Sayurbox Umumkan Pendanaan Seri C Senilai 1,7 Triliun Rupiah

Sayurbox mengumumkan telah mendapatkan pendanaan seri C senilai $120 juta atau setara 1,7 triliun Rupiah. Putaran investasi ini dipimpin oleh Northstar dan Alpha JWC Ventures, dengan partisipasi dari International Finance Corporation (IFC). Investor sebelumnya turut terlibat, di antaranya Astra, Syngenta Group Ventures, Global Brain, dan beberapa investor lainnya.

Pendanaan seri C ini didapat kurang dari setahun setelah pendanaan Seri B senilai $15 juta yang dipimpin oleh Astra. Perolehan tersebut makin mengokohkan perusahaan di jajaran centaur lokal dengan estimasi valuasi sekitar $200 juta-$400 juta.

Dana segar yang didapat akan digunakan untuk mempercepat penetrasi layanan Sayurbox di kota-kota baru seperti Bandung dan beberapa kota lainnya, serta memperluas rantai pasokan end-to-end Sayurbox secara nasional.

Sayurbox mengatakan telah mengalami pertumbuhan eksponensial melalui penambahan produk, ekspansi cakupan wilayah dari Jabodetabek ke Surabaya dan Bali, serta membangun jaringan gudang mikro untuk layanan cepat (quick commerce) Sayurbox dan SayurKilat.

“Sayurbox didirikan dengan misi sosial untuk memberikan akses pasar kepada petani lokal melalui digitalisasi rantai pasok pertanian Indonesia. Sistem dan ekosistem yang kami kembangkan memungkinkan kami untuk memiliki visibilitas penuh dari seluruh rantai pasokan pertanian, memberikan pengalaman terbaik bagi pelanggan dalam hal pilihan produk, kesegaran, harga, dan pengiriman tepat waktu,” ujar Co-Founder & CEO Sayurbox Amanda Susanti.

Didirikan pada tahun 2017, Sayurbox kini menyediakan lebih dari 5.000 produk hasil pertanian, daging dan ikan, serta makanan jadi, dengan cakupan pengantaran di Jabodetabek, Surabaya, dan Bali. Sayurbox saat ini melayani sekitar 1 juta pelanggan serta bekerja sama dengan lebih dari 10.000 petani di seluruh Indonesia.

Online grocery di Indonesia

Sayurbox juga telah memulai model bisnis quick commerce / Sayurbox

Layanan online grocery menjadi salah satu model bisnis yang berkembang pesat selama pandemi. Mobilitas masyarakat yang terbatas membuat mereka mencari alternatif untuk mendapatkan pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari. Namun demikian, untuk memenangkan pangsa pasar online grocery bukan perkara mudah. Tantangannya mulai dari penyediaan infrastruktur, sistem rantai pasok, sampai dengan persaingan yang semakin ketat – baik dengan para pendatang baru maupun raksasa ritel sebelumnya.

“Berkembang di sektor online grocery bukanlah sesuatu yang mudah, mengingat risiko besar operasional dan logistik, serta perbedaan perilaku konsumen yang beragam. Namun, Sayurbox telah menemukan kunci dan solusi mengatasi tantangan ini dan berhasil berkembang pesat serta berkelanjutan. Sayurbox kini telah menjadi perusahaan berkelas dunia, tak kalah dengan startup-startup online grocery unggul lainnya di dunia, dengan operasional yang memungkinkan mereka mengantarkan produk segar dari petani ke konsumen hanya dalam 12 jam,” ujar Partner Alpha JWC Ventures Eko Kurniadi.

Sepanjang tahun 2022 ini, industri online grocrey di Indonesia memang menjadi lebih menarik untuk diperhatikan. Januari lalu, Kedai Sayur baru umumkan dana segar 50 miliar Rupiah dan mengokohkan diri menjadi bagian Triputra Group. Dilanjutkan CT Corp dan Bukalapak yang meluncurkan AlloFresh — terafiliasi dengan bisnis ritel Transmart. Astro dan Bananas juga bukukan pendanaan untuk penetrasi lebih dalam layanan quick commerce mereka. Terakhir Traveloka kenalkan fitur serupa online grocery sebagai bagian dari lifestyle superapp.

Menurut studi yang dilakukan L.E.K. Consulting, layanan online grocery di Indonesia nilai pasarnya telah mencapai $1 miliar di tahun 2021, diproyeksikan akan bertumbuh pesat sampai $6 miliar pada 2025 mendatang.

Potensi nilai yang besar tersebut turut dilihat raksasa teknologi lokal sebagai sebuah kesempatan. Misalnya dilakukan Blibli dengan mengakuisisi induk Ranch Market untuk perkuat penetrasi produk bahan makanan segar. GoTo sebelumnya mengakuisisi 6,74% saham jaringan ritel Hypermart untuk perkuat strategi omnichannel di kebutuhan pokok. Terakhir ada Traveloka yang mulai kenalkan fitur serupa online grocery di aplikasinya.

Application Information Will Show Up Here

SoulParking Dikabarkan Dapat Pendanaan Baru Senilai 54 Miliar Rupiah

Startup pengembang sistem manajemen parkir pintar SoulParking, dikabarkan telah mengumpulkan $3,75 juta atau sekitar 54 miliar Rupiah. Menurut data yang diinputkan ke regulator, putaran ini masuk dalam seri A dengan keterlibatan Basis Global, AC Ventures, Akohara, dan sejumlah investor lainnya.

