Mudahkan Perusahaan Kelola Tunjangan Pegawai, Mekari Luncurkan Flex

Mekari selaku pengembang produk SaaS untuk UKM dan mid-enterprise menghadirkan produk terbaru yang dapat membantu bisnis mengelola tunjangan pegawai secara fleksibel. Bernama Mekari Flex, produk baru tersebut diharapkan bisa dimanfaatkan oleh perusahaan untuk mendigitalkan proses yang sebelumnya dilakukan manual. Di sisi lain, pegawai juga bisa memantau dan mengakses informasi tersebut di aplikasi.

Mekari Flex merupakan platform digital yang terintegrasi dengan Human Resources Information System (HRIS), memungkinkan berbagai jenis perusahaan mengelola benefit karyawan yang lebih fleksibel tanpa mengeluarkan biaya yang besar. Biasanya proses pencarian dan negosiasi rekanan vendor merupakan langkah administratif yang cukup memakan waktu hingga kebanyakan HR bekerja sama dengan pihak ketiga dalam mengurus hal tersebut dengan tambahan biaya yang besar.

“Dengan automasi yang dihadirkan Mekari Flex, kami berusaha menjawab permasalahan tersebut dan menghadirkan platform yang memungkinkan segala jenis perusahaan menerapkan benefit yang fleksibel dengan mudah, tanpa biaya besar, dan memberikan manfaat yang maksimal bagi karyawan.” kata Co-Founder & CEO Mekari Suwandi Soh.

Untuk menggunakan platform Mekari Flex, perusahaan harus terdaftar di Talenta terlebih dulu.

Strategi monetisasi dan kategori

Disinggung perusahaan seperti apa yang diincar oleh Mekari untuk menggunakan Mekari Flex, SVP CEO Office Mekari Arvy Egadipoera mengungkapkan, secara desain Mekari Flex bersifat fleksibel, sehingga bisa dikustomisasi oleh masing-masing perusahaan.

Terdapat 4 kategori yang kemudian ditawarkan oleh Mekari Flex kepada perusahaan, di antaranya adalah protection, wellness, lifestyle, dan commuting. Untuk masing-masing kategori, Mekari Flex telah menggandeng beberapa vendor. Mulai dari perusahaan asuransi, layanan groceries, hingga layanan kesehatan dan kecantikan.

Ke depannya Mekari Flex akan terus menambah kemitraan dengan vendor. Saat ini terdapat sekitar 30 mitra dengan lebih dari 80 produk penawaran. Monetisasi model berdasarkan commercial agreement dengan partner dan subscription fee dari platform sendiri.

“Untuk perusahaan yang ternyata juga telah bekerja sama dengan vendor lain sebelumnya, bisa juga nantinya disesuaikan dan ikut dimasukkan ke dalam Mekari Flex. Dengan demikian bisa menambah pilihan vendor di Mekari Flex juga,” kata Arvy.

Sejak diluncurkannya Mekari Flex, telah mendapat respons yang positif dari perusahaan khususnya divisi HR, karena platform ini diklaim bisa membantu mereka menyelesaikan permasalahan administrasi dan rekapan yang masih manual.

“Bagi karyawan pun, tentu saja senang karena benefit yang diberikan tidak terbatas dan mereka juga dapat langsung melihat sisa saldo benefit secara transparan. Terutama bagi perusahaan yang tidak mempunyai budget besar dengan hadirnya Mekari Flex, perusahaan tetap bisa memberikan benefit yang beragam dengan harga istimewa,” kata Arvy.

Application Information Will Show Up Here

Label Nutrisi Privasi Apple Berlaku untuk Semua Aplikasi

Pada ajang WWDC 2020, saat mengumumkan iOS 14, Apple juga menerapkan aturan baru terkait privasi yaitu membuat label privasi pada tiap aplikasi di App Store dan termasuk App Store untuk Mac. Ibaratnya seperti ‘label nutrisi’ pada sebuah makanan kemasan, hal ini untuk membantu pengguna memahami praktik privasinya sebelum menginstal aplikasi yang mereka inginkan.

Mulai tanggal 8 Desember, para pengembang diwajibkan untuk mengisi label privasi tersebut. Selain untuk aplikasi pihak ketiga, Apple juga mengkonfirmasi bahwa kebijakan ini juga berlaku untuk aplikasi pihak pertama atau buatan Apple sendiri.

Ini juga termasuk aplikasi milik Apple yang tidak ada di toko App Store seperti layanan perpesanan iMessage yang langsung tersedia di perangkat iDevice. Informasi label privasi yang sama akan tersedia dan dapat ditemukan oleh pengguna di website resmi Apple.

Sebelumnya WhatsApp sempat mengkritik kebijakan tersebut dan menilai sistem Apple ini tidak adil karena hanya akan berdampak pada layanan pihak ketiga dan bukan aplikasi yang telah diinstal langsung oleh Apple. Menurutnya, penting untuk membandingkan label ‘kandungan nutrisi’ dari aplikasi yang akan diunduh dengan aplikasi yang sudah terpasang.

Perusahaan asal Cupertino itu sebelumnya tidak mengungkap apakah kebijakan tersebut berlaku untuk aplikasi miliknya. Dengan label privasi ini, diharapkan pengguna dapat mengetahui jenis data apa yang dikumpulkan oleh aplikasi. Jenis data tersebut antara lain meliputi info kontak pengguna, kesehatan dan kebugaran, info keuangan, lokasi, info sensitif, konten pengguna, riwayat browsing, pembelian, data penggunaan, diagnostik, dan tipe data yang lainnya.

