Ayoconnect Kantongi Pendanaan Seri B Senilai 215 Miliar Rupiah

Setelah mengantongi pendanaan pra-seri B senilai $10 juta pada akhir tahun 2021 lalu, ​​Ayoconnect kembali mengumumkan pendanaan untuk putaran seri B mereka. Kali ini nilai investasi yang didapat senilai $15 juta (setara dengan Rp215 miliar). Putaran teranyar ini dipimpin oleh Tiger Global, firma modal ventura yang juga berinvestasi di JD, Microsoft, dan Amazon.

Putaran pendanaan ini juga mendapatkan partisipasi dari perusahaan payment gateway global PayU dan firma manajemen investasi Alto Partners, serta investor individual Jerry Ng (Presiden Komisaris Bank Jago) dan William Hockey (salah satu pendiri perusahaan fintech Plaid).

Selanjutnya Ayoconnect akan menggunakan dana segar dari putaran pendanaan ini untuk mengembangkan inovasi  serta meluncurkan produk-produk baru, di antaranya API Direct Debit. API Direct Debit besutan Ayoconnect memungkinkan perusahaan ritel menghadirkan fitur pembayaran melalui pendebitan otomatis dari rekening pembeli dari enam bank ternama di Indonesia.

Fitur ini diyakini akan semakin meningkatkan kenyamanan pembeli, karena pembeli tidak perlu lagi melakukan transfer manual atau pun memasukkan informasi kartu debit atau kredit saat bertransaksi. Saat ini, Ayoconnect sedang menjalani proses diskusi untuk merangkul lebih banyak institusi finansial ke dalam ekosistemnya.

Dalam rilis yang diterima oleh DailySocial.id, Co-Founder & CEO Ayoconnect Jakob Rost mengungkapkan, pengalaman perusahaannya dalam membangun infrastruktur finansial di Indonesia selama enam tahun telah menjadikannya sebagai platform open finance kokoh dan paling dibutuhkan di Indonesia.

“Ayoconnect ingin membangun ekosistem terlengkap yang dapat mendukung pertumbuhan bisnis perusahaan berbagai skala, baik yang sudah berdiri sejak lama hingga calon tech unicorn di masa depan. Kami bangga atas kepercayaan yang telah diberikan oleh investor-investor terbesar di dunia untuk mewujudkan visi kami.”

Pertumbuhan bisnis

Sebagai platform open finance, saat ini Ayoconnect telah memiliki 500 juta API hit setiap tahunnya. Solusi API yang Ayoconnect bangun telah digunakan oleh lebih dari 200 perusahaan, termasuk di antaranya institusi finansial dan perusahaan teknologi terkemuka di Indonesia.

Kerja sama resmi dijalin dengan bank-bank besar di Indonesia juga memungkinkan Ayoconnect untuk menyediakan layanan data alternatif yang mencakup informasi keuangan pelanggan—baik yang sudah memiliki akses ke layanan perbankan (banked) maupun yang belum (unbanked)—untuk membantu perusahaan membuat keputusan yang lebih tepat serta menghadirkan layanan keuangan terpersonalisasi bagi pelanggannya.

Ayoconnect didirikan sejak tahun 2016 oleh Jacob bersama dua rekannya Chiragh Kirpalani (Co-Founder dan COO) dan Adi Vora (Co-Founder dan CTO) dengan fokus membangun solusi berbasis API untuk pembayaran tagihan dan produk digital lainnya. Kini perusahaan menyediakan layanan API untuk berbagai kebutuhan, yang mereka sebut sebagai API Full Stack (meliputi: Financial APIs, Bill APIs, Open Finance APIs, dan Insights APIs).

Platform open finance di Indonesia

Potensi yang dapat dihasilkan oleh platform open finance memang sangat besar di tengah pertumbuhan pesan bisnis fintech di Indonesia. Sederhananya, melalui platform open finance memungkinkan berbagai pengembang aplikasi digital untuk menyediakan kapabilitas fintech di dalam layanannya (embedded).

Selain Ayoconnect, saat ini terdapat beberapa pemain lain yang juga menghadirkan solusi open finance, yakni Brick, Brankas, Finantier, dan lain-lain. Brankas sendiri awal tahun ini juga mengumumkan perolehan pendanaan seri B senilai 287 miliar Rupiah yang dipimpin Insignia Ventures. Sementara Finantier telah mendapatkan dukungan dari Y Combinator, East Ventures, dan sejumlah investor lainnya.

Di sisi regulasi, ekosistem open finance juga turut didukung dengan adanya standardisasi Open API yang tahun lalu diresmikan oleh bank Indonesia. Ini menjadi tonggak penting, mengingat para pengembang platform menjajakan solusinya melalui sambungan API kepada para pelanggannya.

Pandu Sjahrir Pimpin Pendanaan Awal Startup AI Lokal “Pensieve”

Startup pengembang platform kecerdasan buatan “Pensieve” mengumumkan perolehan pendanaan angel round dari sekelompok investor individu dengan nominal dirahasiakan. Pandu Sjahrir memimpin putaran ini, diikuti sejumlah angel lain dari Indonesia, Singapura, dan Brunei Darussalam yang tidak disebutkan identitasnya.

Solusi Pensieve adalah perangkat lunak workflow engine berbasis AI untuk membantu institusi pemerintahan dan korporasi mengoptimalkan performa bisnis dengan pengambilan keputusan yang lebih baik. Proses kerjanya mulai dari integrasi/pengelolaan data, implementasi engine pengambilan keputusan, hingga menampilkan hasil rekomendasi ke dalam sebuah aplikasi yang mudah dibaca pengguna.

Pensieve berencana menggunakan pendanaan tersebut untuk mempercepat pengembangan produk dan memperluas pasarnya di Asia Tenggara. Dalam waktu kurang dari satu tahun, Pensieve telah berkembang dengan tim di Indonesia, Singapura, dan India.

Startup ini didirikan sejak 2021 oleh Farina Situmorang (CEO). Mereka memiliki misi untuk memberdayakan berbagai organisasi dan perusahaan berskala besar agar mampu bertransformasi melalui perangkat lunak yang didukung oleh AI. Farina percaya bahwa banyak organisasi yang masih belum dapat menggunakan data yang dimiliki secara optimal.

“Kami membangun platform operasional berbasis AI yang mampu menciptakan alur kerja dan pengambilan keputusan yang lebih baik dalam berbagai organisasi berskala besar,” jelas Farina.

