Startup Fintech Syariah Alami Bukukan Pendanaan 20 Miliar Rupiah

PT Alami Teknologi Sharia Group (Alami) berhasil mengantongi pendanaan terbaru dalam putaran seed. Investasi dipimpin oleh Golden Gate Ventures dengan keterlibatan RHL Ventures, Agaeti Ventures, dan Aamir Rahim melalui Zelda Crown.

“Karena ini masih MoU kami belum bisa disclose jumlahnya, tapi nilainya di atas 20 miliar Rupiah,” ujar Founder & CEO Alami Dima Djani dalam acara 6th Indonesia Sharia Economic Festival.

Dima mengatakan, dana segar tersebut seluruhnya akan dipakai untuk pengembangan teknologi, optimasi operasional, dan pemasaran produk. Seperti yang diketahui, Alami menyediakan produk keuangan berbasis syariah.

Alami sendiri fokus sebagai platform p2p lending untuk pelaku usaha kecil menengah (UKM) sebagai pasarnya. Namun dengan pendanaan baru ini, Alami membuka kemungkinan untuk merambah permodalan bagi pelaku usaha yang lebih kecil.

“Saat ini kita masih fokus di UKM tapi justru dengan pendanaan ini akan eksplorasi produk-produk baru salah satunya mungkin masuk ke pendanaan mikro,” imbuh Dima.

Langkah lain yang akan diambil oleh Alami adalah mengembangkan kembali layanan agregator mereka. Dalam riwayat Alami, layanan agregator diperkenalkan lebih dulu dengan tujuan memudahkan UKM mendapatkan pinjaman dari institusi keuangan syariah.

Selain itu Dima juga menuturkan, seluruh proses pendanaan dilakukan secara syariah, sehingga diklaim sebagai kesepakatan pendanaan berbasis syariah dengan modal ventura yang pertama di Asia Tenggara.

Dima melihat faktor keterbukaan masih luput sebagai pertimbangan para pelaku bisnis syariah di dalam negeri. Ia mencontohkan bagaimana bisnis syariah sulit berkembang karena begitu selektif dengan investor yang ingin bekerja sama.

“Karena pada akhirnya Islam itu kan untuk semuanya. Siapa saja yang mau, asalkan ikut struktur syariah kita OK,” tutur Dima.

Alami mengklaim sudah menyalurkan pembiayaan sekitar Rp50 miliar di periode Mei-Oktober 2019. Jumlah pemberi dana yang bergabung dengan sekitar 1.500 orang. Dengan pendanaan baru ini, Alami berharap dapat mengembangkan layanannya untuk setahun ke depan.

Traveloka Perluas Opsi Penginapan, Sediakan Vila dan Apartemen

Traveloka resmi memperkenalkan “Vila dan Apartemen” sebagai opsi penginapan baru. Traveloka mengklaim sudah menyediakan 240.000 lebih inventori vila dan apartemen dalam platform mereka.

Head of Marketing Accomodation Indonesia Shirley Lesmana mengatakan, fitur baru ini sebenarnya sudah bergulir sejak dua bulan lalu. Shirley mengklaim ada kenaikan pengguna yang cukup signifikan yang disebabkan kemunculan fitur vila dan apartemen.

“Lebih dari 20 persen konsumen vila dan apartemen merupakan pelanggan baru,” ucap Shirley.

Jumlah inventori 240.000 itu tersebar di Indonesia, Thailand, Filipina, Vietnam, Malaysia, Singapura, Eropa, dan Amerika Serikat. Jumlah vila dan apartemen itu diperkirakan akan terus bertambah seiring bertambahnya permintaan.

Sejatinya opsi penginapan vila dan apartemen sudah ada di Traveloka sejak lama meskipun berada dalam direktori hotel. Shirley menuturkan kebutuhan konsumen yang lebih spesifik terhadap pemesanan vila dan apartemen.

“Kita mendedikasikan khusus karena kita melihat ada kebutuhan konsumen yang menginginkan space yang lebih luas, privacy, lokasi strategis, tapi di saat bersamaan harganya tetap ekonomis. Berangkat dari kebutuhan konsumen yang cukup unik itu kita membuat produk yang kami khususkan yakni Vila & Apartemen,” tutur Shirley.

Vice President Market Management Traveloka John Safenson mengatakan saat ini memang ada pergeseran gaya berlibur dari pelanggan. Kebutuhan itu menurutnya terpantau dari gaya mereka dalam mencari akomodasi.