Jumlah pendanaan kali ini disebut naik tiga kali lipat dari putaran sebelumnya pada Januari 2021. Sebelumnya, platform yang dikembangkan oleh Ilham Akbar (CEO), Andru Wijaya (CPO), Riza Aulya (COO), Unggul Depririanto (CTO), dan Kenneth Darmansjah (CFO) ini sudah mengantongi pendanaan tahap awal di tahun 2020 dari investor yang sama.

Kami sudah mencoba menghubungi jajaran manajemen dan pihak investor yang terlibat, namun sampai tulisan ini diterbitkan mereka masih enggak memberikan komentar soal investasi baru tersebut.

Soul Parking mengembangkan solusi untuk pengelolaan tempat parkir sejak  lebih dari 10 tahun lalu. Perusahaan memiliki dua lini bisnis—sistem bagi hasil antara perusahaan dan klien yang dibagikan dengan klien dengan kontrak minimal sepuluh tahu dan penjualan instalasi dengan harga yang bergantung pada kapasitas penyimpanan.

Solusi yang ditawarkan SoulParking

Di Indonesia, sepeda motor merupakan moda transportasi yang dominan, mewakili 84,5% dari semua kendaraan bermotor aktif. Namun, hanya ada sedikit tempat parkir untuk sepeda motor di kawasan pusat bisnis, mengakibatkan pengendara sering kali meninggalkan motor mereka di jalan atau di trotoar meskipun hal ini melanggar peraturan. Hal ini juga menjadi salah satu penyebab kemacetan lalu lintas di kota Jakarta.

Mengembangkan sistem penyimpanan sepeda motor kompak (CMS) yang menumpuk sepeda di atas satu sama lain untuk penyimpanan yang efisien, Struktur parkir SoulParking terdiri dari delapan lantai yang dibangun di atas lahan seluas 50 meter persegi, dan dapat menampung hingga 240 sepeda motor.

Pengguna dapat menemukan fasilitas parkir terdekat melalui aplikasi Soul Parking. Di lokasi ini, perusahaan menawarkan layanan yang mirip dengan parkir valet—memindai kode batang, dan operator akan menemui pengguna untuk mengambil sepeda motor dan menyimpannya di gudang. Ketika pengguna siap untuk mengambil sepeda motor mereka, mereka dapat menggunakan “fitur checkout awal” di aplikasi Soul Parking sehingga kendaraan mereka akan siap untuk diambil ketika mereka tiba di fasilitas penyimpanan.

Tarif parkir mulai dari Rp2.000 per jam. Soul Parking juga memiliki paket untuk pegawai kantoran mulai dari Rp6.000 selama 12 jam dan Rp140.000 selama satu bulan. Ini sesuai dengan tarif parkir rata-rata untuk sepeda motor di Jakarta. Semua lokasi dilengkapi dengan kamera keamanan, dan setiap kendaraan diasuransikan, membuat layanan lebih aman daripada parkir di badan jalan.

Solusi Soul Parking saat ini telah tersedia di 20 lokasi di Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta. Sistem CMS-nya ditempatkan di area sibuk di dekat mal dan gedung perkantoran. Selain membangun fasilitas penyimpanan ini, perusahaan juga menciptakan sistem operasi berpemilik yang mengelola komponen perangkat lunak dan perangkat kerasnya. Ini mendigitalkan fasilitas parkir yang ada, menambahkan sistem gerbang penghalang, pemindai kode batang, dan dasbor web.

Sebelumnya, Soul Parking juga sempat berpartisipasi dalam beberapa program akselerator, termasuk Startup Studio, program yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia untuk memfasilitasi startup digital yang sedang dalam proses mencapai tahap product-market fit dengan traction yang menjanjikan dan memiliki founder yang potensial. Belum lama ini, perusahaan juga menjadi salah satu dari sepuluh finalis dari Alibaba Cloud x KrASIA Global Startup Accelerator Indonesia Demo Day yang diadakan pada 21 Desember lalu.

Rencana Bisnis Insider di Indonesia Usai Meraih Gelar “Unicorn”

Awal bulan Maret 2022 lalu, Insider yang merupakan pengembang platform SaaS pemasaran, telah merampungkan pendanaan seri D senilai $121 juta (setara Rp 1,75 triliun) dipimpin oleh QIA. Investasi tersebut membuat Insider masuk ke jajaran unicorn dengan valuasi $1,22 miliar.

Sebelumnya Insider menyampaikan komitmennya untuk menggarap pasar Indonesia, termasuk dengan membangun tim lokal di sini sejak tahun 2020 lalu. Tepatnya saat perusahaan baru mengantongi pendanaan seri C sebesar $32 juta yang dipimpin oleh Riverwood Capital.

Sebagai rencana awal pasca pendanaan baru ini, Insider akan menginvestasikan Rp300 miliar selama tiga tahun ke depan untuk pasar Indonesia. Modal tambahan ini juga akan digunakan perusahaan untuk mendorong perluasan bisnis, meningkatkan teknologi inti perusahaan, dan meningkatkan penjualan lokal, dan investasi kegiatan pemasaran.