Potensi besar yang ingin diraup

Menurut analisis Kearney, penerapan kecerdasan buatan dapat memiliki dampak keseluruhan yang signifikan dalam operasional suatu sistem bisnis. Secara umum diproyeksi dapat meningkatkan 10 hingga 18 persen dalam PDB di seluruh Asia Tenggara pada tahun 2030, setara dengan sekitar $1 triliun. Data tersebut mengindikasikan bahwa pengembangan serta penyebaran AI berada pada titik tertinggi sepanjang masa dan Pensieve siap menjadi ujung tombak transformasi digital di Asia Tenggara.

“Pensieve memiliki landasan yang sangat kuat dan saya merasa sangat beruntung bersama dengan rekan-rekan angel investor lainnya dapat berpartisipasi dalam angel round ini. Saya berharap Pensieve bisa menjadi perusahaan yang semakin banyak berkontribusi kepada negara dan mampu menjadi perusahaan besar yang bisa ekspansi di Asia Tenggara,” sambut Pandu Sjahrir.

Pensieve percaya bahwa ada peluang yang besar di Asia Tenggara. “Kami percaya bahwa dengan lebih banyak dukungan untuk pertumbuhan Pensieve, kami dapat membantu organisasi-organisasi di Asia Tenggara yang menghadapi masalah yang sama dan membutuhkan use cases yang serupa dengan yang telah kami lihat di Indonesia,” tambah Farina.

Startup AI dari Indonesia

Sejumlah startup dari founder lokal telah hadir dengan solusi berbasis AI untuk berbagai kebutuhan berbeda. Beberapa di antaranya juga sudah mendapatkan pendanaan dari investor. Misalnya Datasaur, startup yang fokus menyediakan layanan pelabelan data untuk membantu bisnis mengembangkan basis data yang lebih relevan dan intuitif. Startup ini telah didanai oleh Y Combinator, GDP Venture, dan sejumlah investor lainnya.

Ada juga Konvergen.ai, mengembangkan teknologi kecerdasan buatan untuk kebutuhan penangkapan data (data capture) – merujuk pada proses koleksi data dari dokumen kertas atau digital dengan menggunakan komponen optical character recognition (OCR). Untuk penerapan yang lebih spesifik, ada Qlue dan Nodeflux, solusinya membantu memperbaiki pelayanan di sektor publik dan menghadirkan solusi berbasis kota pintar.

Di tingkatan yang lebih mendasar, teknologi AI memang telah banyak diimplementasikan untuk mengefisiensikan proses bisnis suatu perusahaan – khususnya digital. Ambil contoh, para platform fintech yang memanfaatkan teknologi AI berupa machine learning untuk melakukan fraud detection. Dengan munculnya banyak startup di kategori ini, harapannya tentu terciptanya ekosistem teknologi cerdas yang dapat memberikan banyak manfaat untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat luas melalui berbagai efisiensi yang dihadirkan.

Mendorong Literasi Kesehatan Mental Melalui Platform Konseling Online

Tak dapat dimungkiri, pandemi Covid-19 menjadi salah satu faktor yang memicu gangguan kesehatan mental (mental health) masyarakat Indonesia. Berdasarkan laporan Kementerian Kesehatan di sepanjang 2020, sebanyak 18.373 orang mengalami gangguan kecemasan, lebih dari 23.000 mengalami depresi, dan 1.193 orang melakukan percobaan bunuh diri.

Meningkatnya kesadaran terhadap pentingnya kesehatan mental sejak beberapa tahun terakhir mulai dimanfaatkan oleh sejumlah pelaku startup untuk membantu menghubungkan masyarakat dengan ahli psikolog melalui teknologi.

Di antaranya adalah platform Kalbu yang didirikan oleh Founder & Chief Visionary Officer Iman Hanggautomo karena tergerak untuk meningkatkan kesehatan mental di Indonesia, terutama bagi anak-anak.

Pada sesi #SelasaStartup, memaparkan berbagai insight menarik dari Iman terkait upayanya memperkenalkan literasi kesehatan mental dan menjangkau masyarakat yang membutuhkan pertolongan.

Kesehatan mental saat pandemi

Iman menilai, kesehatan mental dulu masih dianggap sebagai sesuatu yang tabu di kalangan masyarakat Indonesia. Bisa jadi dikarenakan kesehatan mental tidak diajari dalam sistem pendidikan. Menurutnya, sektor sekolah menjadi jalan masuk yang tepat untuk memperkenalkannya

“Kami berkolaborasi dengan sekolah untuk meningkatkan literasi kesehatan mental sejak dini karena platform-platform semacam ini tidak dapat berjalan sendiri. Ini juga yang tengah diupayakan Kalbu untuk menjadikan kesehatan mental sebagai kurikulum sekolah,” tuturnya.

Berkaca dari situasi beberapa tahun terakhir ini, Iman menilai kesehatan mental mulai menjadi salah isu yang paling sering dibicarakan. Sejumlah kasus yang memicu gangguan mental terjadi selama pandemi Covid-19. Di antaranya, ungkap Iman, angka perceraian naik 15% sehingga banyak permintaan konseling untuk pasangan. Kemudian, kekerasan orang tua terhadap anak meningkat sebesar 42%.

Orang tua mengalami burn out karena aktivitas kerja dari rumah (WFH) yang membuat tidak ada batas antara jam kerja dan waktu di rumah. Belum lagi, mereka harus beres-beres rumah dan menemani anak sekolah (home learning). Mental anak pun ikut drop.

“Kita harus sukses dalam menjalankan aspek kerja, hubungan, hobi, dan self- reward sehingga hidup bisa berkualitas. Jadi jangan coba menolong diri sendiri, seek professional. Pentingnya platform ini agar masyarakat tidak self-diagnose. Kesehatan mental bukan untuk anak saja, tetapi orang tua,” tambahnya.

Lebih efektif dan optimal

Dalam mendorong penggunaan platform konseling online, Iman berupaya melakukan edukasi kepada pengguna dan psikolog bahwa konseling secara online sama optimalnya dengan konvensional. Salah satunya melalui sejumlah program edukasi, seperti workshop.

Dari sudut pandang psikolog, konseling online dapat membantu mereka yang selama ini memiliki keterbatasan akses. Bisa jadi karena lokasi jauh dan harganya lebih mahal apabila melakukan konseling tatap muka (offline).

