, Shox dikatakan telah merangkul pengguna di lebih dari 5000 desa di berbagai daerah. Dengan menganalisis tren pembelian yang ada, tim mereka juga turut membangun sebuah sistem skoring kredit, untuk selanjutnya digunakan sebagai modal untuk menciptakan ekosistem perbankan dan pembayaran  digital yang komprehensif.

Turut dikatakan dengan model bisnis yang ada saat ini, biaya untuk akuisisi pelanggan jauh lebih murah dibandingkan dengan konsep e-commerce pada umumnya. “CAC (customer acquisition cost) kami di komunitas pedesaan ini 10 kali lebih murah daripada pemain yang ada. Dan pelanggan ini bertahan karena mereka melihat nilai yang sebenarnya,” tulisnya.

Untuk efisiensi logistik, Shox juga lebih fokus untuk melayani pembelian borongan (biasanya dengan skala per RT). Pemesanan dalam jumlah banyak ini memudahkan mereka dalam menurunkan biaya logistik 5-10x lebih murah. Kendati harus dibawa ke lokasi yang cukup jauh dari pusat kota. “Nilai pesanan rata-rata (AOV) kami saat ini melebihi $200, yaitu 5 hingga 10 kali lipat dari pemain social commerce lainnya,” ungkap Kaya.

Application Information Will Show Up Here

Hangry Umumkan Pendanaan 316 Miliar Rupiah, Amunisi Lanjutkan Ekspansi

Startup kuliner multi-brand sekaligus brand aggregator Hangry mengonfirmasi perolehan pendanaan segar sebesar $22 juta (sekitar 316 miliar Rupiah). Journey Capital Partners memimpin putaran yang terdiri dari pendanaan ekuitas dan pinjaman ini, bersama dengan Orzon Ventures, dan Sassoon Investment Corporation (SassCorp). Alpha JWC Ventures, Genesis Alternative Ventures, dan Innoven Capital, yang merupakan investor lama Hangry turut berpartisipasi dalam putaran ini.

Diklaim putaran ini membuat Hangry berhasil mengumpulkan dana sebesar $35 juta jika digabungkan dengan putaran seri A pada tahun lalu. Angka yang dikonfirmasi ini lebih besar dari yang diberitakan sebelumnya oleh DailySocial.id pada 1 April 2022 kemarin. Diprediksi valuasi perusahaan saat ini mendekati $150 juta, mengokohkan pada status “centaur”.

Dalam keterangan resmi yang disampaikan perusahaan pada hari ini (18/4), Hangry akan memanfaatkan dana segar tersebut untuk memperluas dan menambah lebih banyak outlet secara nasional, mengakuisisi brand-brand kuliner unggulan lainnya, dan membangun brand in-house untuk menjangkau berbagai target pelanggan. Perusahaan pun menyatakan rencananya untuk memulai ekspansi regional mulai 2024 mendatang.

“Kami selalu bercita-cita untuk membangun brand dengan hidangan berkualitas yang dapat dinikmati di seluruh dunia. Berasal dari Indonesia, Hangry tidak hanya akan membangun brand sendiri, tetapi juga mengakuisisi brand F&B terdepan lainnya [..] sehingga Hangry dapat memiliki beberapa merek pemenang, dan dapat dengan lebih cepat mencapai visi serta untuk memenuhi selera dan minat pelanggan yang berbeda-beda,” ucap Co-founder dan CEO Hangry Abraham Viktor.

Pencapaian perusahaan

Outlet Hangry / Hangry

Hangry mengawali kehadirannya dengan menerapkan konsep cloud kitchen dan multi-brand pada November 2019. Startup ini dipimpin oleh Abraham Viktor, Robin Tan, Andreas Resha, Sari Lauda, Arlene Sutjiamidjaja, dan Wenyou Tan.

Saat ini, Hangry meluncurkan beberapa brand unggulan dengan jenis menu bervariasi, seperti Moon Chicken by Hangry (ayam goreng ala Korea), San Gyu by Hangry (masakan asli Jepang), dan Ayam Koplo by Hangry (inovasi baru pada berbagai hidangan ayam tradisional)–semuanya dengan harga yang relatif terjangkau mulai dari Rp15.000 – Rp70.000 per porsi dan memiliki peringkat rata-rata 4,7 dari skala 5 di berbagai platform pengiriman.

Adapun jumlah outlet Hangry mencapai lebih dari 70 dengan pendapatan tumbuh lebih dari 23 kali lipat dan lebih dari 10 juta porsi makanan dan minuman terjual sepanjang 2019-2021. Diklaim, saat ini Hangry mampu menjual lebih dari satu juta porsi produk per bulan dari empat brand-nya. Angka ini akan terus meningkat seiring bergabungnya Accha, brand kuliner India, ke keluarga Hangry.