“Dengan pendanaan ini perusahaan akan menambah 3x jumlah tim mencapai sekitar 300%. Target kita adalah 50 head count di Indonesia. Saya percaya people adalah aset dan kita mengusung konsep people first untuk bisa mengembangkan bisnis,” kata Country Manager Insider Indonesia Arifin Iskandar kepada DailySocial.id.

Pandemi dorong pertumbuhan bisnis

Pandemi terbukti telah mempercepat akselerasi digital, bukan hanya untuk kalangan individu namun juga bisnis secara khusus. Jika dulunya korporasi masih enggan untuk mengadopsi digital, kini secara sukarela mereka mulai melirik berbagai platform pemasaran SaaS seperti Insider.

Saat ini sudah ada 100 perusahaan yang memanfaatkan teknologi dan layanan dari Insider. Mulai dari perusahaan yang masuk dalam kategori digital native, offline to online, hingga perusahaan baru yang sebelumnya masih belum bersedia untuk mengadopsi kegiatan pemasaran mereka secara online. Semua industri pun saat ini sudah menjadi target dari Insider.

“Saat ini bisa dibilang kita sudah sangat diverse dari sisi industri apa yang kami targetkan. Dulu mungkin kami lebih tertarik kepada perusahaan yang digital native, namun saat ini kami melihat banyak perusahaan yang sebelumnya hanya fokus di offline dan tertarik untuk menyasar online juga sudah menjadi target dari kami,” kata Arifin.

Disinggung seperti apa strategi Insider untuk bisa bersaing dengan pemain asing hingga lokal yang menawarkan layanan dan teknologi yang serupa, Arifin menegaskan dengan pengalaman perusahaan yang sudah berdiri sejak tahun 2012 lalu, mereka mengklaim bisa memberikan the best practice untuk masing-masing klien mereka dari sisi teknologi dan kebutuhan lainnya.

Berkantor pusat di Singapura, Asia Tenggara telah menjadi pasar utama bagi Insider sejak didirikan, dikarenakan Insider pertama kali berekspansi ke 11 wilayah di Asia termasuk Indonesia, Korea, Hong Kong, Sydney, Taiwan, dan Vietnam sebelum Eropa, LATAM, dan AS. Insider ini telah melayani beberapa brand terbesar di APAC termasuk Singapore Airlines, Watsons, Garuda Indonesia, Telkomsel, dan Adidas.

Pemanfaatan data, machine learning, dan AI

Untuk mendukung perusahaan memberikan layanan yang relevan, Insider memanfaatkan data serta penerapan teknologi AI dan machine learning. Proses tersebut yang diklaim sudah menjadi the right foundation bagi Insider dengan mengawali semua dari data, yang mereka dapatkan dari consumer behaviour yang dapat di track dari digital enabler atau digital operator. Selain itu data tersebut juga bisa dikombinasikan dengan data yang sudah ada di sistim legacy.

“Contohnya sebelum pandemi ketika program loyalty dilancarkan sebagai upaya untuk memberikan reward kepada pelanggan, pada umumnya mereka harus datang ke toko atau mall kemudian mendaftar untuk melakukan pembelian. Data tersebut bisa kita gabungkan. Nantinya Insider akan menggunakan teknologi AI dan machine learning untuk bisa menilai customer lifetime,” kata Arifin.

Konsumen saat ini rata-rata terlibat secara digital dengan brand di enam saluran atau lebih. Pemasar ditantang untuk terlibat dengan pelanggan di saluran pilihan mereka saat mereka paling aktif. Platform bertenaga AI Insider menyatukan serangkaian kemampuan personalisasi paling luas dengan
saluran pesan yang muncul seperti WhatsApp, Facebook, RCS, dan SMS.

“Media sosial di Indonesia masih menjadi tools terbaik untuk kegiatan pemasaran. Facebook dan Instagram memiliki jumlah sangat besar di Indonesia dan menjadi channel pilihan untuk kegiatan pemasaran, namun demikian Insider juga memiliki opsi lain di luar media sosial,” kata Arifin.

Kejora-SBI Orbit Fund Kembali Pimpin Pendanaan ke SWAP Energy

Setelah sebelumnya telah menerima pendanaan awal tahun 2021 lalu, SWAP Energy perusahaan teknologi yang membangun infrastruktur pertukaran baterai di Indonesia, kembali menerima pendanaan tahapan pra-seri A yang kembali dipimpin oleh Kejora-SBI Orbit. Di putaran ini sejumlah pemodal ventura turut partisipasi, di antaranya Baramulti Group, Living Lab Ventures (afiliasi dari Sinar Mas Group), New Energy Nexus Indonesia, dan beberapa investor lainnya.

Memanfaatkan dana segar ini, SWAP akan mempercepat adopsi kendaraan listrik dan mendukung pemerintah Indonesia untuk mencapai target 13 juta sepeda motor listrik di jalan pada tahun 2030. Saat ini SWAP telah bermitra dengan Lazada Logistics, Pos Indonesia, Alfamart, Circle K, dan akan terus mengembangkan kerja sama dengan banyak pihak.

“Terima kasih kepada para investor untuk kepercayaannya pada SWAP. Melalui pendanaan pra-seri A yang oversubscribed ini, kami dapat memperluas jangkauan SWAP Station dan mengakselerasi adopsi motor listrik di kota-kota besar, ” kata Co-Founder & CEO SWAP Energy Irwan Tjahaja.