Dengan dukungan teknologi, psikolog dapat mengadakan sesi konseling online dengan pengguna melalui video call. Menurut Iman, konseling bisa saja dilakukan melalui telepon, tetapi kurang efektif karena psikolog tidak dapat mengobservasi mimik muka dan ekspresi si pengguna.

“Pada konseling konvensional, biasanya psikolog akan menggali masalah. Namun, saya melihat konseling online punya efektivitas tersendiri. Pengguna mengisi consent form ketika mendaftar dan mereka bisa isi apa masalahnya. Dari situ, psikolog lebih mudah menyiapkan solusi pada pertemuan pertamanya karena mereka sudah punya semacam kisi-kisi dari consent form,” ujarnya.

Dari sudut pandang pengguna, konseling online lebih terjangkau dan efisien karena mereka tidak perlu menghabiskan waktu di jalan. Penyedia platform dapat mengurangi sejumlah biaya sehingga harga konseling bisa lebih murah. Dengan kata lain, platform ini memungkinkan siapa saja untuk memakai.

Hambatan konseling online

Terlepas dari efektivitasnya, Iman melihat tetap ada hambatan ketika konseling online. Beberapa di antaranya adalah potensi pengguna melakukan aktivitas lain ketika sesi (multitasking) sehingga menyulitkan mereka untuk fokus. Bisa saja sambil mengecek pekerjaan kantor. Faktor lain yang menghambat adalah kestabilan koneksi internet.

“Tapi kami sudah menyiapkan langkah mitigasi melalui code of conduct kepada pengguna. Misalnya mereka harus berada di ruangan private dan tidak memikirkan hal lain agar lebih fokus,” paparnya.

Di Kalbu sendiri, Iman mengungkap bahwa pihaknya tengah meningkatkan sejumlah aspek, seperti tampilan website, fitur baru, dan aplikasi mobile, untuk meningkatkan kualitas layanan konseling.

“Semenjak akhir 2021, kami lihat gangguan dan kesehatan mental semakin menjamur, khususnya di kalangan anak muda dan generasi Z. Banyak yang bahas anxiety, depresi, dan impostor syndrome di media sosial. Apabila sudah ada demand, supply saja semakin banyak, artinya ekosistemnya mulai matang.”

Setelah Thailand, Giliran Malaysia Terima Pembayaran dengan QRIS

Bank Indonesia (BI) memperluas kerja sama QRIS antarnegara dengan Bank Negara Malaysia (BNM), ditandai dengan diluncurkannya uji coba interkoneksi pembayaran antarnegara menggunakan QR Code antara Malaysia dan Indonesia.

Sebelumnya, pada pertengahan 2021 BI telah melakukan uji coba dengan regulator Thailand untuk menerapkan QRIS antarnegara secara komersil penuh pada kuartal I 2022.

Inisiatif tersebut terselenggara berkat kerja sama berbagai pemangku kepentingan kedua belah negara di bawah supervisi bersama BI dan BNM, yaitu Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI), RAJA (Rintis, Artajasa, Jalin, Alto), dan Payments Network Malaysia Sdn Bhd (PayNet) sebagai switching. Kemudian, bank setelment, yaitu Bank Mandiri, BNI, CIMB Bank Berhad, serta peserta uji coba lainnya yang merupakan Penyedia Jasa Pembayaran, baik bank maupun nonbank dari kedua negara.

Deputi Gubernur BI Doni P Joewono mengatakan melalui inisiatif ini, masyarakat di wilayah Indonesia dan Malaysia dapat melakukan pembayaran ritel dengan menggunakan QR Code pembayaran nasional di Indonesia, yaitu QRIS atau QR Code Pembayaran Malaysia, yaitu DuitNow, pada merchant offline dan online.

Kerja sama ini diawali dengan fase uji coba dan menuju peluncuran fase komersial sepenuhnya pada kuartal III 2022. “Kerja sama ini akan diperluas di masa mendatang dan mendukung pengiriman uang antarnegara secara real-time antara Indonesia dan Malaysia,” ucap dia dalam keterangan resmi, Kamis (27/1).

Lebih lanjut, dia mengatakan inisiatif ini merupakan salah satu wujud implementasi Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia 2025. Di sisi lain, Bank Indonesia menyadari pentingnya interkoneksi pembayaran antarnegara dan akan terus memperluas inisiatif tersebut. Tujuannya untuk memberikan kemudahan dan memperluas pilihan pembayaran bagi masyarakat di kedua negara.

“Pada akhirnya bertujuan untuk meningkatkan efisiensi transaksi, mendukung digitalisasi perdagangan dan investasi, serta memperkuat stabilitas makroekonomi dengan mempromosikan penggunaan Local Currency Settlement/LCS (penyelesaian transaksi dengan mata uang lokal) secara lebih luas.”

Penggunaan direct quotation nilai tukar mata uang lokal yang disediakan oleh bank-bank Appointed Cross Currency Dealer (ACCD) di bawah kerangka LCS akan meningkatkan efisiensi transaksi, sehingga biaya transaksi menjadi lebih murah. Dengan kata lain, nasabah tetap menggunakan Rupiah dengan sistem QR walau sedang di luar negeri. Mereka dapat berhemat karena tidak ada lagi biaya dan komisi, seperti biaya kurs.

Sementara itu, Deputi Gubernur BNM Jessica Chew Cheng Lian mengatakan, interkoneksi QR Code pembayaran antarnegara ini menandai tonggak penting dalam sejarah panjang kolaborasi antara Indonesia dan Malaysia.

“Perkembangan ini merupakan sebuah langkah besar untuk mewujudkan visi menciptakan jaringan sistem pembayaran ritel yang cepat dan efisien di ASEAN, yang pada akhirnya akan mengakselerasi transformasi digital dan integrasi keuangan untuk kepentingan individu maupun bisnis,” terang Jessica.

Terwujudnya interkoneksi dan interoperabilitas QR Code pembayaran nasional antara Indonesia dan Malaysia menjadi tonggak baru dalam memfasilitasi aktivitas masyarakat kedua negara, khususnya bagi wisatawan. Indonesia dan Malaysia mencatat jumlah pelancong dengan rata-rata 5,6 juta kedatangan tiap tahunnya sebelum pandemi.