Menurut Abraham, menambahkan brand baru selalu menjadi bagian dari rencana perusahaan karena konsep Hangry adalah perusahaan multi-brand dan multi-channel. “Baik itu membangun brand baru atau mengakuisisi brand lain, kami akan mengelola brand-brand yang dapat menjadi juara dalam kategorinya dan siap secara global,” jelas Abraham.

Dukungan dari para investor dengan keahlian masing-masing dipercaya dapat menjadi amunisi tambahan dalam mewujudkan ambisi perusahaan. Dia mencontohkan, misalnya Journey Capital Partners dengan keunggulan dalam strategi bisnis dan aspek operasional; Orzon Ventures dengan pengalaman kuat mereka pada bisnis F&B di kawasan ASEAN melalui restoran populer mereka di Thailand.

Kemudian, Sassoon Investment Corporation (SassCorp) dengan jaringan F&B yang luas, yaitu kedai kopi terkemuka di Singapura yang semuanya akan berperan penting dalam tiap perkembangan Hangry ke depannya. “Kemudian, Hangry juga tetap melanjutkan dan memperkuat kerja sama dengan Alpha JWC Ventures yang sudah mendukung Hangry sejak awal. Karena bagaimanapun juga, mencapai tujuan yang besar perlu kerja sama tim yang baik.”

“Sebagai investasi perdana kami ke dalam ekosistem teknologi Asia Tenggara, kami sangat yakin bahwa Hangry memiliki semua komponen yang tepat untuk menjadi yang terdepan di Indonesia maupun di kawasan regional. Hangry memosisikan perusahaannya dengan tepat untuk mengikuti tren layanan pesan antar yang masif. Hangry juga telah sukses berkembang melalui brand dan outlet yang dimiliki. Melalui investasi ini, kami berharap dapat mendukung Hangry secara strategis dalam operasionalnya menuju tujuan ekspansi nasional dan regional mereka,” kata Managing Partner Journey Capital Partners Choo Weng Kin.

“Hangry terbukti selangkah lebih maju dari bisnis kuliner lainnya. Akuisisi brand eksternal yang baru-baru mereka lakukan yang tidak hanya inovatif untuk bisnis kuliner, tetapi juga meningkatkan kualitas model bisnis Hangry sebagai perusahaan multi-brand. Kami menantikan pertumbuhan pesat dari Hangry serta brand-brand-nya,” kata Partner Alpha JWC Ventures Eko Kurniadi.

Application Information Will Show Up Here

Klaim Profit, Startup KiriminAja Siap Perluas Pasar

Di tengah perkembangan pesat layanan e-commerce di Indonesia, startup aggregator logistik terlengkap asal Yogyakarta, KiriminAja, klaim berhasil bukukan profit di tahun pertama. 

Startup ini diketahui mengalami peningkatan sejak kemunculannya di tahun 2020 dengan raihan pendapatan kuartal pertama 2022 ini (Januari – Maret), setara dengan raihan total pendapatan di Tahun 2021. Hal ini menunjukan cukup pesatnya perkembangan KiriminAja.

Kepada DailySocial.id CEO dan Founder KiriminAja, Fariz GTJ menyebutkan, salah satu faktor pendorong bisnisnya tumbuh dengan cepat adalah platformnya hadir memberikan solusi untuk UMKM atau pebisnis online agar arus kas (cashflow) lebih baik melalui pencairan COD yang lebih cepat.

Dikawal Eks Direktur Coca Cola

Terhitung masih baru terjun sebagai pemain di sektor ekspedisi, KiriminAja tidak ingin tertinggal dan berkomitmen untuk berinovasi serta memperkuat posisinya dengan resmi menunjuk mantan Direktur Coca Cola, Budi Isman, sebagai presiden komisaris pada November tahun lalu. Bergabungnya Budi Isman diharapkan dapat membantu memberikan arahan strategis menyelesaikan masalah logistik di Indonesia.

Adapun sejauh ini Inovasi yang ditawarkan platform KiriminAja fokus untuk mempermudah pengiriman paket, di mana pengirim dapat memilih beragam ekspedisi dalam satu aplikasi dan melayani kebutuhan COD (Cash-On-Delivery) maupun Non-COD. 

Salah satu fitur unggulan yang dimiliki aggregrator ini adalah adanya pencairan dana kilat COD yakni 1×24 jam.  Pengirim pun tidak perlu repot mengantar sendiri paket yang diinginkan, cukup pesan di tempat dan kurir dari ekspedisi yang dipilih akan mengambil paket di alamat pengambilan. 