Sumber: TheVerge

Di Tengah Pandemi, Pomelo Tetap Optimis Eksekusi Strategi O2O

Pomelo mengumumkan keberadaan gerai offline pertamanya di Indonesia yang berlokasi di mal Central Park, Jakarta Barat. Akibat pandemi Covid-19, rencana platform fesyen asal Thailand ini tertunda sekitar satu tahun untuk memiliki gerai fisik pertama di Jakarta.

Keputusan Pomelo membuka gerai fisik di Jakarta terbilang cukup berani ketika banyak usaha ramai-ramai mengurangi kehadirannya secara fisik atau bahkan hijrah seluruhnya ke platform daring. Chief Retail Officer Pomelo Fashion Anders Heikenfeldt mengakui, keputusan mereka untuk membuka gerai fisik pertamanya di Jakarta mungkin akan dianggap aneh sejumlah pihak.

Kendati demikian Anders meyakini situasi pandemi ini juga membawa kesempatan untuk perusahaannya untuk terus berkembang terutama di Indonesia yang bagi mereka adalah tiga besar pasar terbesar di Asia Tenggara bersama negara asal mereka, Thailand, dan Singapura.

“Soal timing memang ada jadi tantangan, tapi jelas ada kesempatan yang besar di sini. Kami juga tidak bisa mengundur waktunya lagi karena tidak tahu kapan pandemi ini akan selesai,” terang Anders.

Anders juga menambahkan keberadaan toko fisik sudah tak terpisahkan untuk Pomelo yang mengusung konsep ominchannel dan online-to-offline (O2O). Selain membawa kredibilitas lebih ke konsumen, gerai fisik ini dianggap akan membawa nilai lebih bagi mereka yang merasa lebih nyaman membeli pakaian dengan mencobanya lebih dahulu.

“Jadi kami memberikan opsi ke mereka dengan tap, try, and buy. Kami berusaha menjangkau masyarakat lebih luas lewat dua kanal berbeda sehingga mereka lebih nyaman,” imbuh Anders.

Fitur Tap.Try.Buy adalah salah satu hal baru yang turut Pomelo perkenalkan bersamaan dengan gerai fisik pertama mereka. Fitur ini memungkinkan pelanggan memilih ribuan baju secara daring, pergi ke toko untuk mencoba sekian pakaian sudah dipilih, dan membayar hanya untuk pakaian yang hendak dibawa pulang.

AVP General Manager Pomelo Fashion Indonesia Frankhie mengklaim, gerai dan fitur baru itu mengundang cukup pengunjung saat hari pembukaan 4 Desember 2020 lalu. “Kita belum bikin promosi besar-besaran tapi antrean di toko sudah lumayan luar biasa. Itu terjadi juga karena protokol kesehatan dan kapasitas pengunjung yang kita batasi,” tukas Frankhie

Yang menarik dari gerai fisik Pomelo adalah gerai hanya akan memajang produk fesyen selera konsumen yang berbelanja di sana. Bisa dibilang apa yang ditampilkan di sana akan menjadi cerminan selera fesyen pelanggan yang memilih berbelanja di sana.

Hal itu dapat terjadi berkat kecerdasan buatan/AI yang mereka gunakan untuk mengumpulkan dan mengolah data dari pelanggan Pomelo. Dari jenis pakaian, gaya, hingga warna dapat dipelajari. “Jadi yang ada di toko itu bisa dibilang mencerminkan selera pelanggan di Jakarta Barat,” imbuh Frankhie.

Untuk memperkenalkan lebih jauh fitur dan gerai baru tersebut, Pomelo memasang sejumlah potongan harga yang cukup besar. Mereka juga memakai jasa influencer di media sosial untuk menjangkau pasar lebih luas.

Pomelo enggan membeberkan target untuk gerai barunya di Jakarta. Namun mereka menegaskan tak lama lagi membuka gerai lainnya di sejumlah lokasi di Jakarta.

“Toko kedua kita akan ada di Jakarta Selatan pada Q1 2020 nanti,” pungkas Frankhie.

Langkah Pomelo membuka gerai pertama selaras dengan tujuan awal mereka sebagai platform yang mengusung konsep O2O. Indonesia menjadi negara ketiga yang telah memiliki gerai fisik Pomelo setelah Thailand dan Singapura. Kini aplikasi Pomelo sudah diunduh lebih dari sejuta kali dengan 80% transaksi terjadi di ponsel.

Namun Pomelo bukanlah satu-satunya fashion tech dengan konsep O2O. Beberapa nama lain juga mengusung konsep serupa di Tanah Air seperti Hijup, dan Berrybenka.