“Sekarang trennya berubah. Orang mau berlibur ramai-ramai, kongkow, reunian, sambil ngopi di dalam kamar,” imbuh John.

Melengkapi fitur Vila & Apartemen ini, Traveloka menyediakan fasilitas tambahan seperti penjadwalan ulang dan gratis pembatalan.

Penambahan fitur Vila & Apartemen ini menjadikan Traveloka bertarung head-to-head dengan platform lain seperti AirBnB dan Travelio. John meyakini kamar yang mereka jual lebih terjamin kualitasnya.

“Jadi kita memang melakukan standar kualifikasi sebagai standar minimal yang kita yang harus dimiliki oleh villa apartemen itu sebelum dijual di Traveloka,” pungkas John.

Traveloka tercatat sebagai online travel agency (OTA) terbesar di Indonesia serta di Asia Tenggara. Aplikasinya sendiri sudah diunduh hingga 40 juta kali. Tak hanya layanan pemesanan akomodasi, Traveloka juga sudah merambah layanan kuliner lewat TravelokaEats dan layanan hiburan melalui fitur Xperience.

Application Information Will Show Up Here

MNC Group Luncurkan Platform Pembayaran Digital SPIN

PT MNC Teknologi Nusantara (MTN) resmi meluncurkan layanan fintech bernama SPIN (Smart Payment Indonesia) pada Minggu (3/11) lalu. SPIN ini adalah platform pembayaran digital yang mencakup uang elektronik (e-money), dompet elektronik (e-wallet), dan fasilitas transfer dana elektronik (digital remittance).

MTN memproyeksikan SPIN sebagai alat pembayaran utama di ekosistem MNC Group, termasuk layanan TV kabel berbayar MNC Vision, layanan internet MNC Play, platform OTT MNC Now, layanan e-commerce MNCShop.com, dan OTA MisterAladin. SPIN direncanakan juga dapat dipakai membayar tagihan utilitas, seperti air dan listrik.

“Kita menggabungkan ini semua sehingga menjadi suatu ekosistem yang langka, super app,” ucap Chairman MNC Group Hary Tanoesoedibjo dalam pernyataan tertulis.

Sales & Marketing Head SPIN Agung Ferdian membenarkan bahwa pengguna layanan MNC Group akan wajib memakai SPIN untuk segala keperluan pembayaran. Meskipun demikian, Agung memastikan hal itu tak akan diterapkan dalam waktu dekat.

“Masih sekitar satu tahun setelah semua terintegrasi,” ujar Agung kepada DailySocial.

Sadar terdapat kompetitor yang sudah lebih lama terjun, SPIN tak tinggal diam. Mereka menyebut saat ini sedang mengejar sertifikasi QR Indonesia Standard (QRIS).

Agung mengatakan, manfaat pengembangan QRIS ini akan sejurus dengan langkah mereka menggandeng lebih banyak pihak dalam memperluas ekosistemnya.

“Kita sedang mendorong pengembangan QRIS, di mana nanti QR Code GoPay dan Ovo juga bisa dipakai untuk aplikasi SPIN, sehingga pengguna memiliki kebebasan memilih. Berawal dari situ, kita bisa bersaing dengan GoPay dan Ovo dengan acquisition cost yang lebih rendah,” imbuh Agung.

SPIN berharap penggunanya tidak repot berpindah dari satu aplikasi ke aplikasi lain setiap ingin melakukan pembayaran.

Ambisi SPIN menjadi aplikasi super juga diikuti dengan rencana pengembangan produk ke arah peer-to-peer lending dan co-branding. Kendati demikian, belum ada informasi lebih lanjut kapan SPIN meluncurkan produk tersebut. Disebutkan saat ini mereka masih menggodok kerja sama dengan sejumlah mitra.

Keberadaan SPIN tentu meramaikan layanan serupa yang saat ini didominasi GoPay dan Ovo. Data Bank Indonesia pada Mei 2019 setidaknya mencatat ada 38 layanan dompet digital yang resmi beredar di Indonesia dengan total transaksi di semester pertama menyentuh Rp59 triliun.

Application Information Will Show Up Here

Kata.ai Introduces New Features, to Facilitate Developers Creating AI Based Services

Kata.ai secures its position as an integrated artificial intelligence (AI) platform in the INTERACT 2019. It’s followed by the launching of some new features.

They have ten AI based features and NLP (Natural Language Processing) to launch. There are Kata Flow (a platform to create corporate-rate virtual assistant), Kata NL (a platform to create Natural Language model and )manage insights from conversations), Kata CMS (a platform to create a dashboard to manage and organize chatbot content).