Sebagai aggregator logistik, KiriminAja memiliki ekosistem yang terintegrasi dengan berbagai pilihan mitra ekspedisi yang tergabung sehingga semakin lengkap menemukan ekspedisi terbaik. Di antaranya seperti JNE, J&T, SiCepat, AnterAja, ID Express, JX ID, dan SAP Express Courier dan sedang dalam pengembangan untuk layanan instant courier. Area pengiriman pun mampu melayani ke 26 provinsi di Indonesia. 

Dari kemudahan dan kelengkapan yang ditawarkan, saat ini pengguna KiriminAja tercatat telah mencapai lebih dari 40.000. KiriminAja yang melihat tren pertumbuhan yang baik ini menyatakan siap memperluas sayap dengan menyediakan kebutuhan lain yakni merambah pasar pengiriman luar negeri dan fulfilment.

Masa depan aggregator logistik

Aggregator logistik merupakan jasa yang menghubungkan antara penjual, pembeli serta perusahaan di bidang ekspedisi barang. Jasa ini membantu pebisnis melakukan manajemen pengiriman dengan secara tepat.

Pihak ekspedisi yang sudah disepakati akan datang mengambil pesanan penjual, penjual pun tidak perlu repot datang ke kantor pengiriman. Sangat memangkas waktu terlebih di saat bisnis penjualan sedang sibuk-sibuknya sehingga pesanan pembeli bisa di antar lebih cepat. Peranan logistik ini menjadi sangat krusial terlebih di saat permintaan pengiriman barang dari bisnis online seperti e-commerce di tanah air terus melaju pesat.  

Laporan Ken Research 2019 mengatakan, tahun 2022 ini saja konsumen e-commerce diperkirakan naik hingga mencapai 65 juta dan pasar logistik Indonesia diestimasi mencapai nilai $74.9 miliar dengan CAGR 6.0% pada 2023.  

Pun selama tiga tahun terakhir, DailySocial.id melihat nilai investasi untuk startup logistik di Indonesia juga terus mengalami pertumbuhan pesat. Hingga Juli 2021 saja, nilai pendanaan yang dikucurkan investor meningkat hampir dua kali (2x) lipat dibanding pendanaan sepanjang tahun 2020. Dari $182,9 juta menjadi $364 juta. Tentunya ini indikasi baik bagi ekosistem dan menjadi pemicu inovasi untuk memecahkan berbagai permasalahan logistik di tanah air.

 

Kinerja Bukalapak Sepanjang 2021 Disokong Pertumbuhan Bisnis Mitra

PT Bukalapak.com Tbk (IDX: BUKA) membukukan total pendapatan sebesar Rp1,9 triliun atau naik 38 persen (YoY) di sepanjang 2021. Pertumbuhan pendapatan perusahaan disokong oleh lini bisnis Mitra yang meroket sebesar 284 persen menjadi Rp764,5 miliar dari Rp198 miliar di 2020.

Berdasarkan laporan keuangan 2021, Bukalapak mencatatkan penurunan pendapatan pada dua lini bisnis lainnya. Marketplace yang merupakan kontributor pendapatan terbesar mengalami penurunan 4 persen menjadi Rp990 miliar dibandingkan periode sama tahun lalu, yakni Rp1 triliun. Pendapatan Buka Pengadaan juga merosot sebesar 5 persen menjadi Rp120 miliar di sepanjang 2021.

Rugi perusahaan juga membengkak 24 persen dari Rp1,3 triliun di periode sama 2020 menjadi Rp1,6 triliun di 2021. Kendati demikian, perusahaan menyebut telah menekan kerugian operasional sebesar 7 persen menjadi Rp 1,7 triliun di sepanjang 2021 dari sebelumnya Rp1,83 triliun.

Selain itu, Bukalapak menyebut telah berhasil menekan kerugian EBITDA sebesar 6 persen lebih baik dibandingkan 2020. Rasio kerugian EBITDA terhadap Total Processing Value (TPV) membaik menjadi 1,3 persen di sepanjang 2021 dari sebelumnya 1,9 persen.

TPV dan ATV

Bukalapak membukukan TPV sebesar Rp122,6 triliun atau naik 44 persen di 2021. Dari angka tersebut, sebesar 73 persen berasal dari transaksi di luar daerah tier 1 yang turut dipicu oleh meningkatnya digitalisasi warung dan toko ritel tradisional serta all e-commerce.

Selain itu, pertumbuhan TPV ini juga didukung oleh peningkatan jumlah transaksi sebesar 26 persen dan kenaikan sebesar 14 persen pada Average Transaction Value (TV) di sepanjang 2020 hingga 2021. Adapun, TPV Mitra Bukalapak naik 146 persen secara tahunan dengan pencapaian Rp56,2 triliun.