Application Information Will Show Up Here

AFPI Tanggapi Rancangan Revisi Regulasi P2P Lending

OJK tengah menyiapkan revisi terhadap POJK 77/2016 untuk industri p2p lending yang tumbuh pesat semenjak aturan diterbitkan pada 2016. Ada tujuh poin yang ditekankan dalam rancangan revisi tersebut. Sebagai berikut:

  1. Penghapusan status pendaftaran, hanya perizinan.
  2. Peningkatan syarat modal disetor minimum, menjadi Rp15 miliar saat perizinan dari sebelumnya Rp2,5 miliar.
  3. Ketentuan persyaratan ekuitas sebesar 0,5% dari total outstanding atau sekurang-kurangnya Rp10 miliar.
  4. Adanya fit & proper test pengurus dan PSP.
  5. Kewajiban pinjaman ke sektor produktif dan luar Pulau Jawa.
  6. Penguatan ketentuan agar pemegang saham existing lebih berkomitmen dalam mendukung penyelenggaraan p2p lending.
  7. Menambahkan ketentuan prinsip syariah yang sebelumnya belum diatur.

“OJK perlu membenahi penyelenggara yang telah ada. Apabila ada penambahan P2PL baru tanpa memiliki modal yang mencukup, strategi yang bagus, dan ekosistem yang mendukung, maka berpotensi hanya menambah jumlah P2PL, tetapi kontribusinya kecil dan tidak optimal,” ucap Kepala Eksekutif Pengawas IKNB OJK Riswinandi, dikutip dari Infobank.

OJK mengambil kebijakan baru ini untuk menyortir memaksimalkan industri p2p lending agar dapat memberikan kontribusi ekonomi yang lebih maksimal. Saat ini tercatat ada 36 perusahaan berizin dan 177 perusahaan terdaftar. Dari seluruh penyelenggara, OJK mencatat hanya 10 pemain teratas dengan kontribusi hingga 61,68% dari pangsa outstanding industri.

“Kontribusi industri hanya oleh beberapa pemain, yang lain penyaluran minim. Kekuatan tergantung masing-masing juga. Banyak yang belum berkembang karena masalah permodalan dan status likuiditas tergerus.”

Tanggapan AFPI

Sekretaris Jenderal AFPI Sunu Widyatmoko menuturkan ada empat poin utama yang menjadi saran asosiasi terkait RPOJK ini. Di antaranya, AFPI berharap regulasi baru tidak menghambat pertumbuhan transaksi dan jumlah pemberi dana dari para penyelenggara. Selain itu, jangan sampai regulasi baru justru mempersulit investasi yang masuk ke industri.

Berikutnya, asosiasi menyarankan birokrasi yang lebih ramping agar platform yang masih dalam tahap awal tetap lincah. “Agar mereka tetap bisa menyesuaikan diri dengan perubahan, terutama di masa-masa seperti ini,” kata Sunu.

Terakhir adalah perlunya kelonggaran terhadap ketentuan batas waktu hingga periode tertentu di beberapa aspek regulasi baru. Tujuannya untuk memberikan nafas untuk pemain baru agar bisa berkembang terlebih dulu.

“Karena tidak semua pemain ada di tahapan yang sama. Ada yang sudah mapan, ada yang baru mulai, ada yang masih berkembang. Jadi ini terutama buat anggota kita yang sebenarnya bisa memenuhi aturan, tapi butuh waktu sedikit lebih lama.”

Ketua Umum AFPI Adrian Gunadi menanggapi poin lainnya berkaitan dengan menaikkan modal inti. Menurutnya, kebijakan ini bisa membuka ruang konsolidasi (merger) antar penyelenggara. Permodalan adalah sesuatu yang penting apalagi di jasa keuangan karena modal inti berkaitan erat dengan fokus pertumbuhan.

“Kalau dengan pertumbuhan berkualitas butuh komitmen dari para shareholder untuk meningkatkan aspek permodalan ini. Pada intinya kami sepemahaman. Mungkin butuh bahan diskusi tahap-tahapan peningkatan modal tersebut karena belum semua penyelenggara dalam stage pertumbuhan yang sama,” terang Adrian.

Adrian melanjutkan, “Kami proaktif melihat apakah ada ruang konsolidasi, penggabungan dari beberapa fintech lending jadi sesuatu yang kita buka ruang tersebut dan diskusi dengan OJK.”

Terkait penyaluran lebih banyak ke sektor produktif dan ke luar Pulau Jawa, Adrian menuturkan kesempatan tersebut dapat digarap melalui kolaborasi. Asosiasi dapat menjembatani para pemain multiguna dan produktif untuk melakukan join financing.

Untuk masuk ke luar Pulau Jawa, pemain fintech dapat bekerja sama dengan institusi keuangan seperti BPR dan BPD karena paham dengan risiko dan industrinya. “Fintech lending punya teknologi dan credit scoring yang bagus, tapi bagaimanapun BPR dan BPD punya local knowledge. Mudah-mudahan tahun depan kolaborasi seperti ini akan semakin banyak,” pungkas dia.

Sunu melanjutkan seluruh masukan dari asosiasi untuk regulator sudah disampaikan secara tertulis sejak akhir November kemarin. “Proses diskusi untuk RPOJK itu sudah berjalan lama [..] Kami ingin peraturan yang tidak melekat tapi tidak menghilangkan esensi penting fintech, tidak menghimpun dana masyarakat. Butuh kelonggaran agar kita dapat bergerak lincah dalam kegiatan bisnisnya,” tutupnya.

Gambar header: Depositphotos.com

Carsome Dapatkan Pendanaan Seri D 424 Miliar Rupiah, Segera Perluas Model Bisnis

Platform digital untuk penjualan mobil bekas Carsome hari ini (08/12) mengumumkan telah membukukan pendanaan seri D senilai $30 juta atau setara 424 miliar Rupiah. Investor yang terlibat meliputi Asia Partners, Burda Principal Investments, dan Ondine Capital. Sejauh ini menjadi all-equity financing terbesar dalam industri otomotif online di Asia Tenggara.