In addition, there are Kata Generator (a platform to create and train Natural Language dataset), Kata Boost (a platform to create and manage marketing campaign in chatbot), Kata Voice (a voice-based virtual assistant), Kata Omnichat (a dashboard to manage customer service), Kata Assist (a feature to support fast-response from customer service), Kata WhatsApp Dashboard (dashboard to manage and automate WhatsApp chats), and Katalog (a feature to find and utilize the developer’s result on Kata Platform).

“Some feature is done [deploy]. Those are Kata Flow, Kata NL, next week we have Omnichat, and Kata Voice for next year,” Kata.ai’s Co-Founder & CEO, Irzan Raditya said.

Some features were made to facilitate engineers and developers to build their own products. In his speech on INTERACT, Raditya said the company is to contribute more as an enabler to accelerate new AI-based solutions in Indonesia.

“As our future vision, we want to be an integrated all-in-one AI platform to answer all problems in Indonesia and Southeast Asia. In fact, our focus is still to develop the best AI conversation in Indonesia,” he added.

One of the features he shows off to the media is Kata Voice. To put it simply, Kata Voice is an AI Bot that capable to answer customer’s questions through the phone. This feature is projected to reduce the load of call center service in a company.

Kata.ai mentioned four sectors that will benefit from their features. Those are social commerce, financial services, health services, and education.

Some of Kata.ai new features are free to access in a limited section. Some are using the subscription system.

In addition to the new features, Kata.ai also announced its first hackathon result named KataHack. They also plan to make this event annual to help developers create AI-based solutions.

“Furthermore, the app is to be available in the Katalog. It’s like App Store or Play Store for the app to be used or for trial by all Indonesians. Whether there will be collaborations or other plans are not scheduled, but we want to develop an ecosystem for Indonesian developers,” he said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Kata.ai Luncurkan Sejumlah Fitur Baru, Mudahkan Pengembang Kreasikan Layanan Berbasis AI

Kata.ai mempertegas posisinya sebagai platform kecerdasan buatan terintegrasi dalam ajang INTERACT 2019. Penegasan itu diiringi dengan peluncuran sejumlah fitur baru.

Total ada sepuluh fitur berbasis Artificial Intelligence (AI) dan Natural Language Processing (NLP) yang diperkenalkan. Di antaranya ada Kata Flow (platform pengembangan asisten virtual dengan kualitas korporasi), Kata NL (platform pengembangan model Natural Language dan mengolah insight dari data percakapan), Kata CMS (platform pengembangan dasbor untuk mengelola dan mengorganisasi konten chatbot).

Selain itu ada juga Kata Generator (platform untuk membuat dan melatih dataset Natural Language), Kata Boost (platform mengelola kampanye pemasaran dalam chatbot), Kata Voice (platform asisten virtual berbasis suara), Kata Omnichat (dasbor untuk mengelola proses layanan pelanggan), Kata Assist (fitur untuk membantu agen layanan pelanggan menjawab lebih cepat), Kata WhatsApp Dashboard (dasbor untuk mengelola dan mengotomatisasi percakapan dalam WhatsApp), dan Katalog (fitur untuk mencari dan memanfaatkan hasil pengembangan developer dalam Kata Platform).

“Sebagian sudah [deploy]. Yang sudah itu Kata Flow, Kata NL, minggu depan ada Omnichat, Kata Voice di tahun depan,” ujar Co-Founder & CEO Kata.ai Irzan Raditya.

Sejumlah fitur tersebut dibuat untuk memudahkan para engineer dan developer membangun produknya sendiri. Dalam sambutannya di INTERACT, Irzan mengatakan pihaknya ingin berperan lebih sebagai enabler untuk mendorong solusi baru berbasis AI di Indonesia.

“Kalau visi ke depannya kita ingin menjadi integrated all in one AI platform yang menjawab permasalahan di Indonesia dan Asia Tenggara. Tapi fokus kami di sini masih mengembangkan conversation AI yang paling kuat di Indonesia,” ucap Irzan.

Salah satu fitur yang dipamerkan Irzan kepada pewarta adalah Kata Voice. Sederhananya, Kata Voice ini adalah AI Bot yang dapat menjawab pertanyaan pengguna via telepon. Fitur ini diproyeksikan dapat mengurangi beban layanan call center suatu perusahaan.

Ada empat sektor industri yang menurut Kata.ai akan semakin terbantu dengan fitur-fitur mereka. Keempatnya adalah social commerce, layanan finansial, layanan kesehatan, dan edukasi.