Tercatat saat ini SWAP telah memiliki lebih dari 400 swap station yang ditempatkan di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek), dan Bali. Sampai akhir tahun 2022, mereka berencana menempatkan lebih dari 1500 stasiun pengisian baterai di beberapa kota besar di Indonesia. Selain itu pihaknya juga akan menjadi teknologi pertukaran baterai pilihan untuk SMOOT dan merek motor listrik lainnya di Indonesia.

“Dengan prinsip tukar baterai, para pengusaha tidak perlu khawatir akan downtime akibat pengisian baterai hingga berjam-jam. Proses kilat ‘Swap and Go’ 9 detik ini akan sangat menguntungkan operasional perusahaan, mitra logistik, dan juga para penggunanya. Melalui pendanaan ini, kami percaya SWAP dan ekosistemnya dapat menjadi pemain kunci di infrastruktur tukar baterai dan mempercepat adopsi motor listrik di Indonesia” kata Fund Director Kejora-SBI Orbit Billy Boen.

Kembangkan ekosistem SWAP

Teknologi IoT milik SWAP menghubungkan motor listrik dengan baterai dan SWAP Station sehingga memberikan banyak manfaat bagi pengendaranya, memudahkan dalam melihat status sepeda motor listriknya, melakukan top-up kilometer, bahkan untuk tujuan keamanan, motor listrik dapat dimatikan dari jarak jauh hanya melalui aplikasi SWAP.

Secara khusus terdapat tiga hal yang menjadi prioritas utama SWAP Energy saat ini. Di antaranya adalah infrastruktur yang kuat, pengalaman berkendara yang menyenangkan, dan aftersales service yang terbaik. Keberhasilan konsep ini sebelumnya telah diuji melalui SMOOT – merek motor listrik pertama di Indonesia yang menggunakan sistem tukar baterai dari SWAP.

“Kami terus mengembangkan ekosistem SWAP dan keseluruhan asetnya; mulai dari baterai, SWAP Station, dan aplikasi SWAP sehingga merek motor listrik lainnya dapat segera menggunakan infrastruktur kami. Saat ini pun kami sedang berdiskusi dengan beberapa merek motor listrik lainnya untuk mengadopsi ekosistem SWAP,” kata Irwan.

Terkait motor listrik, sejumlah inisiatif mulai dikenalkan. Di antaranya oleh ION Mobility dengan inovasi kendaraan listrik — mereka akan memiliki pusat produksi di Jakarta. Kemudian NFC dan SiCepat juga telah buat infrastruktur untuk distribusi motor listrik lokal Volta. Tak mau kalah, Gojek juga jalin kemitraan strategis dengan sejumlah inovator motor listrik, di antaranya Gogoro dan TBS.

Application Information Will Show Up Here

Finblox Hadirkan Platform Manajemen Aset Kripto, Bukukan Pendanaan 56 Miliar Rupiah

Platform pengelolaan aset kripto asal Hong Kong, Finblox, berhasil membukukan pendanaan awal senilai $3,9 juta atau setara 56  miliar Rupiah. Perusahaan memiliki fokus utama untuk menyederhanakan pengelolaan aset kripto di lebih dari 100 pasar berkembang.

Putaran ini ditutup dalam dua periode, melibatkan investor strategis dan dana kelolaan yang berfokus pada crypto dan fintech seperti Dragonfly Capital, Sequoia Capital India, Three Arrows Capital, Saison Capital, MSA Capital, Coinfund, Venturra Discovery, Kyros Ventures, First Check Ventures, Rasio Ventures, pendiri Coins.ph Ron Hose, pendiri Xfers Tianwei Liu, dan pendiri Lifepal Giacomo Ficari.

Dana segar yang didapat dari putaran ini akan digunakan untuk mempercepat pertumbuhan platform, termasuk mengembangkan talenta di tim teknis dan produk. Selain itu, sebagian dana juga akan digunakan untuk mempercepat proses pemenuhan regulasi, inisiatif pemasaran, dan edukasi pasar.

Layanan Finblox

Finblox berfokus pada penyediaan layanan pengelolaan aset yang mudah dan aman ke stablecoin dan aset kripto populer di pasar negara berkembang seperti Axie Infinity dan Polygon. Platform ini memungkinkan pengguna untuk secara pasif mendapatkan hasil atas aset mereka dan tidak memiliki batasan pada saldo minimum atau periode penarikan.

Sejak diluncurkan pada bulan Desember 2021, platform ini sudah tersedia untuk pengguna di lebih dari 100 negara. Perusahaan juga disebut telah mengalami pertumbuhan empat kali lipat dalam aset yang dikelola sejak awal 2022, dan 90% pengguna terdaftarnya berasal dari negara berkembang, sebagian besar Asia Tenggara. Selain itu, suku bunga yang ditawarkan diklaim sebagai yang tertinggi yang tersedia di ruang aset digital.

Sebagai tambahan informasi, pengguna Finblox dijanjikan bisa mendapatkan 15% persentase hasil tahunan pada USD Coin, stablecoin yang dipatok ke dolar Amerika Serikat. Aplikasi ini juga menawarkan hasil hingga 90% pada cryptocurrency utama lainnya seperti Bitcoin, Ethereum, Solana, Avalanche, dan Axie Infinity. Pengembalian dimungkinkan melalui kemitraan Finblox dengan peminjam institusi kripto yang mapan dan protokol keuangan terdesentralisasi yang tepercaya.