Juga, sejalan dengan agenda prioritas Presidensi G20 Indonesia terkait Cross-border Payments Roadmap dalam upaya menjaga momentum yang diinisiasi sejak dua periode Presidensi G20 sebelumnya untuk mengatasi tantangan pembayaran antarnegara.

Secara terpisah, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan BI akan menjajaki Singapura dan Arab Saudi untuk perluasan QRIS antarnegara. “Kami juga sudah mulai kerja sama dengan Thailand, Malaysia dan kemungkinan juga dengan Singapura dan Saudi. Kami akan terus memperluas kerja sama QRIS,” ucapnya dalam raker Komisi XI DPR RI mengutip dari CNBC Indonesia.

Transaksi QRIS di domestik

Di pasar domestik, Bank Indonesia mencatat nilai transaksi QRIS mencapai Rp23 triliun dari 1 Januari sampai 14 Desember 2021. Realisasi ini berasal dari 316 juta transaksi pada periode yang sama. Adapun dari segi pengguna disebutkan telah mencapai lebih dari 13 juta merchant, melampaui dari target awal sebesar 12 juta merchant, mayoritas merupakan UMKM.

Pada tahun ini, BI akan terus mengembangkan fitur QRIS. Salah satunya adalah perluasan penyediaan QR Code untuk pembeli atau customer presented mode (CPM). Sebelumnya, QR Code disediakan oleh merchant atau merchant presented mode (MPM).

Berikutnya, QRIS dapat digunakan oleh para pengguna bukan hanya untuk transfer uang, tapi juga bisa digunakan saat tarik dan setor tunai, serta meningkatkan plaforn maksimal transaksi QRIS dari Rp2 juta menjadi Rp5 juta, tujuannya untuk meningkatkan transaksi di merchant menengah dan besar di pusat perbelanjaan.

BCA Menambah Dana Kelolaan Central Capital Ventura Senilai Rp400 Miliar

PT Bank Central Asia Tbk (IDX: BBCA) akan mengalokasikan dana sebesar Rp400 miliar ke Central Capital Ventura (CCV) untuk mendukung upaya investasi ke ekosistem startup. Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja menyebutkan bahwa CCV telah berinvestasi ke 26 startup hingga saat ini.

Dalam konferensi pers paparan kinerja BCA 2021, Jahja mengatakan bahwa dana tersebut digunakan untuk menambah portofolio startup berkualitas bagus dan dapat menghasilkan keuntungan nantinya.

“Kami memberikan wewenang kepada CCV untuk menentukan bidang mana yang akan dimasuki,” ujar Jahja seperti dikutip dari Katadata.

Sebagai informasi, CCV dibentuk sebagai perpanjangan investasi BCA untuk mendukung pengembangan inovasi digital di lingkup perusahaan. CCV memiliki misi untuk menciptakan kolaborasi antara BCA dan portofolio, terutama peluang embedded finance.

Pada awal pendirian CCV di 2017, BCA menyuntik dana sebesar Rp200 miliar dengan fokus utama pada vertikal fintech. Beberapa portofolio CCV antara lain Akseleran, Qoala, dan Oy!.

Berdasarkan laporan kinerja di 2020, CCV telah menyalurkan investasi sebesar Rp157 miliar atau naik 20% dari Rp119,3 miliar di tahun sebelumnya. CCV juga mengantongi laba operasional sebesar Rp1,71 miliar dari kerugian Rp1,7 miliar di 2019.

Selain CCV, BCA mendirikan bank digital baru BCA Digital yang berfokus sebagai tech incubator dan memperluas ekosistem yang sudah dimiliki oleh induk usaha. BCA Digital resmi berdiri pada pertengahan 2021 dengan meluncurkan aplikasi mobile banking “blu”.

Gerak CVC di 2021

Berdasarkan catatan kami, sejumlah corporate venture capital (CVC) di Indonesia masih aktif berinvestasi ke startup di sepanjang 2021. Tahun lalu juga ada kemunculan CVC baru bentukan PT Bank BTPN Tbk (IDX: BTPN) dan PT Bank BTPN Syariah Tbk (IDX: BTPS), yakni BTPNS Ventura.

Menariknya, kami melihat beberapa CVC di antaranya mulai menghadirkan inisiatif berbeda selain menambah dana kelolaan baru. Misalnya, MDI Ventures memperkenalkan platform eMerge untuk menghubungkan jaringan angel investor dan startup di Indonesia.

Ada juga kolaborasi MDI Ventures bersama platform pertukaran mata uang kripto Binance untuk membentuk konsorsium melalui joint venture. Kolaborasi ini dilakukan untuk mengembangkan platform pertukaran aset digital di Indonesia.

Corporate Venture Capital (CVC) di Indonesia / Sumber: DS Research

Kemudian, BRI Ventures juga mulai melebarkan vertikal investasinya dengan mendirikan Tokocrypto Sembrani Blockchain Accelerator (TSBA) bersama Tokocrypto. Tujuannya adalah memberdayakan proyek startup dengan teknologi blockchain dan tokenisasi di Indonesia.

Tak kalah penting, tahun lalu Pemerintah meluncurkan Merah Putih Fund (MPF) sebagai upaya untuk mendorong akselerasi inovasi, potensi digital, dan startup di Indonesia. Pemerintah melibatkan sebanyak lima BUMN meliputi Telkom, Telkomsel, Mandiri, BRI, dan BNI untuk mengelola MPF dengan dana kelolaan fase awal sebesar Rp4,3 triliun.

SayaKaya Resmi Meluncur, Mencoba Hadirkan Diferensiasi dari Aplikasi Investasi Lain

Kesempatan pemain wealthtech untuk menggarap pasar Indonesia memang masih menjanjikan. Rasio investor di pasar modal dengan total populasi orang Indonesia masih jauh dibandingkan negara-negara tetangga. Kendati begitu, perlu diferensiasi yang menonjol agar mampu menarik pengguna baru dari target yang dibidik.

SayaKaya menjadi pemain baru yang bermain di aplikasi wealthtech dengan kelas aset reksa dana sebagai penawaran perdananya. Alasan perusahaan masuk ke kelas aset reksa dana, tak lain karena terjadi peningkatan jumlah investor reksa dana hingga 55% yoy menjadi 4,93 juta orang per Juni 2021.

Startup ini merupakan bagian Sucor Group, yang memiliki unit bisnis di sekuritas (Sucor Sekuritas) dan manajer investasi (Sucor Asset Management). Secara status di OJK, telah terdaftar sebagai APERD sejak Oktober 2021. Di dalam grup sendiri, platform digital yang sudah dihadirkan adalah SPOT (Sucor Personal Online Trading) sebagai platform trading saham yang dimiliki oleh Sucor Sekuritas.