Beberapa fitur baru Kata.ai itu dapat diakses secara gratis secara terbatas. Beberapa lainnya memakai sistem berlangganan.

Di samping pengenalan fitur baru, Kata.ai juga mengumumkan hasil perlombaan hackathon pertama bernama KataHack mereka. Kata.ai berencana menjadikan KataHack ini sebagai agenda rutin setiap tahun untuk membantu developer menciptakan solusi berbasis AI.

“Ke depan aplikasi mereka ini bisa diakses di dalam Katalog. Itu seperti App Store atau Play Store agar aplikasi itu bisa dipakai atau dicoba oleh seluruh masyarakat Indonesia. Apakah nanti akan ada kolaborasi atau hal lain kita belum tentukan tapi kita ingin mengembangkan ekosistem developer di Indonesia,” pungkas Irzan.

Mengkritik Facebook Adalah Cara Memelihara Dampak Positifnya

Dewasa ini sulit mencari pembanding yang sepadan dengan Facebook sebagai platform media sosial. Sebagai platform tunggal, belum ada yang sanggup menandingi jangkauan dan kegunaannya. Sebagian orang bahkan menganggap Facebook adalah internet itu sendiri

Pengaruh masif Facebook ini tentu juga terjadi di Indonesia. Dengan populasi mencapai ratusan juta jiwa, Indonesia adalah salah satu pasar yang paling “disayang”.

Sekitar dua pekan lalu, Facebook baru saja merilis studi yang menghitung dampak sosial dan ekonomi yang mereka hadirkan di Indonesia. PricewaterhouseCoopers (PwC) Indonesia dan Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) sebagai penyusun studi merangkum dampak sosial-ekonomi kehadiran Facebook ke dalam empat kategori yakni individu, bisnis, komunitas organisasi, dan pemerintah.

Dalam spektrum individu studi itu menyebut Facebook berperan menjadi ruang menjalin silaturahmi dengan orang yang sudah dikenal (84%), juga jadi wadah bertemu orang-orang yang belum mereka kenal sebelumnya baik yang berada di kota yang berbeda (80%), luar negeri (69%), atau mereka yang punya hobi serupa (81%), atau yang punya hobi berbeda (63%).

Koneksi yang terjalin antar individu tersebut melahirkan sejumlah komunitas di Facebook yang perannya kian besar. Salah satu contoh terbaiknya adalah Masyarakat Indonesia Anti-Hoax (Mafindo) yang aktif melawan disinformasi, berita palsu, dan hoaks di jagat maya Indonesia. Maka tak heran studi ini mendapati dari 1.220 orang yang tercatat sebagai sampel, sebagian besar mengaku mendapat pengetahuan baru seperti kemampuan digital (79% persen), kemampuan bahasa (73%), vokasional (67%), literasi (75%), soft skill seperti komunikasi (69%).

Dari aspek bisnis, dampak Facebook tampak begitu menjanjikan. Studi tersebut mencatat bisnis UKM merasa terbantu terutama dalam hal pemasaran dan jangkauan pasar. Sebanyak dari 1.022 bisnis mengaku engagement dengan pelanggan mereka meningkat (92%), bisnis berhasil memotong ongkos pemasaran (75%), dan membantu usaha mendapat pelanggan lebih banyak (92%). Terakhir dari sektor pemerintahan, layanan Facebook membantu 410 kantor pemerintahan daerah dan pusat dengan rincian: terbantu dalam menginformasikan kebijakan (75%), menjalankan praktik transparansi dan keterbukaan (84%), serta memudahkan menerima masukan publik (95%).

Studi tersebut jelas memperlihatkan manfaat besar dari Facebook sebagai media sosial paling berpengaruh di dunia. Namun karena besarnya itu pula, kita tak bisa lagi melihat satu sisi saja. Dalam hal ini saya meyakini pemeo kekuatan yang besar mendatangkan tanggung jawab lebih besar. Tanpa mengesampingkan manfaat yang dibawa, Facebook punya pekerjaan rumah yang sampai saat ini belum selesai.

Contoh pertama adalah potensi penyalahgunaan data seperti yang terjadi dalam skandal Cambridge Analytica. Skandal ini mencuat ke publik pada awal 2018. Data dari 87 juta pengguna Facebook menjadi korban dalam kasus ini. Sekitar 1,1 juta akun di Indonesia terimbas skalndal itu.