“Kami berkomitmen untuk fokus pada strategi agar dapat mencapai pertumbuhan yang kuat dan berkelanjutan, diiringi dengan pengelolaan yang baik terhadap biaya operasional,” demikian pernyataan manajemen Bukalapak.
Didorong oleh peningkatan jumlah transaksi sebesar 26 persen dan kenaikan 14 persen pada Average Transaction Revenue (ATV) dibandingkan 2020 (YoY).

Per akhir Desember 2021, posisi kas perusahaan tercatat sebesar Rp24,7 triliun.

Diversifikasi

Berdasarkan laporan iPrice di kuartal II 2021, Tokopedia berada di posisi teratas dengan pengunjung web bulanan terbesar di Indonesia, yakni 147,7 juta. Diikuti oleh Shopee di urutan kedua dengan 126,9 juta pengunjung web bulanan. Adapun, Bukalapak berada di posisi ketiga dengan gap yang cukup jauh dari peringkat pertama dan kedua, yakni 29,4 juta pengunjung web bulanan.

Data ini dapat mengindikasikan bahwa Bukalapak tidak memiliki posisi kuat dibandingkan dua pemain petahana yang mendominasi pasar marketplace di Indonesia. Kinerja keuangan Bukalapak juga memperlihatkan penurunan pendapatan dua lini bisnis lain dibandingkan Mitra Bukalapak yang mengantongi pertumbuhan signifikan.

Fokus Bukalapak untuk mendigitalisasi segmen warung dan UMKM di Indonesia mulai menunjukkan pencapaian positif. Survei Nielsen terhadap 1.800 warung dan 1.200 kios pulsa menyebut Mitra Bukalapak sebagai pemimpin pasar O2O dengan penetrasi sebesar 42% dibandingkan pemain O2O yang memiliki pengguna 2,5 kali lipat lebih banyak di survei ini.

Mitra Bukalapak disebut menguasai kategori grocery/bahan makanan sebesar 55% dan penetrasi produk virtual 52%. Saat ini, Mitra Bukalapak berbagai macam kategori produk, mulai dari produk fisik, virtual, keuangan, hingga produk kebutuhan sehari-hari.

Bukalapak tampaknya mulai melakukan diversifikasi layanan untuk mendorong revenue stream baru. Terlihat dari upaya akuisisi startup edtech dan pembentukan usaha patungan di kuartal pertama 2022. Menariknya, meski sudah memiliki lini marketplace, Bukalapak justru menjajal quick commerce untuk produk segar melalui usaha patungannya dengan CT Corp, yakni AlloFresh.

Selain itu, Bukalapak juga masuk ke ranah edtech dengan mengakuisisi startup Bolu pada akhir Maret 2022. Bolu membidik pembelajaran online bagi segmen komunitas, terutama yang ingin mengembangkan bisnis rumahan. Hal ini sejalan dengan upaya Bukalapak mendigitalisasi warung dan UMKM lewat Mitra.

Application Information Will Show Up Here

Xendit Dikabarkan Bidik Bank Sahabat Sampoerna

Xendit turut berpartisipasi dalam gemuruh persaingan bank digital di Indonesia. Startup yang memperoleh status unicorn tahun lalu ini dikabarkan membidik  saham mayoritas di Bank Sahabat Sampoerna. Sumber DailySocial.id menyebutkan, aksi korporasi akan dilakukan secara bertahap sampai akhirnya menguasai 51%.

DailySocial.id berusaha menghubungi perwakilan Xendit untuk meminta respons, tapi hingga berita ini diturunkan belum ada tanggapan yang diberikan.

Akuisisi tersebut disinyalir menjadi pemulus langkah perusahaan melalui aplikasi bank digitalnya, Nex. Saat ini perusahaan tengah melakukan uji coba untuk internal dan membuka daftar tunggu (waitlist) untuk umum. Fitur awal yang ditawarkan adalah bunga tahunan 6% yang dibayar setiap hari untuk tabungan, bebas biaya admin dan transfer, dan kemudahan pengiriman dan penerimaan dana. Hal yang umum ditawarkan bank digital kekinian.

Aplikasi Nex dikelola tiga pihak, yakni PT Nex Teknologi Digital, PT Sumber Digital Teknologi (iluma.ai), PT Sinar Digital Terdepan (Xendit), dan afiliasi-afiliasinya. Iluma bertugas melakukan e-KYC dan mengecekan skoring kredit yang lebih seamless. Kemungkinan besar iluma adalah bagian dari Xendit karena lokasi kantornya satu gedung dengan kantor pusat Xendit.

Sebelumnya, Xendit juga memiliki saham di BPR Xen. Mengacu di data OJK, BPR Xen (PT Bank Perkreditan Rakyat Xen) sebelumnya bernama BPR Arthakelola Cahayatama yang terletak di Depok, Jawa Barat.