Masuknya perusahaan investasi ke platform digital tentunya menjadi suatu hal yang menarik, mengingat harus bersaing dengan startup yang notabenenya lebih adaptif dan lincah dalam berinovasi. Kendati demikian, CEO SayaKaya Jessica Wijaya mengungkapkan rasa optimisnya terhadap nilai lebih yang ditawarkan SayaKaya.

“SayaKaya merupakan bagian dari Sucor dengan mengambil nilai dari Sucor yaitu mengedepankan edukasi investasi dan memberikan WOW experience. Nilai tersebutlah yang menjadikan SayaKaya mengutamakan edukasi yang mudah diserap dan menyenangkan untuk meningkatkan literasi, dan memberikan WOW experience bagi pengguna selama berinvestasi,” ucap Jessica saat dihubungi DailySocial.id, Rabu (26/1).

Dia bilang, generasi muda saat ini masih memiliki tingkat literasi keuangan yang relatif rendah, meskipun sudah tech-savvy. Mengutip dari OJK, kalangan usia 18-25 tahun hanya memiliki tingkat literasi sebesar 31,1%, sedangkan usia 25-35 tahun tingkat literasinya sedikit lebih tinggi, yaitu 33,5%. Oleh karenanya, kalangan usia 18-45 tahun menjadi target utama yang dibidik SayaKaya. Target yang kurang lebih sama dengan pemain wealthtech lainnya.

“Oleh karena itu, SayaKaya hadir tidak hanya menjadi sarana jual-beli produk reksa dana, tetapi juga memberikan edukasi untuk meningkatkan literasi investasi tersebut agar masyarakat Indonesia terhindar dari investasi bodong, serta semakin sadar untuk mempersiapkan dana pensiun atau dana darurat melalui investasi.”

Dia melanjutkan sebagai diferensiasi dibandingkan pemain lainnya, ada beberapa poin yang ia unggulkan dari SayaKaya. Pertama, dari sisi produk reksa dana terkurasi dengan tujuan para pengguna baru yang masih awam dengan dunia investasi tidak perlu pusing memilih produk mana yang terbaik buat mereka.

Sejauh ini, SayaKaya telah memiliki lebih dari 20 produk reksa dana, mayoritas dari reksa dana konvensional dan syariah. Produk-produk tersebut berasal dari beberapa manajer investasi yang telah menunjukkan konsistensi kinerja baik, seperti Sucor Asset Management, Trimegah Asset Management, dan Syailendra Capital. Produk ini dapat dibeli mulai dari Rp100 ribu, bahkan rencananya akan jauh dipermudah akses masuknya menjadi Rp10 ribu.

Menurutnya, reksa dana jenis ini memiliki kemudahan untuk diversifikasi aset, yang mana investasi akan disebar ke beberapa instrumen menggunakan perhitungan dan analisa dari profesional manajer investasi. Dengan demikian, fluktuasi dari masing-masing aset akan saling terkompensasi dan investor akan mendapatkan imbal hasil yang optimal.

“Kami enggak akan banyak-banyak menyediakan produk karena untuk memudahkan investor, kalau semakin banyak akan semakin sulit makanya kami selektif sekali. Ke depannya, kami hanya akan tambah empat MI, satu MI dari BUMN, dan dua dari MI asing,” tambah CMO SayaKaya Prita Ilham Poempida saat konferensi pers.

Berikutnya, adalah mengedepankan sisi sentuhan manusia (human touch) dalam rangka mengedepankan hubungan emosional. Para pengguna dapat menghubungi tim sebagai tim customer experience melalui sambungan telepon. Berkaitan dengan itu pula, SayaKaya berencana menyediakan konsultasi keuangan pribadi dengan financial planner berlisensi.

“Contoh implementasi human touch SayaKaya lainnya adalah dengan adanya komunitas #OrangKayaBenar yang selama ini sudah belajar dan berkembang bersama selama dua tahun ke belakang di platform media sosial kami, seperti Instagram dan Telegram,” sambung Jessica.

Ketiga, adanya program loyalitas, yang dapat dimanfaatkan pengguna untuk mengumpulkan poin melalui berinvestasi dan mendapatkan hadiah dari pengumpulan poin tersebut, demi menarik minat pengguna dalam berinvestasi.

Jessica menargetkan setidaknya pada tahun ini SayaKaya dapat memiliki 200 ribu pengguna aktif. Sayangnya tidak disebutkan target dana kelolaannya. “Kami harap dengan edukasi, pengembangan aplikasi dan program promo yang kami siapkan dapat membantu meningkatkan kepercayaan diri masyarakat Indonesia dalam mengelola keuangan dan berinvestasi. Untuk saat ini, kami tidak bisa menyebutkan target AUM,” tutupnya.

Aplikasi wealthtech lainnya

Dari hasil penelusuran kami, saat ini ada sejumlah aplikasi yang menawarkan layanan investasi dengan beragam instrumen, berikut ini daftarnya:

No Aplikasi wealthtech Emas Reksa Dana Saham Uang kripto Securities crowdfunding
1 Bareksa
2 Pluang
3 Tanamduit
4 Raiz Invest
5 E-mas
6 Lakuemas
7 Treasury
8 Indogold
9 Tamasia
10 Bibit
11 Ajaib
12 Ipot
13 Invisee
14 XDana
15 Stockbit
16 Halofina
17 Fundtastic
18 Santara
19 Bizhare
20 LandX
21 Crowddana
22 Indodax
23 Tokocrypto
24 Pintu
25 Luno
Application Information Will Show Up Here

Startup EWA Gajiku Raih Pendanaan Awal 16 Miliar Rupiah

Startup earned wage access (EWA) dan platform SDM Gajiku mengumumkan perolehan investasi tahap awal sebesar $1,1 juta (sekitar 16 miliar Rupiah). Putaran ini dipimpin oleh AC Ventures, dengan partisipasi dari Agung Ventures, Monk’s Hill Ventures Scouts Program, Sampoerna, dan beberapa angel investor Indonesia.

Dana segar akan dimanfaatkan untuk pengembangan produk, mendorong penjualan dan pengembangan bisnis untuk mendatangkan pengguna baru, fokus pada perusahaan besar, dan meningkatkan jumlah karyawan di semua fungsi.