Meskipun tidak ada hukuman yang dijatuhkan kepada Facebook di Indonesia, sejumlah negara bersikap lebih keras. Inggris misalnya menjatuhkan denda sebesar 500 ribu poundsterling atau sekitar Rp9 miliar terhadap Facebook karena lalai dalam melindungi data penggunanya. Sementara itu, FTC, sebuah badan regulasi di Amerika Serikat, menjatuhkan sanksi berupa denda US$5 miliar atau sekitar Rp70 triliun dan kewajiban membangun struktur privasi baru yang lebih baik bagi penggunanya. Dua negara itu menunjukkan bahwa Facebook bersalah dan punya tanggung jawab atas kelalaiannya.

Contoh buruk lainnya adalah misinformasi dan hoaks di Myanmar yang disebarkan melalui platform Facebook. Seperti di negara Asia Tenggara lainnya, Facebook adalah jejaring sosial terpopuler di sana. Popularitasnya jugalah yang membuatnya jadi alat bagi kaum ultranasionalis dan militer di sana untuk menyerang etnis Muslim Rohingya.

Persatuan Bangsa-Bangsa mencatat ada 700.000 warga Rohingya lari dari Myanmar untuk menghindari pembantaian akibat kobaran kebencian di sana. Sebuah kasus yang disebut PBB sebagai “contoh textbook pembersihan etnis”.

Masalahnya, berbeda dengan dampak sosial yang mereka banggakan, Facebook sebagai raksasa teknologi kerap lupa diri dan terkesan naif akan pengaruhnya dalam sejumlah konflik di dunia nyata. Dalam kasus Rohingya tadi, mereka mengaku lambat merespons insiden itu.

Kelambanan Facebook dalam menyikapi situasi genting seperti itu juga tercermin dari cara CEO Facebook Mark Zuckerberg saat dihujani kritik pascapemilu AS 2016. Kala itu berbagai pihak mencibir Facebook karena terkesan membiarkan misinformasi merajalela sehingga memengaruhi hasil pemilu AS yang akhirnya dimenangi Donald Trump.

“Setelah pemilu, saya membuat pernyataan yang saya pikir bahwa misinformasi di Facebook mengubah hasil pemilu itu sebagai ide gila. Menganggapnya sebagai hal yang gila itu meremehkan dan saya menyesalinya,” kata Zuckerberg dua tahun silam.

Harus terus dikritisi

Tak ada alasan untuk berpaling dari manfaat sosial-ekonomi yang dibawa oleh Facebook. Namun melihat sepak terjang mereka yang tak banyak berubah, rasa skeptis patut terus dipelihara.

Belum lama Zuckerberg menyatakan sikap bahwa iklan politik merupakan bagian dari kebebasan berekspresi. Ini adalah contoh kesekian kali bos Facebook ini seakan tutup mata bahwa iklan politik membawa bom waktu yang sifatnya memecah belah publik dengan misinformasi dan hoaks.

Kita sudah kenyang dengan polarisasi opini yang begitu tajam dari sekian kali pemilu di Indonesia. Kita juga tahu kontraktor politik macam Cambridge Analytica punya peran dan siap memanfaatkan “dukungan” oleh Facebook tersebut. Ini sebabnya kita perlu sadar dan kritis terhadap apa yang Facebook berikan kepada publik.

Facebook setidaknya perlu bersikap seperti Twitter yang sudah tegas menolak iklan politik di platformnya. Kita tidak ingin misinformasi, berita palsu, dan hoaks mengotori beranda media sosial yang digunakan oleh 120 juta akun di Indonesia ini, yang nantinya malah menutupi dampak positif yang mereka usung.

Melalui Sistem Gamifikasi, Aplikasi Feet’s Ingin Bantu Perusahaan Tingkatkan Produktivitas Karyawan

Peluang bisa ditemukan dari mana saja. Feet’s, sebuah startup asal Malaysia, melihat peluang itu dari aktivitas sehari-hari para karyawan perusahaan.

Beroperasi di Indonesia sejak April 2019, Feet’s baru saja meluncurkan aplikasinya pada Selasa (29/10). Aplikasi Feet’s ini bertujuan membantu perusahaan mengelola keterlibatan karyawan melalui pendekatan gamifikasi.

Head of Project Feet’s William Loh menyebut produk mereka bergerak dari premis bahwa kondisi karyawan dapat menentukan tingkat produktivitas. Dengan demikian, menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan menyenangkan jadi hal wajib untuk menyokong kondisi karyawan. Dia juga mengatakan kerap kali ada jarak antara pekerja dengan atasan.