Co-founder Xendit Theresa Sandra Wijaya (Tessa Wijaya) masuk sebagai pemegang saham di BPR Xen dengan kepemilikan 0,68% pada Juni 2021. Pemegang saham mayoritas dikuasai oleh PT Indo Digital Raya (99,32%). Theresa meningkatkan kepemilikannya menjadi 1% pada Desember 2021.

Tidak banyak informasi yang bisa didapat mengenai PT Indo Digital Raya ini. Namun bisa dipastikan terafiliasi perusahaan karena selokasi dengan kantor pusat Xendit. Sebelumnya, perusahaan sudah melayangkan penyangkalannya terlibat dengan BPR Xen.

“Xendit baru saja menjalin kemitraan strategis dengan PT BPR Xen, sebuah BPR yang berlokasi di Depok, Jawa Barat. PT BPR Xen dan PT Sinar Digital Terdepan merupakan dua entitas terpisah dan tidak terafiliasi secara kepemilikan,” ujar juru bicara Xendit. Mereka pun mengaku masih dalam tahap eksplorasi terkait kemitraan tersebut bagaimana dapat membawa dampak yang baik buat UMKM.

Bank Sahabat Sampoerna

Secara terpisah, dalam wawancara dengan CNBC Indonesia, Finance & Business Planning Director Bank Sahabat Sampoerna Henky Suryaputra menyampaikan bahwa perbankan tengah berusaha memenuhi ketentuan permodalan inti Rp3 triliun sampai akhir tahun ini. Opsi terdekat yang tengah dijajaki adalah menerima investor strategis baru.

“Kemungkinan besar ada beberapa investor strategis yang tertarik untuk join di Bank Sahabat Sampoerna,” ucapnya Henky pada 13 Januari 2022.

Aksi pemenuhan modal inti ini merupakan bagian dari dorongan regulator melalui POJK Nomor 12 Tahun 2020 tentang Konsolidasi Bank Umum menetapkan aturan modal inti minimal Rp3 triliun per Desember 2022.

Pada tahun lalu, Bank Sahabat Sampoerna telah memenuhi modal inti Rp2 triliun per November 2021. Penambahan ini dilakukan lewat injeksi modal secara langsung dari pemegang saham terdahulu, kehadiran investor baru, dan akumulasi dari perolehan laba. Tidak dirinci siapa investor baru tersebut karena Michael Joseph Sampoerna lewat PT Sampoerna Investama tetap menjadi pengendali bank.

Mengutip dari Kontan, mengacu pada laporan keuangan Bank Sahabat Sampoerna per September 2021 dibanding laporan per Maret 2021, ada satu investor baru, yakni Sutan Agung Mulyadi, pemiliki Serba Mulya Group, dengan kepemilikan saham 2,96%.

Pemilik mayoritas masih dikuasai PT Sampoerna Investama dengan kepemilikan 78%.

Bank Sahabat Sampoerna sendiri cukup aktif melakukan pengembangan produk digital. Sejumlah layanan fintech telah bermitra. Yang terbaru mereka bekerja sama dengan KoinWorks menghadirkan layanan KoinWorks NEO, Julo, Indodana, Kredivo (kartu kredit fisik paylater), Akulaku, dan lainnya.

Mereka juga berkolaborasi dengan berbagai perusahaan payment gateway, seperti Xendit, Instamoney, Safecash, dan Dhasatra untuk memfasilitasi berbagai transaksi digital.

Sebelumnya sejumlah platform fintech telah mengambil langkah serupa untuk menjadi pemilik bank, seperti Akulaku yang menjadi pengendali di Bank Neo Commerce, Kredivo yang menjadi pemegang saham mayoritas di Bank Bisnis Internasional, dan Ajaib yang memiliki saham terbesar di Bank Bumi Artha.

Komisaris Utama GoTo Jadi Investor AnterAja, Kuasai 10% Saham

Konglomerat Garibaldi “Boy” Thohir menambah portofolio investasi. Yang teranyar, Boy masuk menjadi investor di perusahaan logistik AnterAja. Boy Thohir sendiri adalah Komisaris Utama GoTo bersama Wishutama Kusubandio.

Menurut keterbukaan di Bursa Efek Indonesia, PT Tri Adi Bersama (AnterAja), anak usaha PT Adi Sarana Armada (ASSA) menerbitkan saham baru sejumlah 490.413 saham atau setara Rp70,55 miliar. Seluruh saham tersebut dibeli oleh pihak ketiga, yakni Boy Thohir.

“Seluruh pemegang saham TAB yang sudah ada sebelumnya, akan mengesampingkan hak pre-emptive yang dimiliki untuk mengambil bagian saham atas penerbitan saham baru tersebut,” tulis manajemen ASSA, Rabu (13/4).