Setahun sebelumnya, tepatnya awal Desember 2019, Carsome mengumumkan perolehan pendanaan seri C senilai  $50 juta. Putaran ini didukung MUFG Innovation Partners, Daiwa PI Partners, Endeavour Catalyst, Ondine Capital, serta investor di putaran sebelumnya termasuk Gobi Partners dan Convergence Ventures.

Disampaikan oleh Co-Founder & Group CEO Carsome Eric Cheng, “Pendanaan ini akan kami gunakan untuk memperkuat model bisnis yang telah ada yaitu C2B, dan mempercepat mewujudkan model bisnis baru kami yaitu B2C. Kami berharap dapat meluncurkan C2B dan B2C pertama di Asia Tenggara untuk mobil bekas dan pengalaman ritel yang jauh lebih unggul.”

Sepanjang Covid-19, klaim Eric, perusahaannya berhasil meningkatkan pendapatan bisnis hingga 2x lipat dibandingkan periode sebelum pandemi. Per November 2020 atau sejak lima tahun didirikan, Carsome telah memfasilitasi sekitar 100 ribu penjualan mobil bekas. Ada peningkatan drastis yang berasal dari perilaku konsumen di Indonesia, Malaysia, Thailand dan Singapura.

“Carsome telah meraih profit per Oktober 2020, lebih cepat dari proyeksi sebelumnya [..] Kami yakin pendanaan seri D terbaru ini akan membantu dalam aksi merger dan akuisisi ke depannya, untuk bisa lebih mengkonsolidasikan rantai pasokannya,” imbuh CFO Carsome Juliet Zhu.

Layanan Carsome memfasilitasi pengguna untuk menjual mobil bekasnya; untuk kemudian ditawarkan ke mitra dealer penjual mobil bekas. Dalam proses pembelian, mereka juga melakukan inspeksi mobil di 175 titik yang komprehensif. Model layanan serupa di Indonesia juga diadopsi pemain lain seperti OLX Auto dan Carro.

OLX Autos (sebelumnya BeliMobilGue) juga sempat mendapatkan perolehan pendanaan $30 juta pada Agustus 2019 lalu; melanjutkan pendanaan seri A senilai $10 juta yang didapat di tahun sebelumnya.

Pengembangan model bisnis

Soal perluasan model bisnis di luar C2B memang sudah beberapa kali disampaikan pihak Carsome, termasuk di Indonesia. Misi ini diperkuat pernyataan resmi Eric, yang akan segera menghadirkan model B2C di layanannya. Skema ini memungkinkan pengguna membeli mobil bekas dari mitra dealer yang terdaftar di aplikasi.

Pada kesempatan temu media, General Manager Carsome Indonesia Delly Nugraha menyampaikan, penambahan model bisnis memang tengah digodok internal Carsome. Ia menyampaikan, model C2B2C yang akan diaplikasikan termasuk di Indonesia.

Ambisi ini tak lain dilatar belakangi potensi pasar yang sangat besar. Studi terbaru Momentum Works mengatakan bahwa total nilai transaksi mobil bekas mencapai $600 juta; pihak Carsome mengatakan sudah berhasil menyumbang 1% di Asia Tenggara. Pasar di Malaysia, Indonesia, dan Thailand menyumbang sekitar 80% dari nilai pasar regional.

Beberapa pengembang platform digital di dunia juga telah mendapatkan traksi dan valuasi besar. Misalnya Cars24 di India, setelah mendapatkan pendanaan seri E senilai $200 juta mereka berhasil menyabet gelar unicorn. Status yang sama juga didapat Kavak di Meksiko; bahkan di Amerika Serikat platform Vroom berhasil mengumpulkan $468 juta dari penawaran umum perdana pada Juni 2020 lalu.

Application Information Will Show Up Here

Menggali Peluang Monetisasi di Perusahaan E-commerce

Perusahaan e-commerce identik dengan kesan gemar bakar duit untuk mencetak GMV setinggi-tingginya sebagai metrik. Jauh dari itu, pada khitahnya perusahaan apa pun itu bisnisnya dituntut untuk menghasilkan keuntungan. Di sinilah tugas business development mencari peluang-peluang bisnis apa saja yang bisa dihasilkan.

Dalam membahas topik ini, #SelasaStartup mengundang Vice President of Business Development & Project Lead Blibli Histeria Cindy Kalensang sebagai pembicara. Cindy akan membahas lebih lanjut mengenai apa saja tugas business development, kaitannya dalam mencari peluang bisnis untuk layanan e-commerce, dan bagaimana implementasinya di Blibli.

VP Of BizDev Blibli Cindy R Kalensang / Blibli
VP Of BizDev Blibli Cindy R Kalensang / Blibli

Mengembangkan model bisnis

Cindy menerangkan, tugas dasar dari seorang business development adalah mengembangkan bisnis agar lebih baik pertumbuhannya, dengan cara eksplorasi kerja sama bisnis baru dengan partner dan sebagainya. Oleh karena itu, ia bekerja dengan berbagai tim Blibli dari divisi lain untuk koordinasinya.