Hal tersebut turut dikemukakan dalam laporan bertajuk “Global Employee Engagement Trends 2018” bahwa hanya 65 persen karyawan di perusahaan Asia Pasifik yang merasa terlibat mendalam dengan perusahaan.

“Kami sangat senang dapat memperkenalkan Feet’s di Indonesia guna membantu perusahaan mengubah cara mereka berkomunikasi dan berinteraksi dengan karyawan mereka, serta menciptakan lingkungan kerja yang lebih baik, menyenangkan, sehat, dan produktif,” ujar William dalam peluncuran Feet’s.

Aplikasi Feet’s memiliki 5 fitur utama. Salah dua di antaranya adalah T’ing yang merupakan kotak saran dan Makan Buddy berfungsi mempertemukan sesama karyawan yang hendak istirahat makan siang.

Melalui sistem gamifikasi, Feet’s memberi poin atas setiap aktivitas karyawan melalui aplikasi ini. Semakin tinggi poin yang terkumpul, semakin besar pula kesempatan seorang karyawan memenangi suatu hadiah berupa potongan harga berbagai macam produk.

Alasan ekspansi ke Indonesia

Dengan 136,18 juta angkatan kerja, Indonesia jelas pasar yang menggiurkan bagi platform seperti Feet’s ini. Termasuk populasi angkatan milenial yang mencapai 39 persen dari total angkatan kerja tadi.

“Memang milenial ini lebih aktif dalam menggunakan mobile, tapi kami fokus ke semua lapisan [usia], tidak hanya milenial saja,” kata Managing Director Feet’s Ellyana Rosaline.

Setelah beberapa bulan beroperasi, Feet’s mengklaim sudah menggaet tiga perusahaan sebagai pelanggan mereka dengan total pengguna sekitar 5000 orang. Salah satu perusahaan yang sudah berlangganan jasa Feet’s adalah Perusahaan Gas Negara (PGN).

Monetisasi bisnis

Menurut Ellyana, arus pendapatan Feet’s hanya terjadi lewat biaya berlangganan. Perusahaan mana pun yang hendak memakai jasa Feet’s akan dikenakan biaya Rp18.000/bulan/orang. Lebih dari itu pihaknya mengaku belum punya cara monetisasi lain.

“Belum ada biaya lain lagi karena itu sudah bundle,” ucap Ellyana singkat.

Dari segi pendanaan, Ellyana menyampaikan pihaknya masih berstatus bootstrap. Kendati begitu, Feet’s berencana melakukan IPO pada tahun depan. Mereka yakin dalam satu tahun ini dapat menggaet lebih banyak perusahaan terutama dari kalangan pemerintah dan konglomerasi.

“Kita approach banyak sekali perusahaan-perusahaan di Indonesia yang butuh engagement mengingat banyaknya milenial di angkatan kerja,” pungkas Ellyana.

Application Information Will Show Up Here

Dua Tahun Berselang, OLX Kembali Tampil dengan Wajah Baru

OLX Indonesia kembali meluncurkan desain baru untuk platform mereka, termasuk logo baru perusahaan. Ini merupakan kedua kalinya situs jual beli tersebut tampil dengan wajah baru dalam dua tahun terakhir.

“Bagi kami ini adalah proses berkelanjutan, kami enggak akan berhenti (berinovasi) dan akan terus improve bagaimana caranya memberikan yang terbaik untuk pengguna. Kalau jawabannya ganti platform, kita akan ganti platform,” ujar Presiden Direktur OLX Indonesia Johan Nel.

Selain wajah baru aplikasi dan situs web mereka, OLX menghadirkan sejumlah fitur anyar bagi penggunanya. Di antaranya opsi menyembunyikan nomor telepon untuk penjual, voice chat untuk mempermudah percakapan penjual-pembeli, hingga memperbanyak slot foto produk menjadi 20 buah.

Tampilan dan sejumlah fitur anyar itu sejatinya sudah bergulir ke pengguna secara bertahap sejak Agustus 2019 lalu.

“Kami juga mengharuskan calon pembeli untuk login sebelum memakai fitur chat,” ucap Director of Growth & Partnership OLX Indonesia Agung Iskandar.

GMV capai 49 triliun Rupiah

Beroperasi sejak 2007, OLX yang dulunya bernama Tokobagus ini sekarang punya sekitar 3,9 juta iklan baru tiap bulan, 700 ribu penjual, 3,6 juta pembeli aktif, dan rata-rata pengunjung mencapai 20 juta per bulan. Agung menegaskan bahwa platform mereka masih menjadi rujukan bagi penjual pribadi, untuk menjual barang bekas yang sudah tak terpakai.