Perusahaan ini didirikan oleh veteran Peter Hoang dan Dmitriy Paunin. Peter sendiri dikenal sebagai pendiri aplikasi perdagangan saham Gotrade, yang didukung oleh Y Combinator. Sementara Dmitriy Paunin adalah Chief Technology Officer di Coins.ph, perusahaan trading di Asia Tenggara berbasis di Filipina yang telah mengumpulkan lebih dari 16 juta pengguna.

CEO Finblox Peter Hoang  mengungkapkan, “Visi inti kami adalah mendemokratisasi pembangunan kekayaan untuk semua, dan menyediakan akses mudah ke keuangan terdesentralisasi adalah langkah pertama. Selain tarif terdepan di pasar dan pembayaran harian, yang membedakan kami adalah fokus pada penyederhanaan pengalaman crypto on-ramp dengan cara yang aman dan terjamin, dan menyediakan konten pendidikan yang memberdayakan pengguna Finblox untuk memegang aset jangka panjang alih-alih berdagang mereka.”

Terkait keamanan, aset pengguna dijamin dan diasuransikan oleh Fireblocks Inc. (“Fireblocks”), penjaga aset digital bersertifikat. Selain itu, sistem ini juga dilindungi oleh platform asuransi kripto Coincover. Perusahaan ini dikenal dengan Keamanan Informasi yang mendalam di sektor tekfin dan telah membangun platform yang tahan terhadap sebagian besar masalah yang dapat dihadapi pelanggan saat bekerja dengan aset digital.

“Menjalankan platform yang cepat namun aman adalah tujuan utama kami, dan kami akan selalu mengutamakan kebutuhan dan keamanan pelanggan kami di atas prioritas kami. Saya sangat bangga dengan seberapa cepat kami membawa tim insinyur dan profesional kelas atas untuk mengembangkan sistem yang memanfaatkan kekuatan teknologi blockchain dan mitra institusional yang paling tepercaya,” tambah Dmitriy Paunin, CTO Finblox.

Fokus di pasar Indonesia

Inflasi yang tinggi dan suku bunga deposito bank yang rendah telah memicu lonjakan besar dalam adopsi kripto di seluruh dunia, yang mencapai lebih dari 880% pada tahun 2021 saja. Vietnam, India, Filipina, Brasil, dan pasar negara berkembang lainnya menempati peringkat tertinggi dalam indeks adopsi kripto global tahun lalu. Namun, hanya sebagian kecil dari populasi global yang terpapar kripto. Mengingat keberhasilan adopsi meskipun kesadaran terbatas, ini merupakan peluang pertumbuhan besar untuk aplikasi seperti Finblox di negara berkembang.

Partner Dragonfly Capital Mia Deng mengungkapkan, “Asia Tenggara telah berkembang menjadi salah satu pasar paling aktif selama setahun terakhir, namun infrastruktur produk masih kurang untuk mendukung permintaan yang berkembang pesat. Kami percaya apa yang Peter dan Dmitriy bangun di Finblox akan memberikan kontribusi yang berarti bagi ekosistem kripto di Asia Tenggara.”

Terkait fokusnya di Indonesia, Peter menuturkan bahwa sebagai perusahaan crypto, Finblox bersaing dalam skala global, bukan hanya pasar negara berkembang. Indonesia menjadi salah satu yang menjadi target utama di wilayah Asia Tenggara karena potensinya yang sangat besar.

Menurut laporan startup edukasi blockchain Australia Coinformant, Indonesia telah memimpin dari sisi minat kripto pada tahun 2021. Dalam laporan tersebut, Indonesia mencapai skor minat kripto tertinggi dengan 5,73 dari 10, mengalahkan negara lain dalam kombinasi empat faktor termasuk jumlah pencarian Google, jumlah artikel kripto yang diterbitkan, peningkatan tingkat keterlibatan dan kepemilikan kripto. Chile berada di peringkat kedua dengan skor 5,26, diikuti Argentina dengan skor 4,79.

Platform ini diklaim menawarkan imbalan hasil tertinggi yang tersedia pada koin-koin utama seperti USD Coin, Bitcoin, Ethereum, dan Polygon. Dalam hal fokus pada kawasan berkembang seperti Asia Tenggara, Finblox juga mengklaim sebagai satu-satunya platform yang menawarkan hasil tertinggi pada XSGD dan XIDRstablecoin yang masing-masing dipatok ke dolar Singapura dan rupiah Indonesia.

Dalam wawancara melalui singkat dengan DailySocial.id, Peter juga mengungkapkan salah satu proposisi nilai yang ditawarkan Finblox yang membedakannya dengan pemain lain adalah fokusnya pada edukasi pengguna dimana Finblox memberdayakan pengguna untuk menanam aset jangka panjang alih-alih memperdagangkannya.

Terkait regulasi, Finblox mengaku berusaha memberikan layanan terbaik dengan tetap mengikuti ketentuan yang berlaku. Untuk Indonesia dan Singapura, Finblox telah bermitra dengan Xfers, yang berlisensi dari Monetary Authority of Singapore untuk penerbitan uang elektronik. Xfers juga memiliki izin Penyelenggara Transfer Dana dari Bank Indonesia.