Startup ini didirikan pada Januari 2021 oleh sejumlah founder, termasuk Sherman Tanuwidjaja (CEO), dengan pengalaman yang mendalam dalam mengembangkan teknologi yang fokus pada solusi SDM untuk klien besar termasuk Temasek; dan Herry Gunawan (CTO), yang sebelumnya menjabat sebagai Head of Engineering di Ruangguru dan Lead Engineer di Tokopedia.

Platform Gajiku

Gajiku merupakan penyedia solusi penggajian dan manajemen pegawai yang memungkinkan karyawan mengakses gaji sesuai permintaan melalui pendekatan yang berpusat pada pemberi kerja. Gajiku menawarkan rangkaian lengkap proses manajemen karyawan untuk kehadiran, pencairan gaji, dan pelacakan KPI, membantu pemberi kerja mendigitalkan sumber daya manusia dan operasi akuntansi mereka.

Perusahaan umumnya bekerja sama dengan korporasi besar, seperti perusahaan ritel dan manufaktur besar dengan rata-rata lebih dari 1.500 karyawan per perusahaan. 90% dari karyawan terdaftar di Gajiku bertransaksi setidaknya satu bulan sekali melalui kemitraan dengan konglomerat dan perusahaan Indonesia.

Gajiku biasanya digunakan oleh perusahaan padat karya yang mempekerjakan ribuan pekerja kerah biru, yang sebagian besar dianggap tidak memiliki rekening bank dan mungkin bekerja dalam pengaturan informal. Literasi keuangan yang rendah di antara pekerja kerah biru Indonesia telah membuat mereka sangat rentan terhadap rentenir dan pemberi pinjaman predator lainnya.

Para pekerja ini kemungkinan besar hidup dari gaji ke gaji atau cenderung menghilang di tempat kerja karena tekanan keuangan yang sangat besar. Dengan menawarkan layanan penggajian sesuai permintaan Gajiku, pemberi kerja dapat memberikan penyelamat bagi karyawan, membantu mereka meringankan tekanan keuangan dan mengurangi pergantian karyawan.

Dengan menggabungkan akses upah yang diperoleh dengan sumber daya manusia dan layanan pembiayaan, Gajiku mampu menyediakan rangkaian lengkap layanan yang meningkatkan efisiensi bisnis, mengurangi pergantian karyawan, dan memberikan kesejahteraan finansial bagi kelas pekerja Indonesia.

“Tenaga kerja kerah biru Indonesia memiliki potensi yang sangat besar, bila dibantu dengan alat dan kesempatan yang tepat untuk berkembang. Dengan semakin banyaknya bisnis yang melihat Indonesia sebagai bagian dari rantai pasokan global, kami bekerja sama dengan pemberi kerja untuk meningkatkan manajemen karyawan, sekaligus memastikan bahwa karyawan mereka berada dalam posisi keuangan terbaik untuk sukses,” ucap Co-founder dan CEO Gajiku Sherman Tanuwidjaja dalam keterangan resmi, Kamis (27/1).

Managing Partner AC Ventures Adrian Li menambahkan, mengingat pekerja Indonesia sering menandatangani perjanjian informal, manajemen karyawan merupakan prioritas utama bagi bisnis dalam meningkatkan efisiensi dan mengurangi pergantian.

Dia percaya bahwa pendekatan yang berpusat pada perusahaan oleh Gajiku akan memungkinkan para pemberi kerja untuk memberikan dampak positif bagi sebagian besar karyawan melalui akses upah yang lebih awal (EWA) dan kemungkinan layanan keuangan lainnya. “Kami sangat bersemangat untuk mendukung tim Gajiku saat mereka mengubah cara masuk yang besar prises mengelola karyawannya di Indonesia,” kata Li.

Faktor pendorong kehadiran EWA

Di Indonesia sendiri, sudah ada beberapa startup yang spesifik menyediakan solusi EWA. Mereka adalah GajiGesa, Gigacover, wagely, KoinGaji (dari KoinWorks), dan HaloGaji (dari Halofina). Kehadiran EWA ini merupakan adopsi dari solusi serupa yang sebelumnya sudah hadir di negara maju.

Faktor pendorongnya, karena uang adalah sumber utama faktor stres di Indonesia, mengutip dari Health Living Index yang diterbitkan oleh AIA. Keuangan rumah tangga menyebabkan orang Indonesia lebih stres daripada pekerjaan, hubungan, atau bahkan kesehatan fisik mereka.

Survei global lainnya yang diselenggarakan PwC pada 2019 menemukan bahwa sebanyak 67% pekerja melaporkan berjuang pada tekanan finansial, yang berarti lebih dari dua pertiga populasi pekerja rentan terhadap migrain, depresi, dan kecemasan. Banyak penelitian menyoroti efek stres keuangan karyawan terhadap kinerja bisnis.

Menurut PwC, pekerja menghabiskan tiga jam atau lebih per minggu untuk fokus pada masalah keuangan daripada pekerjaan mereka. Dari karyawan yang melaporkan stres keuangan, sebanyak 12% kehilangan pekerjaan karena masalah tersebut, dan 31% merasa produktivitas mereka terpengaruh. Satu dari tiga pekerja mengaku kurang produktif di tempat kerja karena stres finansial.

PwC memperkirakan bahwa untuk sebuah perusahaan dengan 10.000 pekerja, semua masalah yang berkaitan dengan tekanan keuangan ini dapat menelan biaya hingga $3,3 juta dalam satu tahun.

Di Indonesia sendiri, pekerja kelas menengah ke bawah masih mendominasi dari kelas pekerja. Bank Dunia mencatat dari total 85 juta penerima pendapatan yang meliputi, pegawai, pekerja kasual, dan wiraswasta, hanya 13 juta pekerja atau 15% yang memiliki pendapatan cukup untuk membiayai kehidupan kelas menengah dengan empat anggota keluarga.

Dari kelompok tersebut, hanya 3,5 juta atau 4% pekerja dengan pendapatan setara kelas menengah sekaligus menikmati manfaat sosial secara utuh dan memiliki status pegawai tetap.

Aruna Umumkan Tambahan Pendanaan Seri A 431 Miliar Rupiah

Aruna mengumumkan perolehan pendanaan tambahan untuk putaran seri A senilai $30 juta atau sekitar 431 miliar Rupiah yang dipimpin Vertex Ventures. Turut bergabung sejumlah investor sebelumnya seperti Prosus Ventures, AC Ventures, East Ventures (Growth Fund), Indogen Capital, SMDV, dan SIG Venture Capital.