Dengan dilakukannya transaksi tersebut, maka kepemilikan saham ASSA dan pemegang saham lainnya terdilusi.

Sebelum transaksi, struktur pemegang saham AnterAja adalah ASSA sebanyak 55%, PT Roda Bangun Selaras 25%, dan Time Prestige Investments Limited 20%. Setelah transaksi, kepemilikan saham menjadi ASSA 49,5%, PT Roda Bangun Selaras 22,5%, Time Prestige Investments Limited 18%, dan Garibaldi Thohir 10%.

Direksi ASSA menegaskan meskipun kepemilikan ASSA terdilusi, pihaknya tetap menjadi pengendali di TAB. “ASSA tetap menjadi pengendali di TAB karena ASSA merupakan pemegang saham terbesar di TAB.”

Sebagai catatan, Tokopedia melalui PT Semangat Bambu Runcing (SBR) awalnya pemegang saham awal di AnterAja sebesar 25%. Namun pada awal tahun lalu, dialihkan ke PT Roda Bangun Selaras (RBS). Adapun SBR ini merupakan afiliasi dari GOTO. Dalam prospektus GOTO, disampaikan bahwa SBR melakukan sejumlah investasi, salah satunya ke PT Wahana Teknologi Indonesia (WTI).

Kemudian, WTI juga melakukan berbagai investasi, salah satunya ke Roda Bambu Runcing (RBS). Selain AnterAja, RBS juga turut berinvestasi ke PT Adi Sarana Logistik (Titipaja) dengan kepemilikan 40% saham.

Kinerja AnterAja

AnterAja merupakan salah satu lini bisnis di ASSA yang memberikan kontribusi bisnis yang cukup signifikan. Dalam laporan keuangan ASSA pada tahun lalu, mencatatkan pendapatan Rp5,1 triliun naik 68% dibandingkan tahun 2020 sebesar Rp3 triliun.

Kenaikan tersebut didorong oleh pertumbuhan signifikan dari bisnis delivery express AnterAja yang berhasil mencapai pertumbuhan pendapatan 248% dan telah memberikan kontribusi laba untuk ASSA. Kenaikan pertumbuhan ini membuat AnterAja berkontribusi terhadap 54% atau senilai Rp2,8 triliun dari total pendapatan ASSA.

“Sejak awal berdiri, tren pendapatan ASSA selalu didominasi oleh bisnis rental yang diikuti oleh penjualan kendaraan bekas hingga kuartal I-2021. Kemudian, sejak kuartal II-2021, pendapatan dari lini bisnis logistik yang terdiri dari ASSA Jasa Logistik dan Anteraja berhasil meningkat melebihi kontribusi pendapatan dari lini bisnis yang lain,” ungkap Presiden Direktur ASSA Prodjo Sunarjanto sebagaimana dilansir dari Investor.id.

Application Information Will Show Up Here

Better Bite Ventures Fokus Danai Startup di Segmen Protein Alternatif, Indonesia Masuk Target Pasar Utama

Dalam pembahasan mengenai degradasi lingkungan, ilmuwan PBB menyatakan bahwa memelihara hewan untuk dimakan adalah salah satu penyebab utama masalah lingkungan yang mendesak di dunia. Setara dengan pemanasan global, degradasi lahan, polusi udara dan air, serta hilangnya keanekaragaman hayati.

Analisis dari Universitas Johns Hopkins menunjukkan bahwa produk protein alternatif dapat menghemat hingga 93% emisi gas rumah kaca, 89% air, dan 98% penggunaan lahan, dibandingkan dengan protein hewani konvensional.

Atas dasar isu dan potensi tersebut, perusahaan modal ventura yang fokus mendukung startup tahap awal Asia Pasifik (APAC) di sektor protein alternatif “Better Bite Ventures” mengumumkan peluncuran dana kelolaan senilai $15 juta. Perusahaan memiliki misi untuk mendukung para pendiri tahap awal mengembangkan alternatif penting ramah iklim untuk protein hewani dalam apa yang digambarkan sebagai ‘pasar makanan terbesar di dunia’.

Perusahaan menargetkan investasi terhadap 20-30 perusahaan di Asia Pasifik. Investasi ini akan fokus menjangkau perusahaan tahap pre-seed dan seed dengan rentang nilai $200-$700 ribu. Dana kelolaan tersebut turut didukung oleh investor impact terkemuka, manajer dana kelolaan  untuk perusahaan tahap lanjut, perusahaan konglomerat, serta pengusaha makanan dan teknologi dari Asia, AS, dan Eropa. LP terbesar datang dari Asia Tenggara.