“Di wilayah berkembang seperti Asia Tenggara, penting sekali untuk solusi manajemen kekayaan yang disesuaikan dengan perilaku konsumen – Finblox adalah solusinya. Peter dan Dmitriy adalah pendiri dengan rekam jejak di sektor fintech dan kripto tradisional dan telah membuktikan bahwa mereka tahu apa yang dapat mendorong kesuksesan pasar,” papar Chris Sirise, Partner di Saison Capital.

Di Indonesia sebelumnya juga ada Nobi yang fokus membantu pengguna meningkatkan nilai aset kripto mereka. Layanan yang diunggulkan berupa Nobi Strategy, Savings, dan Staking. Baru-baru ini Nobi bukukan pendanaan awal 57 miliar Rupiah dipimpin oleh AC Ventures.

Application Information Will Show Up Here

Startup Logistik B2B “Envio” Kantongi Pendanaan Awal

Startup logistik B2B Envio mengantongi pendanaan tahap awal (pre-seed) dengan nominal yang dirahasiakan dari Antler, Iterative, dan sejumlah angel investor lainnya. Pendanaan ini akan digunakan untuk mengakselerasi pertumbuhan bisnis Envio di 2022.

Envio didirikan oleh Richard Cahyanto dan Alif Amri Suri pada 2021 yang masing-masing kini mengambil posisi sebagai CEO dan CTO. Menggabungkan pengalamannya di logistik selama 20 tahun, Richard dan Alif membangun Envio sebagai solusi logistik digital bagi segmen UMKM hingga menengah ke atas. 

“Dengan pendanaan ini, kami akan menjangkau lebih banyak mitra operator logistik di berbagai vertikal. Kami juga akan mengembangkan teknologi lewat solusi logistik digital terbaik bagi para mitra bisnis kami,” ungkap Founder dan CEO Envio Richard Cahyanto dalam keterangan resminya.

Envio memiliki ekosistem logistik terintegrasi dengan berbagai pilihan moda transportasi dalam satu tempat, sehingga dapat meningkatkan efisiensi kebutuhan logistik pengguna. Saat ini mereka mengoperasikan 35 moda transportasi udara dan laut, 5000 moda transportasi darat, dan 50 pengelolaan gudang dan penyediaan barang di seluruh Indonesia. 

Integrasi ini memungkinkan Envio untuk meningkatkan jangkauan logistik ke seluruh Indonesia dan menurunkan waktu pengiriman hingga lebih dari delapan jam. Dengan begitu, pengantaran barang lebih cepat sampai ke tangan penerima. Pengguna juga dapat memantau proses pengiriman secara real-time dan mendapatkan laporan analisis pengiriman.

Partner di Antler Subir Lohani menambahkan bahwa pihaknya terkesan dengan cara Envio mendigitalisasi sistem logistik untuk menghadirkan layanan end-to-end yang lebih cepat dan efisien bagi mitra bisnisnya. “Kami meyakini inovasi tersebut dapat mendorong pertumbuhan Envio secara signifikan dan menjadi standar baru dalam layanan logistik digital B2B,” tutur Subir. 

Tren e-commerce dan instant culture

Berdasarkan laporan e-Conomy SEA 2021, pertumbuhan e-commerce di Indonesia terus meningkat sebesar 49% dibandingkan 2020. Kemudian, sebesar 65% masyarakat berbelanja kebutuhan sehari-hari melalui platform digital (e-grocery).

Dari paparan tersebut, Richard menilai potensi industri logistik masih sangat besar. Hal ini turut dipicu oleh maraknya tren instant culture di kalangan konsumen retail maupun bisnis yang digerakkan oleh industri e-commerce dan turunannya, seperti e-grocery dan quick commerce. Layanan ini sangat bergantung dengan jaringan logistik yang kuat.

Salah satu alasan Envio masuk ke B2B adalah karena industri logistik dan supply chain bagi pelaku B2B identik dengan kompleksitas tinggi dengan banyaknya keterlibatan komponen penggerak, seperti operator, subkontraktor, hingga pergudangan.

Pendanaan startup logistik di Indonesia / DailySocial.id
Pendanaan startup logistik di Indonesia / DailySocial.id

Penyedia layanan logistik dituntut beradaptasi demi menjawab kebutuhan atas kecepatan layanan yang semakin tinggi. Untuk itu, Envio berupaya menghadirkan pengalaman bertransaksi secara cepat dan real-time sebagaimana pengalaman berbelanja di e-commerce pada umumnya.

Saat ini Envio telah melayani lebih dari 30 mitra bisnis untuk logistik nasional, melalui delapan kantor cabang yang tersebar di Indonesia.

“Kami yakin langkah awal lewat pendanaan ini dapat mendorong Envio untuk membangun infrastruktur inovatif sebagai salah satu kekuatan pendorong utama ekonomi. Kami akan membangun ekosistem logistik generasi berikutnya dengan memanfaatkan teknologi dan kemitraan strategi dengan menghubungkan bisnis ke kapasitas logistik, analitik, dan konsumen,” tambah Richard.