Dalam mengembangkan model bisnis baru, tim business development mengidentifikasi underserved consumer needs agar dapat memberikan solusi yang tepat, disebut product market fit. “Product market fit inilah yang harus diiterasi sebab konsumen itu looking for value, enggak cuma orisinalitas.”

Pada awal Blibli beroperasi pada 2011 menggunakan model bisnis B2C, karena ingin menjamin keaslian barang sampai ke tangan konsumen. Untuk itu, Blibli banyak bekerja sama dengan brand partner. Dalam menjalankan bisnis ini, cara Blibli monetisasi adalah mengambil komisi.

Perusahaan memiliki pergudangan yang tersebar di berbagai titik di Indonesia untuk mendukung model bisnisnya tersebut, terlebih agar barang cepat sampai ke konsumen. Seiring berjalannya waktu, kondisi semakin berkembang alhasil Blilli mengembangkan model bisnis lainnya ke B2B2C.

“Jadi prosesnya kita beli barang dalam jumlah banyak, lalu taruh dan didistribusikan ke warehouse kita. Jadi kalau B2B2C itu revenue-nya dari margin, sementara B2C itu dari komisi,” terangnya.

Dari model bisnis yang sekarang, masih menyisakan masalah yang dihadapi oleh semua perusahaan e-commerce yakni proses distribusi yang tidak merata. Lantaran, produsen dan distributor itu mayoritas terletak di Pulau Jawa. Akhirnya diputuskan untuk membuka model bisnis baru, yakni C2C agar semua pihak bisa berpartisipasi dalam menyelesaikan masalah tersebut.

“Kita buka C2C, open untuk seller, tapi tetap kita kurasi [proses onbording] jangan sampai mereka jual barang yang enggak ori.”

Mengaplikasikan model bisnis baru

Cindy melanjutkan, persaingan layanan e-commerce saat ini di Indonesia sudah sengit. Bisa dilihat dari berapa banyak perusahaan e-commerce yang mengambil strategi “bakar duit” dengan beriklan di televisi demi akuisisi konsumen baru.

“Sebenarnya kita hadir enggak hanya untuk sprint tapi marathon, Blibli berdiri untuk tetap sustain. Makanya kita harus tetap setia dengan unique value proposition. Promo bakar-bakar duit itu normal karena kita mau acquire konsumen, yang terpenting adalah proses delivery value berjalan bahwa Blibli itu berbeda dengan pemain lainnya.”

Model bisnis Blibli kini terus berkembang, dari awalnya murni B2C, kini sudah B2B2C dan sudah menyentuh C2C. Menurut Cindy, perusahaan terus adaptif dengan perusahaan. Salah satu model bisnis baru yang sedang dicoba oleh Blibli adalah berlangganan (subscription).

Ini sudah berjalan untuk layanan grocery BlibliMart. Cindy menjelaskan model bisnis berlangganan sangat menarik dan menjadi kunci sukses di Spotify. Awalnya dalam menikmati musik orang dibiasakan untuk membeli kaset atau CD yang berbentuk fisik. Lalu masuk Apple yang menawarkan pembelian digital per lagu.

“Spotify lihat orang punya masa jenuh dengan musik, akhirnya ditawarkan streaming lagu secara gratis, namun ada iklan. Mereka profit sharing dengan pengiklan. Lalu mereka berinovasi dengan model subscription. Ini model yang sedang kita explore, Amazon sukses dengan model ini, menawarkan free shipping selama satu tahun.”

Menurut Cindy, percobaan model berlangganan di BlibliMart cukup tepat karena memudahkan konsumen untuk membeli kebutuhan yang sudah pasti dengan harga yang jauh lebih murah. “Daripada belinya pas sudah habis, lebih baik sudah diatur pembeliannya. Barang dikirim setiap dua minggu sekali. Itu value proposition kita dengan membuat budget sehingga pengeluaran lebih hemat,” pungkasnya.

Gambar header: Depositphotos.com

Sociolla Terus Optimalkan Konsep Omnichannel, Sembari Tambah Gerai Ritel Baru

Perusahaan beauty-tech Social Bella (induk dari brand Sociolla) mengungkapkan kondisi pandemi berhasil memvalidasikan konsep omnichannel tetap berjalan optimal saat ekspansi gerai baru. Sepanjang tahun ini Sociolla meresmikan 10 gerai baru yang tersebar di Jakarta, Tangerang, Bogor, Bandung, dan Surabaya.

Perusahaan pertama kali meresmikan gerai pertamanya di Lippo Mall Puri Jakarta pada pertengahan tahun lalu.

Dalam keterangan resmi, gerai berkonsep omnichannel ini memiliki tampilan interaktif yang terhubung langsung ke situs Sociolla dan platform SOCO. Dengan demikian, para pengunjung mendapat produk yang tepat sambil menikmati pengalaman belanja yang unik, dan seamless.

Untuk mendapatkan informasi dan review seputar produk yang akan dibeli, pengujung cukup scan barcode di aplikasi SOCO. Atau jika pengunjung sudah memiliki daftar produk yang ingin dibeli di keranjang belanja di situs Sociolla dapat langsung melakukan transaksi di bagian pembayaran.