Investasi baru ini membawakan total pendanaan seri A yang dihimpun Aruna mencapai $65 juta atau senilai 934 miliar Rupiah. Menurut data yang kami peroleh, saat ini valuasi Aruna sudah berada di kisaran lebih dari $200 juta.

Dana segar akan dimanfaatkan untuk menggenjot ekspansi ke berbagai daerah di Indonesia, sembari meningkatkan market share Aruna di pasar global. Selain itu, perusahaan akan memanfaatkan dana untuk merekrut talenta lokal dalam membangun teknologi dan infrastruktur perikanan berkelanjutan dari hulu ke hilir.

“Putaran pendanaan tambahan ini membuktikan kepercayaan investor kepada potensi Indonesia sebagai negara maritim terbesar sekaligus membuktikan kiprah Aruna sebagai pionir di sektor ini. Aruna berkomitmen untuk terus membangun dampak yang lebih luas bagi Indonesia, khususnya masyarakat pesisir,” ujar Co-Founder & CEO Aruna Farid Naufal Aslam.

Ia melanjutkan, “Ini sejalan dengan agenda pemerintah dalam mendorong perekonomian yang inklusif serta berkelanjutan dengan mendorong implementasi teknologi di seluruh penjuru tanah air. Visi kami adalah menargetkan Indonesia sebagai poros maritim dunia dan kami berharap bisa mencapai ini dengan revolusi rantai pasok perikanan, membangun inklusi keuangan dan mendorong implementasi perikanan yang berkelanjutan,”

Pada tahun 2021, Aruna telah membangun 100 komunitas nelayan dengan lebih dari 26 ribu nelayan terdaftar. Selain itu mereka juga telah membuka 5 ribu lowongan pekerjaan di daerah rural, khususnya pesisir. Tahun lalu, mereka juga menjual hasil tangkapan nelayan sebesar 44 juta kilogram ke lebih dari 8 negara. Hingga saat ini, Aruna telah beroperasi di 27 provinsi di seluruh Indonesia.

Kencangkan model bisnis B2B dan B2C

Produk olahan yang dikelola Aruna / Aruna

Berdiri sejak 2016, Aruna berperan sebagai one-stop-shop dan agregator perikanan untuk mengefisienkan rantai pasok produk perikanan dari nelayan ke pasar global. Sejak 5 tahun terakhir secara bisnis Aruna mengklaim telah mengalami peningkatan hingga 400x lipat.

Layanan andalan mereka adalah penjualan produk tangkapan nelayan. Sistem Aruna memungkinkan bisnis untuk melakukan pemesanan dalam jumlah besar (B2B) — termasuk untuk tujuan ekspor ke luar neger.

Selain itu, kini mereka juga melayani pemesanan personal untuk jumlah yang lebih kecil (B2C). Selain ikan segar, Aruna juga mulai merambah produk olahan dengan memberdayakan masyarakat rural dengan agenda untuk turut meningkatkan perekonomian masyarakat pesisir.

“Misi kami adalah menjadikan laut sebagai sumber kehidupan yang lebih baik bagi semua dengan kampanye Sea For All. Kami berkomitmen dalam membangun infrastruktur yang mendukung perikanan yang berkelanjutan, karena kami yakin bahwa profit akan dapat diraih dengan menyeimbangkan antara manusia dan juga lingkungan” ujar Co-Founder & Chief Sustainability Officer Aruna Utari Octavianty.

Startup di bidang perikanan mendapat atensi investor

Sebagai negara maritim, ukuran pangsa pasar perikanan di Indonesia memang sangat besar. Digitalisasi yang mulai terlihat matang juga menjadikan kepercayaan tersendiri bagi para investor untuk mendukung startup yang memiliki visi untuk mendemokratisasi sektor tersebut.

Awal tahun ini eFishery juga baru mendapatkan pendanaan senilai 1,2 triliun Rupiah. Seperti diketahui, eFishery mengembangkan sejumlah alat teknologi dan sistem rantai pasok digital untuk membantu pembudidaya ikan/udang meningkatkan bisnis mereka. JALA Tech juga pada November 2021 mengumumkan pendanaan 85,7 miliar Rupiah dari sejumlah impact investor. Dan satu bulan sebelumnya, DELOS mendapatkan pendanaan awal dari Arise dan MDI Ventures.

 

Application Information Will Show Up Here

Sirclo Akuisisi Warung Pintar dan Bentuk Grup Perusahaan

Sirclo, perusahaan e-commerce enabler, mengumumkan akuisisi terhadap Warung Pintar. Setelah akuisisi, Warung Pintar akan tergabung sebagai bagian dari Sirclo Group untuk bersama-sama menghadirkan solusi omnichannel menyeluruh bagi prinsipal, brand, distributor, pelaku usaha, hingga konsumen akhir. Langkah ini menandai aksi korporasi kedua Sirclo setelah mengakuisisi Orami pada April 2021.

Akuisisi ini menempatkan Brian Marshal sebagai CEO Sirclo Group dan Agung Bezharie (Co-founder dan CEO Warung Pintar) akan memimpin pilar bisnis Sirclo yang baru, yakni layanan ‘New Retail’. Selain itu, Danang Cahyono (COO Sirclo) akan memimpin pilar bisnis ‘Enterprise Solutions’ dan Ferry Tenka (CEO Orami) akan memimpin pilar bisnis ‘Entrepreneur Solutions’.

Kategorisasi jabatan ini sekaligus memberikan gambaran jelas mengenai pilar solusi Sirclo Group, yakni solusi bagi Enterprise, Entrepreneur, dan UMKM, serta model bisnis New Retail seperti warung.

Dengan penggabungan usaha ini, Sirclo Group mencatatkan: lebih dari 150 ribu brand yang telah dilayani secara akumulatif; lebih dari 500 ribu pemilik warung atau toko kelontong; jangkauan terhadap lebih dari 15 juta konsumen akhir; dan lebih dari 80 titik distribusi yang tersebar di seluruh Indonesia.

Dalam keterangan resmi, Co-Founder & CEO Sirclo Group Brian Marshal mengatakan, akuisisi ini didasari oleh kesamaan misi kedua perusahaan untuk mempermudah seluruh pelaku usaha di Indonesia untuk berjualan di berbagai dari online hingga offline.