Berdasarkan laporan Ken Research, pasar logistik Indonesia diestimasi mencapai nilai $200,3 miliar dengan CAGR 7,9% pada 2024. Nilai ini sudah termasuk untuk bisnis angkutan barang, pengiriman barang, warehouse, express and parcel (CEP), hingga cold chain logistic.

wagely Umumkan Pendanaan Pra-Seri A 119 Miliar Rupiah Dipimpin East Ventures

Setelah umumkan pendanaan awal $5,6 juta pada pertengahan tahun lalu, platform Earned Wage Access (EWA) wagely kini mengumumkan putaran pendanaan pra-seri A. Kali ini nilainya mencapai $8,3 juta atau setara 119 miliar Rupiah. East Ventures (Growth Fund) memimpin pendanaan ini dengan partisipasi Central Capital Ventura, Integra Partners, Asian Development Bank, Global Founders Capital, Trihill Capital, Blauwpark Partners, dan 1982 Ventures.

Dari seluruh putaran yang ada, total dana yang berhasil dikumpulkan wagely mencapai $14 juta — dalam kurun waktu kurang dari 2 tahun.

Seperti diketahui, layanan wagely memungkinkan karyawan perusahaan untuk mencairkan gajinya lebih awal untuk berbagai kepentingan mendesak. Selain di Indonesia, mereka turut melayani pasar Bangladesh.

Sejak 2021, wagely mengklaim mendapatkan pertumbuhan sampai 10x lipat yoy. Pertumbuhan ini didukung kemitraan bersama deretan perusahaan besar di Indonesia termasuk British American Tobacco, Ranch Market, Adaro Energy, dan Medco Energi.

Situasi pandemi yang masih berlangsung memperburuk keadaan ekonomi yang dihadapi oleh para pekerja berpenghasilan rendah dan menengah, sehingga banyak perusahaan membutuhkan solusi untuk membantu mengurangi tekanan finansial dari banyak pekerjanya.

Platform EWA di Indonesia

Berbagai layanan EWA bermunculan akhir-akhir ini, mulai dari startup yang spesifik seperti wagely, Gajiku, GajiGesa, Kini, dan GetPaid; hingga sub layanan dari platform fintech Halogaji (Halofina), KoinGaji (KoinWorks), dan Flex (Mekari).

Semua tujuannya sama, memberikan fleksibilitas kepada pekerja untuk mengakses gajinya lebih dini. Lebih detail tentang cikal-bakal layanan EWA telah kami bahas di artikel ini: Konsep Earned Wage Access Menormalisasi Pembayaran Gaji di Muka.

Produk EWA dari wagely memungkinkan pekerja dari perusahaan yang menjadi mitra wagely untuk mengakses sebagian dari gaji yang mereka peroleh secara real-time yang terhitung dari total jumlah hari mereka telah bekerja. Konsep ini dinilai telah terbukti berhasil di beberapa pasar dunia dan telah diadopsi oleh beberapa organisasi terkemuka di antaranya Walmart, Pizza Hut, dan Visa, untuk mengurangi pergantian karyawan, menambah produktivitas, dan meningkatkan penghematan biaya bisnis.

“Kami bangga telah berhasil beroperasi di dua pasar terbesar di wilayah Asia yang mempekerjakan lebih dari 150 juta pekerja. Akses instan dalam memperoleh gaji kini memainkan peran penting bagi para pengusaha dalam mengurangi pembiayaan, meningkatkan produktivitas, serta memberi kesejahteraan bagi pekerja,” ujar Co-Founder & CEO wagely Tobias Fischer.

Managing Partner East Ventures Roderick Purwana, mengatakan, “Dengan pertumbuhan pesat dari wagely dalam beberapa kuartal terakhir, kami yakin wagely akan menjadi mitra pilihan bagi banyak perusahaan besar yang berkomitmen untuk mengadakan perubahan dalam kesejahteraan finansial para pekerja di Indonesia dan sekitarnya. Kami sangat antusias dalam mendukung Tobias, Didi, Kevin, dan tim wagely, karena mereka telah memperbaiki kehidupan jutaan pekerja di seluruh wilayah Asia, di mana lebih dari 75% penduduknya hidup dan bergantung dari gaji ke gaji.”

Application Information Will Show Up Here

AwanTunai Scores Series A3 Funding in the Form of Equity and Debt

AwanTunai fintech lending service has received another funding. Based on the data submitted to the regulator, the value is around $8.5 million or equivalent to 121.5 billion Rupiah. Several investors participated, including International Finance Corporation (IFC), Global Brain, Insignia Ventures, OCBC NISP Ventures, and others.

DailySocial.id confirmed with AwanTunai’s Co-Founder & CEO Dino Setiawan about the new funding, which was part of the Series A3. He also explained that the investment consisted of two types, equity funding and loan (debt facilities). The above value is equity funding, while the debt facility is yet to be disclosed.

In this round, IFC became the largest contributor around 50% of the total value of equity funding. The participation of a financial institution under the World Bank in AwanTunai’s funding round adds to the list of its portfolio in Indonesia. Previously, IFC also invested in PasarPolis, ASSA, and eFishery. Part of its mission is to seek impactful investment projects, such as to increase financial inclusion and digitalization in the real sector.

AwanTunai announced a series A2 funding of $56.2 million (over 811 billion Rupiah) in equity and loan facilities in mid-2021. Equity funding of $11.2 million was provided by new investors BRI Ventures and OCBC NISP Ventura, as well as participation from previous investors, including Insignia Ventures and Global Brains.

AwanTunai specializes in supply chain financing, targeting micro-enterprises in the regions. As of June 2021, the company has collaborated with more than 160 supplier partners to help traditional wholesalers digitize and finance their businesses. AwanTunai has served more than 8,000 micro merchants as users, with an increasing number of users coming from tier 2 and 3 cities in Indonesia.