Better Bite Ventures didirikan oleh Michal Klar dan Simon Newstead, keduanya memiliki latar belakang yang kuat dalam industri protein alternatif dengan pengalaman lebih dari 20 tahun termasuk menjalankan media Future Food Now dan podcast Vegan Startup. Selain itu, mereka juga aktif sebagai angel investor di segmen terkait. Berawal dari kesamaan visi dan misi, mereka memutuskan bahwa sudah saatnya untuk mengambil langkah lebih maju dan fokus membangun ekosistem protein alternatif di Asia Pasifik.

“Kami di sini untuk berinvestasi pada pendiri yang berani membangun unicorn teknologi pangan masa depan Asia,” ujar Michal Klar sebagai General Partner. “Sekarang adalah momentum untuk Asia. Kami percaya perusahaan dengan wawasan lokal akan mengambil peran utama di pasar yang berkembang pesat ini”.

Dalam wawancara singkat bersama tim DailySocial.id, Michal juga mengungkapkan bahwa investasi ini sangat terkait dengan dampak secara keseluruhan, namun juga tetap melihat dari sisi potensi profitabilitas dan pertumbuhannya.

Hingga saat ini, Better Bite Ventures telah berinvestasi di 10 startup regional yang mencakup keseluruhan teknologi protein alternatif, dari pertanian berbasis tanaman hingga solusi rantai pasok. Sejauh ini, dana tersebut telah disalurkan pada para pengembang solusi yang memimpin pasar Green Rebel dari Indonesia.

Fokus di pasar Indonesia

Menurut studi Boston Consulting Group baru-baru ini, pasar protein alternatif global diproyeksikan mencapai lebih dari $290 miliar pada tahun 2035, sekitar 11 persen dari total pasar protein secara keseluruhan, yang dua pertiganya disinyalir adalah kontribusi dari wilayah APAC.

Lembaga nirlaba Good Food Institute menerbitkan data yang menunjukkan bahwa lebih dari $3 miliar telah diinvestasikan ke dalam perusahaan rintisan protein alternatif pada tahun 2020, dengan perusahaan rintisan APAC menyumbang lebih dari $230 juta. Angka 2021 diperkirakan menunjukkan pertumbuhan yang lebih besar lagi.

Melihat angka tersebut, Michal meyakini potensi pertumbuhan di segmen ini ke depannya. Michal juga menyebutkan bahwa jumlah tersebut hanya sebagian kecil dari total potensi keseluruhan. “Pada dasarnya kami percaya bahwa ini adalah saat yang tepat, momentumnya sudah ada, dan Asia akan tumbuh beriringan dengan seluruh dunia. Hal ini membuat kami sangat bersemangat,” ujarnya.

Ia juga mengungkapkan bahwa Indonesia merupakan salah satu pasar terbesar dan paling menarik di Asia. Selain karena pengalamannya yang pernah lima tahun tinggal di negara ini, co-founder yang lain, Simon, juga merupakan keturunan Indonesia. Maka dari itu, mereka merasa memiliki ikatan personal dengan area ini.

Selain itu, Michal juga mengakui bahwa masyarakat Indonesia, utamanya kaum urban, memiliki pikiran yang sudah sangat terbuka untuk adopsi tren baru. Sepuluh tahun yang lalu, ungkapnya, masih sulit untuk menemukan tempat makan vegetarian di area ini. Sekarang, banyak resto yang sudah menawarkan menu tersebut.

“Saya rasa, perlahan tapi pasti, konsumen semakin berkembang. Menurut saya ada dua hal yang akan jadi penggerak industri di segmen ini. Pertama, konsumen semakin menyadari manfaatnya dari sisi kesehatan personal dan juga potensi sustainability di segmen ini,” ujarnya

Salah satu pionir di segmen protein alternatif di Indonesia adalah Green Rebel. Rintisan karya anak bangsa ini didirikan oleh Max Mandias dan Helga Angelina – pasangan aktivis praktisi pola makan sehat dan ramah lingkungan untuk di Indonesia. Mereka menjadi startup teknologi pangan pertama di Indonesia yang memproduksi daging dan keju nabati “Michal dan Simon percaya pada kami dan potensi kami sejak awal, melalui semua pasang surut” ungkap Helga Angelina, salah satu pendiri Green Rebel.

“Satu hal yang paling penting yang kami lihat pada Green Rebel adalah konsep lokal yang ditawarkan. Di antara sekian banyak restoran yang menawarkan konsep protein alternatif dengan gaya western food, Green Rebel hadir dengan pendekatan yang lebih lokal, menggunakan menu-menu tradisional,” ungkap Michal.

Vidio Miliki 62 Juta Pengguna, Perbanyak Hak Siar Olahraga untuk Tingkatkan Pelanggan Berbayar

Vidio makin percaya diri menjadi penantang lokal untuk platform over-the-top (OTT), khususnya di layanan video on-demand (VOD). Berbagai upaya dilakukan, mengingat saat ini potensi penonton VOD semakin besar di Indonesia. Menurut hasil riset terbaru The Trade Desk dan Kantar, 1 dari 3 orang Indonesia menonton OTT dengan tingkat pertumbuhan 25% yoy.