Memperkuat model bisnis B2B2C

Memanfaatkan keandalan dari segi infrastruktur teknologi dan jaringan distribusi ritel, Sirclo, dan Warung Pintar memperkuat posisinya dengan mendongkrak potensi model bisnis B2B2C melalui strategi omnichannel commerce yang mengombinasikan kanal penjualan online dan offline secara seimbang.

Dia melanjutkan, setelah lebih dari delapan tahun bergerak di model bisnis B2B bagi brand berskala enterprise dan entrepreneur, Sirclo menyadari bahwa ekosistem ritel tidak luput dari peran warung dan toko kelontong sebagai salah satu opsi pemenuhan kebutuhan harian masyarakat Indonesia.

“Pentingnya ketersediaan produk, efisiensi alur distribusi, kemudahan akses bagi brand untuk menjangkau para mitra hingga end-consumer, serta potensi warung terhadap sektor ekonomi secara umum, mendorong kami untuk berfokus pada model bisnis B2B2C dengan menggandeng Warung Pintar ke dalam ekosistem kami,” ucap dia, Rabu (26/1).

Pada pilar New Retail, Sirclo akan berfokus pada pemberdayaan warung melalui beragam produk dan layanan digital untuk meningkatkan transparansi dan efisiensi pada alur distribusi, akses ke prinsipal atau distributor nasional, ketersediaan produk, hingga pinjaman modal.

Sementara itu, melalui pilar Enterprise, Sirclo menghadirkan layanan teknologi end-to-end yang dapat dikustomisasi bagi principal atau brand besar. Adapun pilar bisnis Entrepreneur menyediakan layanan berbasis Software-as-a-Service (SaaS), termasuk penyediaan toko online siap pakai bagi bisnis berskala UMKM.

Sirclo Group akan turut memperluas jangkauan fulfillment center bagi principal atau brand besar, sehingga para konsumen akhir dapat memperoleh keuntungan lebih dari segi logistik maupun harga. Pengembangan juga dilakukan dari segi operasional secara end-to-end dengan mengedepankan strategi omnichannel commerce agar brand dari berbagai skala dapat berfokus pada pengembangan produk.

Co-Founder & CEO Warung Pintar Agung Bezharie mengatakan, “Kita melihat bahwa langkah strategis ini akan menambah strategic value untuk mengakselerasi perkembangan produk dan layanan Warung Pintar. Ke depannya, kita ingin membuka lebih banyak kesempatan dan membawa transparansi serta efisiensi yang lebih baik bagi setiap pelaku UMKM, sehingga warung dapat pulih dari dampak pandemi dan tumbuh bersama.”

Menurut Agung, sinergi ini dapat mengakomodasi brand untuk meningkatkan visibilitasnya ke warung sebagai kanal distribusi terbesar di Indonesia, sehingga principal atau brand mampu menjangkau lebih banyak konsumen akhir. Tidak hanya itu, pihaknya pun meyakini bahwa langkah strategis ini menandai peluang besar bagi kedua entitas untuk memberikan dampak yang lebih luas bagi ekosistem ritel, bahkan sektor perekonomian di Indonesia secara umum, terlebih guna mempersiapkan diri atas perubahan yang secara konstan terjadi.

Application Information Will Show Up Here

CoLearn Kantongi Pendanaan Lanjutan Senilai 244 Miliar Rupiah

Startup edtech CoLearn mendapatkan pendanaan tambahan untuk putaran seri A senilai $17 juta atau setara 244 miliar Rupiah. Perolehan ini membuat total dana yang berhasil dikumpulkan perusahaan dalam putaran tersebut mencapai $27 juta. Pendanaan seri A mereka pertama kali diumumkan pada April 2021 lalu senilai $10 juta.

Putaran tambahan ini dipimpin oleh TNB Aura [investor sebelumnya], KTBN Venture, dan PT Binus Investama Indonesia. Turut terlibat juga jajaran investor sebelumnya termasuk AC Ventures, Leo Capital, January Capital, Alpha Wave Incubation, dan Surge.

Terkait kabar investasi tambahan ini, Co-founder & CEO CoLearn Abhay Saboo telah memberikan konfirmasi. Ditambahkan olehnya, CoLearn menjadi platform edtech pertama yang menerima investasi dari Surge serta diinvestasi oleh Binus (Binus Group dari Binus University).

Dari data yang kami peroleh, saat ini kisaran valuasi CoLearn telah mencapai $100 juta — sehingga CoLearn telah masuk ke jajaran startup centaur.

Selain Abhey, CoLearn turut didirikan oleh Marc Irawan dan Sandeep Devaram. Sejak aplikasi diluncurkan pada Agustus 2020, saat ini mereka mengklaim telah memiliki 3,5 juta siswa.

Salah satu fitur andalan mereka adalah memungkinkan siswa untuk menanyakan solusi dalam menjawab soal di suatu pelajaran (dalam mengerjakan PR) — rata-rata per bulan ada sekitar 5 juta pertanyaan yang diunggah. Dalam sistem disematkan teknologi AI sehingga mengautomasi proses penemuan solusi.

CoLearn juga memiliki layanan konten pendidikan yang di kemas dalam video on-demand dan sesi kelas live online yang dibawakan secara interaktif oleh tutor berpengalaman. Selain itu juga memiliki program pelatihan untuk guru. Targetnya, dalam 2 tahun ke depan mereka ingin bisa melatih 200 guru terutama di bidang STEM.

Pandemi akselerasi edtech

Dalam laporan DSResearch: Edtech Report 2020 terungkap, kendati belum sekencang lanskap lain, misalnya fintech, startup pendidikan juga mulai mendapatkan perhatian pemodal; terbukti beberapa startup berhasil memperoleh pendanaan, satu di antaranya yakni Ruangguru bahkan mencapai valuasi di atas $100 juta.

Pangsa pasar yang makin matang membuat beberapa pemain edtech dari luar negeri turut menjadikan Indonesia sebagai tujuan ekspansi.

Selain CoLearn dan Ruangguru, platform edtech lainnya yang mengalami pertumbuhan positif dan telah mendapatkan pendanaan dalam waktu tiga tahun terakhir adalah Zenius, Pahamify, Hacktiv8, Gredu, Arkademi, dan HarukaEdu.

Application Information Will Show Up Here