Produk elektronik, otomotif, dan properti masih jadi tiga kategori favorit di OLX. Agung pun dengan percaya diri mengatakan Gross Merhandise Value (GMV) mereka telah mencapai 49 triliun Rupiah per bulan. Kategori properti menyumbang 29 triliun Rupiah dari raihan tersebut.

“Dalam sebulan kurang lebih nilai transaksi di OLX sekitar 49 triliun Rupiah, itu hasil gabungan semua kategori,” tutur Agung.

Pertimbangkan opsi pembayaran digital

OLX mengaku tak punya target angka untuk bisnis mereka. Mereka mengklaim memakai kepuasan konsumen sebagai indikator kesuksesan.

Salah satu rencana untuk meningkatkan kepuasan konsumen dengan menghadirkan fitur pembayaran digital. Agung mengakui pihaknya sedang mempertimbangkan hal itu. Namun sejumlah alasan membuat mereka tak ingin terburu-buru memutuskan apakah segera membawa opsi pembayaran digital atau tidak.

“Kita sedang studi lebih dalam ke user kita apakah itu sesuatu yang perlu atau sekadar nice to have saja. Karena kita tahu perbedaan terbesarnya adalah kita (menjual) barang-barang bekas. Kedua, barang-barang kita bernilai besar seperti mobil, properti, dan furnitur,” jelas Agung.

Kendati demikian, Agung menyebut pihaknya masih menjalankan sejumlah studi sehingga ia tak bisa memastikan kapan opsi pembayaran digital dapat diimplementasi di platform mereka.

Sejak berdiri pada 2006, OLX dikenal sebagai platform iklan baris terbesar di Indonesia. Tampilan baru ini menjadi yang kedua kali dilakukan oleh OLX dalam dua tahun terakhir. Tampilan baru kali ini meliputi logo baru, antarmuka baru, dan sejumlah fitur anyar.

Application Information Will Show Up Here

AWS Indonesia’s Country Leader Talks on Data Sovereignty and Investment in the Region

Digital service development should not be separated from supporting services such as cloud technology. Amazon Web Services (AWS) as one of the cloud computing service providers in Indonesia revealed to DailySocial on the landscape of cloud business in the country and its challenges.

The cloud services are getting popular since conventional business shifted to digital. However, for several reasons, Indonesia’s adoption of cloud technology is relatively slow. AWS Indonesia’s Country Leader, Gunawan Susanto said, one of the reasons is that business practitioners’ lack of understanding on the importance of public cloud technology.

Susanto said, it was seen from the way digital service providers see how cloud computing works. Some people said the cloud infrastructure requires advance payment with a minimum contract for a few years that once violated can be subject to penalties.

“Cloud computing by definition doesn’t work like that. The system used is to pay as you go,” he said.

Another challenging factor is the quality of talents that haven’t met market demands. He shows concern about the low dissemination of information technology, particularly in the cloud business, affecting the public’s understanding of how important this service is.

AWS investment for the digital ecosystem

Dealing with these various challenges, AWS invests in various kinds of forms. Some of those include the AWS Training Certification program as free digital training for IT workers, including machine learning, artificial intelligence, also big data analysis; AWS Educate as a cloud computing training in educational institutions; AWS Activate as a place of consultation for startup engineers in the country.

He also said the training was mandatory to equally adjust HR skills, especially towards cloud computing. Even so, he admitted the investment was not enough that required a longer commitment.

“Is that enough? No, we want more. We also involved in Bekraf program as speakers in developer day, providing tech materials, collaborated with ITB for training, hackathon, and partnership with local partners and communities to extend cloud skills,” he added.

In another aspect, AWS reiterated their investment commitments in building cloud computing infrastructure in Indonesia. Gunawan explained that they’re soon to have a Region in Indonesia consisting of 3 Availability Zones.

Previously, Amazon has promised $1 billion investment or around Rp14 trillion in September 2018. It was for the next 10 years, said Amazon representative while visiting President Joko Widodo.

Local data center in the late 2021

As a cloud computing service provider, the security level has become the main concern. Susanto said the company focused on building a system for user’s data to stay secure. The plan is to build a local data center by the end of 2021 or early 2022

The important role of a local data center is affecting some businesses to doubt moving to the public cloud. By having data center in the country, they’ll be less insecure due to the protection of government regulations.

“The principle is to always have conversations on all regulations in each country. Therefore, we’ll keep helping our customers to comply with the current regulation. After all, by having data center in Indonesia, AWS customers should have easier access, particularly in the highly regulated industry,” Susanto said.