Melalui grup perusahaannya, EMTEK, Vidio akan segera menyiarkan perhelatan olahraga yang cukup signifikan peminatnya, yakni Piala Dunia dan Liga Inggris, untuk melengkapi konten-konten olahraga yang sebelumnya ada. Dinilai ini akan menjadi langkah penting dalam meningkatkan jumlah pengguna, khususnya pelanggan berbayar. Karena untuk mengakses tayangan olahraga premium tersebut pengguna harus berlangganan di paket khusus yang disediakan.

“Vidio juga terus berusaha untuk semakin memantapkan posisinya sebagai platform OTT ‘home of sports’ yang selalu menyajikan tayangan olahraga dan hiburan terbaik serta terlengkap. Vidio pun menargetkan akan terjadinya pertumbuhan eksponensial di tahun 2022 ini” ujar Managing Director Vidio Monika Rudijono kepada DailySocial.id.

Saat ini, Vidio berbagai pertandingan sepakbola dari liga-liga terbaik dunia dan lokal seperti: BRI Liga 1, Liga 2, Liga 3, LaLiga, UEFA Europa League, UEFA Champions League, hingga puncaknya World Cup Qatar 2022. Tak ketinggalan ada juga cabang olahraga basket seperti NBA dan IBL, serta tenis dalam ajang WTA (Women’s Tennis Association), hingga balap Formula 1 yang tengah berlangsung pada bulan Maret ini hingga November 2022 mendatang.

Statistik pertumbuhan bisnis

Turut disampaikan oleh Monika, hingga penutupan Q4 2021 Vidio telah mengalami peningkatan jumlah monthly active users (MAU) mencapai 62 juta pelanggan. Di antara basis penggunanya, 2,3 juta di antaranya adalah pengguna berbayar.

“Vidio menutup Q1 2022 dengan pertumbuhan pelanggan berbayar 1,9x dibandingkan Q1 2021,” imbuhnya.

Mengutip laporan Media Partner Asia Q4 2021, Vidio mendapatkan peringkat #1 untuk OTT di Indonesia, didasarkan pada MAU dan durasi tonton para penggunanya. Sementara itu untuk jumlah pelanggan berbayar, Vidio ada di peringkat #3 setelah Netflix dan Viu.

Vidio sendiri memiliki posisi yang unik, selain dengan konten berseri dan film seperti yang dimiliki Netflix, mereka juga menayangkan program live – termasuk siaran dari televisi lokal. Makin relevan lagi di saat penetrasi smart TV semakin meningkat.

Masih dari hasil riset The Trade Desk, saat ini penonton OTT dengan smartphone masih mendominasi, namun demikian penggunaan smart TV juga semakin meningkat di angka 29%. Bahkan dari survei yang dilakukan, 27% pengguna OTT berencana membeli smart TV baru dalam 6 bulan mendatang.

Strategi penguatan bisnis

Dengan varian konten yang dimiliki, Vidio tidak bergantung sepenuhnya kepada model bisnis berlangganan. Karena bagi penonton yang menikmati konten gratis, mereka juga akan disuguhkan dengan iklan layaknya di televisi tradisional. Iklan ini juga menjadi salah satu sumber pemasukan yang signifikan untuk penyelenggara OTT.

Hal ini dikarenakan preferensi pengguna OTT di Indonesia masih sangat divergen. Sebagian besar menikmati platform yang memberikan opsi gratis dengan iklan dan berbayar.

Preferensi pengguna OTT di Indonesia / The Trade Desk, Kantar

Selain meningkatkan kuantitas konten olahraga, disampaikan oleh VP Marketing Vidio Rezki Yanuar dalam sebuah wawancara, strategi yang tengah digenjot adalah melahirkan konten-konten orisinal. Di tahun 2021 sudah mulai agresif, ada 7 serial yang diproduksi dan ditayangkan.

“Persaingan OTT yang paling signifikan adalah konten. Pemasaran dan produk bagus pun percuma kalau tanpa konten yang bisa memenuhi kebutuhan pengguna. Untuk itu kami punya tiga pilar terkait konten, yakni live streaming, sports, dan serial/film orisinal,” imbuh Rezki.

Di luar konten, beberapa strategi bisnis juga digencarkan, termasuk kerja sama dengan operator telekomunikasi. Vidio ditempatkan sebagai layanan add-on untuk pelanggan. Hal ini dianggap jadi langkah efektif karena berpotensi untuk mendapatkan early adaptor lebih banyak.

Application Information Will Show Up Here