“Hadirnya 10 gerai baru Sociolla Store merupakan bentuk komitmen kami untuk senantiasa menghadirkan pengalaman berbelanja produk perawatan diri dan kecantikan secara komprehensif dan menyenangkan bagi para beauty enthusiast,” kata Co-Founder & CMO Social Bella Indonesia Chrisanti Indiana dalam keterangan resmi.

Dia melanjutkan, pembukaan 10 gerai ini adalah rangkaian dari langkah perusahaan sebagai beauty-tech terdepan di Indonesia, pasca ekspansi internasional perdananya ke Vietnam pada Oktober lalu.

Pemilihan lokasi gerai ini, selain didasarkan pada lokasi strategis di tiap area tersebut, merujuk pada data internal perusahaan memperlihatkan pertumbuhan permintaan yang signifikan dari lima kota tersebut. Meski gerai tersebut diresmikan saat pandemi, tetap mendapat antusiasme yang cukup baik dari para pengunjung saat grand opening.

Pihaknya tetap memberlakukan sejumlah kebijakan ketat dan protokol kesehatan sebagai upaya memberikan rasa aman bagi pelanggan yang berbelanja langsung ke toko. Secara berkala, gerai disemprot disinfektan, menerapkan kebijakan untuk jaga jarak aman, no touch dan no tester, memakai masker, dan sebagainya.

“Saat ini dapat dikatakan pelanggan masih dalam proses adaptasi dengan peraturan mengenai PSBB di masing-masing daerah. Hal ini berpengaruh terhadap kegiatan berbelanja langsung di gerai offline yang mana belum seoptimal seperti dalam keadaan normal, namun kami memastikan agar konsumen tetap nyaman dan aman saat berbelanja,” terangnya.

Ditanya lebih jauh bagaimana rencana perusahaan berikutnya untuk ekspansi pada tahun depan, Chrisanti enggan membeberkan lebih lanjut. Ia hanya menuturkan, “Kami akan terus berusaha memberikan yang terbaik bagi konsumen, bila ada informasi terkait pembukaan toko di tahun depan, kami akan informasikan lebih lanjut,” ucapnya saat dihubungi secara terpisah oleh DailySocial.

Praktik omnichannel oleh perusahaan teknologi

Konsep omnichannel yang dijalankan Sociolla, sudah banyak dimanfaatkan oleh sejumlah perusahaan teknologi di Indonesia sebagai bentuk mendekatkan diri kepada konsumen. Salah satunya adalah Blibli, mereka membentuk aplikasi Blibli Mitra untuk menyasar pedagang kelontong dapat go digital.

Sebenarnya ia tidak jauh berbeda dengan layanan sejenis yang dirilis kompetitor, seperti Mitra Bukalapak, Mitra Tokopedia atau Mitra Shopee. Aplikasi ini membuka akses produk digital, seperti pulsa, paket data, voucher game, token listrik, BPJS, dan tiket kereta api yang dapat dijual mitra kepada pelanggannya.

Pembeda yang mencolok adalah Blibli Mitra sudah terintegrasi dengan ekosistem e-commerce yang dibentuk Blibli, baik itu sistem pembayaran, pengadaan & logistik, hingga platform online. Dengan demikian, pengalaman mitra saat stok barang untuk warungnya, persis seperti saat mereka belanja lewat platform e-commerce Blibli karena terhubung dengan Fulfillment by Blibli (FBB). Mitra yang berbelanja dapat menikmati fasilitas gratis ongkos kirim.

Application Information Will Show Up Here

Otoklix Raih Pendanaan 28 Milliar Rupiah, Hubungkan Pemilik Mobil dan Bengkel Melalui Aplikasi

Startup solusi online-to-offline yang mendigitalisasi industri aftermarket otomotif di Indonesia (termasuk di dalamnya layanan servis atau perbaikan mobil), Otoklix, mengumumkan pendanaan awal bernilai $2 juta atau setara 28 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin oleh Surge, program akselerator milik Sequoia Capital India. Turut berpartisipasi GK Plug and Play, Kenangan Investment Fund 1, Lentor Ventures, Noble Star Ventures, dan Andree Susanto selaku founder Waresix.

Surge adalah sebuah program percepatan oleh Sequoia Capital yang ditujukan untuk perusahaan startup di Asia Tenggara dan India. Program ini diadakan sebanyak dua kali dalam setahun, Otoklix berhasil menjadi wakil dari Indonesia untuk mengikuti Surge batch keempat bersama startup terpilih lainnya dari India, Singapura, Vietnam, Indonesia, dan Australia.

Pasar aftermarket mobil Indonesia diproyeksikan akan mengalami pertumbuhan hingga $15 miliar dengan jumlah 20 juta mobil menjadi bagian pasar industri tersebut pada tahun 2025. Hal ini menjadi salah satu yang mendorong Martin Reyhan Suryohusodo, Joseph Alexander Ananto, dan Benny Sutedjo untuk memulai jaringan aftermarket otomotif terbesar di Asia Tenggara.

Otoklix didirikan pada tahun 2019, dengan misi untuk menjembatani kesenjangan antara pemilik kendaraan dan industri bengkel umum Indonesia yang terfragmentasi. Mentransformasi pengalaman perawatan kendaraan untuk konsumen dan memperlengkapi bengkel-bengkel dengan meningkatkan visibilitas mereka, penyediaan solusi bisnis melalui software, serta penghematan biaya pengadaan.