Regarding this issue, the government has prepared a revision of the Government Regulation No. 82 of 2012 on the Implementation of Electronic Transactions and Systems (PSTE). The latest news said the revised version has signed by the President. There’s one article said that overseas data storage allowed in Indonesia.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

PP 71/2019 tentang PTSE Sudah Berlaku, Pelaku Industri Pusat Data Lokal Khawatir

Pemerintah sudah resmi menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE). Kalangan pelaku industri lokal menanggapi dingin regulasi baru tersebut. PP 71/2019 ini merupakan hasil revisi dari PP 82/2012 yang sebelumnya berlaku. Peraturan ini sejatinya sudah resmi sejak 10 Oktober lalu.

Namun sebelum melihat pandangan pelaku industri lokal, berikut adalah beberapa poin penting dalam PP 71/2019 dengan perubahan signifikan dari aturan sebelumnya.

  1. PSTE dibagi menjadi dua yakni; publik dan privat.
  2. PSTE terbebas dari tanggung jawab jika dalam keadaan terpaksa atau berasal dari kesalahan pengguna.
  3. PSTE tunduk terhadap regulasi yang berlaku di Indonesia termasuk soal konten informasi yang tak sesuai ketentuan negara.
  4. Pengakuan hak right to be erased dan right to delisting dari mesin pencari atau platform informasi elektronik lainnya.
  5. PSTE privat boleh melakukan pengelolaan, pemrosesan, dan/atau penyimpanan sistem elektronik dan data di luar negeri.

Dari sekian poin dalam aturan baru tersebut, pasal 21 ayat 1 menjadi sorotan utama bagi pelaku industri lokal. Ketua Asosiasi Cloud Computing Indonesia Alex Budiyanto mengatakan, pihaknya mengaku kaget ketika Kementerian Komunikasi dan Informatika era Menteri Rudiantara meloloskan pasal tersebut.

Alex menilai pasal 21 ayat 1 itu berlawanan dengan visi Presiden Joko Widodo yang menekankan kedaulatan data. Namun pada kenyataannya, pasal itu justru mengizinkan sektor privat memiliki pusat data di luar negeri.

“Pada prinsipnya kami kecewa karena apa yang kami harapkan dari implementasi janji Presiden Jokowi pada pidato tanggal 16 Agustus 2019 di depan MPR soal pentingnya perlindungan data, kedaulatan data, tapi ternyata hasilnya malah bertentangan,” ujar Alex.

Alex mengaku tak mempersoalkan perusahaan OTT asing. Namun ketika pemerintah justru melonggarkan peraturan pusat data lewat regulasi ini, ia menilai negara bakal kena imbas negatif terutama dari aspek kedaulatan.

“Data di sektor publik itu hanya 10 persen, berarti 90 persen data kita ada di sektor privat. Ini berarti 90 persen data kita lari ke luar Indonesia. Kalau sudah begitu bagaimana bisa melindungi dan menegakkan kedaulatan data kita ketika datanya di luar yurisdiksi,” ucap Alex penuh protes.

Hal senada juga diungkapkan oleh Ketua Bidang Industri 4.0 Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) Teguh Prasetya. Namun dalam hal ini, Teguh lebih khawatir oleh potensi ekonomi yang hilang dengan berlakunya PP ini.

Investasi pusat data di Indonesia diperkirakan mencapai US$850 juta (sekitar Rp12 triliun) pada 2020 nanti. Teguh bahkan memperkirakan uang yang masuk dari investasi pusat data bisa sampai US$1 miliar (Rp14 triliun). Namun dengan berlakunya PP 71/2019 ini, negara kemungkinan akan kehilangan pendapatan.

“Dengan ada relaksasi ini, artinya penyedia layanan privat tidak harus ada di Indonesia, enggak harus pakai server lokal, dan berarti investasi penyedia data center lokal akan berkurang,” tutur Teguh.

Sejauh ini, pasal 21 ayat 1 menjadi sumber kontroversi dari PP 71/2019 ini. Kendati demikian, perlu diperhatikan juga dalam pasal 21 ayat 3 terdapat klausul yang mewajibkan penyelenggara layanan memberikan akses kepada pemerintah dalam rangka pengawasan dan penegakan hukum.

“Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat wajib memberikan Akses terhadap Sistem Elektronik dan Data Elektronik dalam rangka pengawasan dan penegakan hukum sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” demikian bunyi pasal 21 ayat 3.