AwanTunai Bukukan Pendanaan Seri A3, Berbentuk Ekuitas dan Debt

Layanan fintech lending AwanTunai kembali mendapatkan pendanaan. Berdasarkan data yang diinputkan ke regulator, nilainya berkisar $8,5 juta atau setara 121,5 miliar Rupiah. Sejumlah investor turut terlibat, termasuk International Finance Corporation (IFC), Global Brain, Insignia Ventures, OCBC NISP Ventures, dan beberapa lainnya.

Ketika dihubungi DailySocial.id, Co-Founder & CEO AwanTunai Dino Setiawan membenarkan adanya pendanaan baru tersebut, yang masuk dalam seri A3. Ia juga menjelaskan, bahwa investasi yang didapat terdiri dari dua jenis, yakni pendanaan ekuitas dan fasilitas pinjaman (debt facility). Untuk nilai di atas adalah pendanaan ekuitas, sementara debt facility belum disebutkan nilainya.

Di putaran ini, IFC menjadi penopang dana terbesar, menyubang sekitar 50% dari total nilai pendanaan ekuitas yang didapat. Masuknya institusi keuangan di bawah Bank Dunia tersebut di AwanTunai menambah daftar portofolionya di Indonesia. Sebelumnya IFC juga berinvestasi ke PasarPolis, ASSA, dan eFishery. Sebagian misinya untuk mencari proyek investasi berdampak, seperti untuk meningkatkan inklusi keuangan dan digitalisasi di sektor riil.

AwanTunai mengumumkan pendanaan seri A2 senilai $56,2 juta (lebih dari 811 miliar Rupiah) dalam bentuk ekuitas dan fasilitas pinjaman pada pertengahan tahun 2021 lalu. Pendanaan ekuitas sebesar $11,2 juta diberikan oleh investor baru BRI Ventures dan OCBC NISP Ventura, serta partisipasi dari investor sebelumnya, antara lain Insignia Ventures dan Global Brains.

Spesialisasi AwanTunai adalah pada pembiayaan rantai pasok, menyasar kalangan pelaku usaha mikro di daerah. Hingga Juni 2021, perusahaan telah bekerja sama dengan lebih dari 160 mitra supplier untuk membantu pedagang grosir tradisional melakukan digitalisasi dan pembiayaan usaha mereka.  AwanTunai telah melayani lebih dari 8.000 pedagang mikro sebagai pengguna, dengan peningkatan jumlah pengguna yang berasal dari kota tier 2 dan 3 di Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

Zenius Receives Follow on Funding from MDI Ventures

Zenius edtech startup today (7/3) announced follow on funding from MDI Ventures with an undisclosed amount. In total, Zenius is said to have raised over $40 million (more than 576 billion Rupiah) from its investors. Past investors (Northstar Group, Alpha JWC Ventures, Openspace Ventures) and new investor (Beacon Venture Capital as a venture capital company owned by Kasikorn Bank Thailand) also joined the round.

It is not clear whether this fresh money will classified into a new round or continue the Pre-Series B round last year.

In an official statement, Zenius’ CEO, Rohan Monga said this funding will support the company’s further development and expansion of the learning ecosystem Zenius will be focused on improving personalized learning experiences by increasing students’ learning motivation.

“Through our latest acquisition network, Primagama, we will expand reach to increase the impact we have in education. We strongly believe that a hybrid learning model, which is a combination of offline and online, will provide the best results for students,” Monga said.

He said, backed by strategic investors such as MDI Ventures, the company is capable to expand its network of partnerships and service distribution to have a bigger and deeper impact on Indonesian education.

“Zenius has a proven track record of making an educational impact in Indonesia. Was founded in 2004, Zenius has now developed a comprehensive learning ecosystem,” MDI Ventures’ CEO, Donald Wihardja said.

Since 2004, Zenius has helped more than 1.5 million alumni to get into their state/dream university. Last year, seven out of 10 Zenius’ premium users passed the Computer-Based Written Examination (UTBK), while Zenius’ income increased fourfold, one of which was due to “Live Class” feature.

Following the Primagama acquisition, Zenius completed its learning ecosystem by collaborating with Disney for the elementary school segment, as well as developing ZenPro, a platform for the professional or lifelong learning segment.

“Zenius is a collaborative player. We are confident to realize our mission in creating a smarter, brighter, and cooler Indonesia’s young generation through collaboration, partnership, and synergy with various stakeholders, such as MDI, with the same vision, advancing education in Indonesia,” Rohan said.

Market competition and value proposition

Indonesia’s edtech sector is rapidly growing, especially since the pandemic. There are two players currently dominating the market, Ruangguru and Zenius, with nearly similar sub-product variants.

Zenius always highlight one thing, it is on the material side. Instead of inviting students to just memorize, Zenius emphasized on understanding fundamental concepts and critical thinking through various case studies.

Apart from Zenius and Ruangguru, several edtech platforms also creating maneuvers. Most recently, CoLearn has just secured 244 billion Series A funding. The app focuses on math and science subjects, helping students solve their homework independently. Also, there are Pahamify, Squline, and others.

Primagama’s presence in Zenius’ line of business has the potential to strengthen its value proposition if it truly succeeds in wrapping up a hybrid learning experience – this could also be the first in Indonesia.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here