Co-founder Otoklix Martin Suryohusodo menyampaikan, “Kondisi industri aftermarket otomotif Indonesia yang cukup terfragmentasi memunculkan kesulitan bagi para konsumen karena kurangnya transparansi informasi. Di sisi yang sama, industri tersebut juga merupakan sebuah pasar berpotensi besar yang sering kali diremehkan. Belajar dari pasar Amerika Serikat, mobilitas bersama mampu meningkatkan pengeluaran industri aftermarket sebesar 150% dan hal ini menginspirasi kami untuk masa depan industri aftermarket otomotif Indonesia.”

Layanan Otoklix sendiri mencakup dua segmen pengguna. Untuk pemilik mobil, Otoklix telah mengembangkan aplikasi seluler yang memudahkan perawatan mobil. Pemilik mobil dapat memesan layanan di bengkel independen yang direkomendasikan di dekatnya dan menerima harga dan tingkat layanan standar. Pemilik mobil juga mendapatkan garansi untuk setiap transaksi di bengkel mitra Otoklix dan dapat melacak riwayat perbaikan dan pemeliharaan mereka di dalam aplikasi.

Selama kurang lebih satu tahun beroperasi, Otoklix telah memfasilitasi servis bagi 10 ribu mobil per bulan oleh lebih dari 100 mitra bengkel yang aktif. Pihaknya meyakini bahwa saat ini telah berada pada lintasan pertumbuhan untuk menjadi jaringan layanan aftermarket terbesar dan paling terpercaya di Indonesia, dengan 20 juta mobil yang akan menjadi bagian pasar aftermarket otomotif dalam lima tahun ke depan.

Dengan pendanaan yang didapat, Otoklix menargetkan 500 mitra bengkel yang tergabung serta melayani 100 ribu mobil per bulan, dan 75% bagian pendapatan dari total pengadaan barang dan suku cadang oleh bengkel-bengkel mitra pada Desember 2021.

Sebelumnya, ada tiga startup yang sudah lebih dulu menjajal program percepatan Surge batch sebelumnya dari Indonesia. Ketiganya adalah Storie, Chilibeli, dan Rukita.

Application Information Will Show Up Here

Paxel dan Blue Bird Meluncurkan Layanan Logistik “Same Day Delivery” PaxelBig

Startup logistik berbasis aplikasi Paxel resmi meluncurkan layanan logistik “same day delivery” PaxelBig berkolaborasi dengan PT Blue Bird Tbk. Layanan first mile ini sudah komersial sejak Maret 2020.

Menggunakan armada Blue Bird, PaxelBig menyediakan kapasitas pengiriman lebih besar, yakni 5-20 kg dengan tarif mulai dari Rp30.000 untuk 10 kg pertama. Untuk tahap awal, PaxelBig baru dapat digunakan di dalam dan luar kota untuk kawasan Jadetabek-Bandung dan sebaliknya.

Dalam acara peluncurannya, Co-founder Paxel Zaldi Ilham Masita mengatakan bahwa PaxelBig dikembangkan untuk menjawab permintaan segmen UKM yang menginginkan pengiriman berkapasitas besar selama masa pandemi ini. Sekaligus, ini menjadi upaya Paxel memperluas cakupan layanan di luar kota.

Sebelum pandemi, ungkap Zaldi, sebesar 85 persen pengguna Paxel yang berasal dari segmen UKM melakukan pengiriman barang dengan kapasitas rata-rata di bawah 2 kg. Begitu pandemi terjadi, kapasitas ini meningkat hingga 5 kg.

Selain itu, data Paxel mencatat adanya peningkatan tajam hingga 50 persen pada transaksi pengiriman barang yang kebanyakan berupa makanan, bahan pokok, dan produk kesehatan di sepanjang periode Maret-Mei 2020. Adapun, jumlah pengiriman rata-rata mencapai 100-200 ribu paket per hari.

“Karena banyak pengiriman makanan, kapasitas 5 kg pun jadi tidak cukup. Kami pikir bagaimana caranya melayani same day delivery dengan kapasitas lebih besar dan harga terjangkau. Di sini lah PaxelBig hadir,” ungkapnya.

Sementara itu, Chief Strategy Officer Blue Bird Paul Soegianto mengatakan bahwa kolaborasinya dengan Paxel menjadi salah satu bentuk inisiatif perusahaan untuk menggenjot bisnis logistik.

Ini menjadi pangsa pasar baru bagi Blue Bird yang sebelumnya bermain di segmen passanger. “Kami yakin dengan potensi pasar dan input dari customer, layanan ini dapat berkembang besar. Apalagi kita lihat segmen UKM selama ini sulit menjangkau konsumen dan biaya logistik masih mahal di Indonesia,” tambahnya.

Salah satu keunggulan PaxelBig, ujar Paul, adalah standardisasi higienis di setiap armada, terlebih karena seluruhnya adalah aset milik sendiri. Selain itu, PaxelBig menggunakan armada jenis MPV yang cocok untuk mengakomodasi pengiriman barang berkapasitas besar.

“Kami menggunakan armada existing jadi secara cost [efisien]. Intinya, kami ingin berkontribusi pada layanan logistik di masa pandemi, terutama soal higienis yang kami terapkan sesuai standar kami,” tambahnya.

Sebelumnya, dalam wawancara dengan DailySocial beberapa waktu lalu, Paul mengatakan bahwa Blue Bird memiliki tiga fokus utama, yakni menjadi penyedia multiplatform/channelmultiproduct/service, dan multipayment. Tujuannya untuk menciptakan ekosistem layanan terintegrasi dan memperkuat posisinya di industri transportasi di era digital.

Lanskap logistik di 2021

Zaldi mengharapkan kehadiran PaxelBig dapat menjadi tren baru di industri logistik mengingat belum ada pemain yang masuk ke layanan semacam ini. Sejauh ini, ungkapnya, belum ada layanan same day delivery yang melayani pengiriman barang berkapasitas 5-20 kg.

“Solusi ini dapat menjawab tantangan logistik di Indonesia. Kami harap layanan ini dapat mengubah lanskap industri logistik di tahun depan dan membuka hidden ekonomi lebih banyak,” paparnya.

Sebelumnya, Zaldi menyebutkan bahwa pertumbuhan industri logistik di Indonesia selama satu dekade terakhir naik di atas rata-rata pertumbuhan nasional yang berkisar 10 persen per tahun. Kenaikan ini salah satunya didorong oleh kehadiran layanan logistik last mile yang tumbuh 30 persen per tahun.

Berdasarkan survei Paxel Buy & Send Insights 2019, kepemilikan toko fisik di era digital mulai tidak relevan bagi segmen UKM. Sebanyak 66 persen dari 535 responden menganggap pendapatan dari toko online telah melampaui pendapatan dari toko fisik.

Adapun, penjual online semakin mengandalkan jasa same day delivery. Hal ini tergambar dari 36 persen responden yang menginginkan kecepatan pengiriman daripada ongkos yang lebih murah (29%), pengiriman mudah (26%), dan sistem live tracking (8%).

Application Information Will Show Up Here

Pengembang Brand Minuman “Haus!” Jadi Portofolio Pertama Sembrani Nusantara, Bukukan Dana 30 Miliar Rupiah

BRI Ventures (BVI) melalui Dana Ventura Sembrani Nusantara untuk pertama kalinya berinvestasi ke startup di luar fintech. Bukan juga startup pengembang layanan teknologi, melainkan new economy. Yakni kepada pengembang brand minuman lokal Haus!, dalam putaran pendanaan seri A. Dana yang diberikan mencapai 30 miliar Rupiah, sekaligus menjadi debut kucuran dana Sembrani ke startup.

Turut disampaikan, BVI tengah merampungkan beberapa investasi lainnya lewat dana kelolaan baru tersebut, akan diumumkan dalam waktu dekat. Seperti disampaikan sebelumnya, tujuan Sembrani Nusantara untuk menemukan dan membina startup lokal dalam rangka menumbuhkan ekosistem UMKM yang berkelanjutan.

Sejak didirikan tahun 2018 oleh Gufron Syarif, saat ini Haus! sudah memiliki 113 cabang outlet di wilayah Jabodetabek dan Bandung. Segmentasi pasarnya adalah Gen-Z dan milenial, menawarkan aneka minuman dan roti dengan harga yang relatif terjangkau, mulai dari Rp5000,-.

“Dengan pendanaan seri A ini, kami mendukung UMKM naik kelas untuk skalabilitas yang lebih besar dan melaksanakan ekspansinya ke luar Jabodetabek Segmen B2C untuk kategori ini masih sangat luas dan kami berharap untuk membuka ruang kolaborasi dengan ekosistem yang terpadu,” sambut CEO BVI Nicko Widjaja.

Sementara itu CEO Haus! Gufron Syarif mengatakan bahwa fokusnya saat ini membawa bisnis masuk ke segmen masyarakat yang lebih luas, dengan tetap mengedepankan produk berharga terjangkau dengan kualitas yang baik.

“Kami memiliki strategi berbeda dengan brand high end yang ada di pasaran sekarang. Kami percaya bahwa menjual produk minuman dan makanan dengan harga yang terjangkau dapat menarik lebih banyak konsumen di Indonesia. Dari aspek customer experience pun kami desain sedemikian rupa sehingga kunjungan ke outlet kami menjadi nyaman bagi segala golongan masyarakat,” imbuh Gufron.

Bisnis minuman segar yang menyasar segmen serupa memang tengah naik daun. Beberapa pemodal ventura lokal (yang biasa berinvestasi pada startup digital) juga mulai masuk ke sana. Sebut saja Alpha JWC Ventures dengan Goola, Hangry, dan Kopi Kenangan; lalu ada juga East Ventures yang berinvestasi dan membina Fore Coffee.

Covid-19 nyata-nyata memberikan dampak bagi industri F&B, namun sekaligus menguji mentalitas bisnis para founder-nya. Beberapa yang memilih terus mengakselerasi bisnis, lakukan transformasi memanfaatkan ragam layanan yang ada. Misalnya yang juga dilakukan Haus!, saat ada pembatasan sosial di kota, mereka mengoptimalkan menggunakan layanan pesan-antar dari ride-hailing seperti GoFood atau GrabFood.

Belum disampaikan apakah setelah pendanaan ini Haus! juga akan fokus mengembangkan lini digital untuk peningkatan berbagai aspek bisnis – layaknya yang dilakukan beberapa startup lain di atas. Hanya saja dipastikan, jika pemain yang ada tersebut cenderung main ke segmen menengah ke atas, Haus! masih akan mengeksplorasi segmen pasar menengah secara lebih luas.