Telkom Group Resmi Suntik 2,1 Triliun Rupiah untuk Gojek

Desas desus investasi Telkom untuk Gojek akhirnya resmi diumumkan lewat keterbukaan di Bursa Efek Indonesia, Selasa (17/11). Telkom, melalui anak usahanya, Telkomsel, masuk ke jajaran investor dengan total investasi seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, $150 juta (setara Rp2,1 triliun).

Dalam keterbukaan, VP Investor Relations Telkom Andi Setiawan menjelaskan investasi di AKAB (PT Aplikasi Karya Anak Bangsa) adalah bentuk komitmen Telkomsel sebagai perusahaan telekomunikasi digital untuk memberikan layanan beyond connectivity.

Telkom percaya kolaborasi ini dapat memberikan layanan dan solusi yang lebih baik kepada masyarakat dalam membangun ekosistem digital yang inklusif dan berkesinambungan.

“Dengan transaksi ini, terhitung sejak terpenuhinya segala syarat berdasarkan Perjanjian dan ditandatanganinya dokumen terkait, maka Telkomsel akan memiliki investasi di AKAB sebesar $150 juta,” tulisnya.

Disebutkan secara bersama kedua perusahaan akan memperkuat layanan digital, mendorong inovasi dan produk baru, serta meningkatkan kenyamanan bagi para pengguna dan pelaku UMKM.

Rumor masuknya Telkom Group ke Gojek sudah beredar sejak 2018. Nilai proposal investasi waktu itu bahkan jauh lebih besar, mencapai $400 juta. Namun rencana tersebut terhalang restu Menteri BUMN saat itu. Dengan bergantinya pemimpin, Menteri BUMN Erick Thohir memberikan lampu hijau untuk aksi ini.

Masuknya Telkom menambah konglomerasi lokal yang masuk ke Gojek, setelah Astra dan Djarum (lewat Blibli). Termasuk bentuk realisasi kemitraan strategis ini adalah pengembangan produk masing-masing platform, misalnya perusahaan patungan GoFleet, antara Gojek dan Astra, yang menyasar pengemudi Go-Car sebagai penggunanya.

Kinerja Gojek sendiri, dipaparkan pekan lalu, disebut berhasil bertahan selama pandemi. Perusahaan mencatatkan kenaikan total nilai transaksi di dalam platform grup, diukur dengan matriks Gross Transaction Value (GTV) yang membukukan peningkatan sebesar 10% dan mencapai $12 miliar (hampir Rp170 triliun) pada tahun ini.

Pengguna aktif bulanan Gojek saat ini mencapai 38 juta orang di seluruh Asia Tenggara dan memiliki 900 ribu merchant. Sepanjang tahun ini, perusahaan banyak berinvestasi untuk layanan grocery (GoMart dan GoShop) untuk menyesuaikan dengan kebiasaan baru selama pandemi.

Tokopedia Umumkan Investasi dari Google dan Temasek

Melalui akun media sosial miliknya, Co-Founder & CEO Tokopedia William Tanuwijaya mengumumkan Temasek dan Google kini telah masuk di jajaran pemegang saham perusahaan. Kabar tersebut sebenarnya sudah berhembus sejak bulan lalu, namun kala itu perusahaan masih enggan berkomentar.

Sumber Bloomberg mengatakan, investasi baru ini berada di kisaran $350 juta atau setara 5 triliun Rupiah. Pendanaan ini membawa valuasi perusahaan ke  $7,5 miliar. Dana tersebut akan difokuskan untuk melancarkan agenda ekspansi bisnis pasca-Covid-19. Disampaikan William, misi perusahaan adalah mengakselerasi transformasi digital dan melakukan pemerataan ekonomi melalui teknologi di Indonesia.

Sebelumnya Nikkei Asia Review mengatakan Tokopedia telah mengajukan dokumen ke Kemenkumham, dengan Google memiliki 1,6% kepemilikan, sementara Temasek melalui perusahaan afiliasinya, Anderson Investments, memegang 3,3% saham perusahaan. Angka ini bisa berubah karena belum mencerminkan total investasi di putaran pendanaan kali ini.

Sebelum putaran ini, terakhir Tokopedia mengumumkan perolehan pendanaan senilai $1,1 miliar pada akhir 2018, dipimpin SoftBank Vision Fund dan Alibaba Group. Softbank melalui beberapa pendanaannya diperkirakan, sebelum putaran pendanaan terakhir, memiliki 38,3% saham perusahaan, sementara Alibaba sekitar 25,19%.

Kolaborasi dengan Google

Informasi dari sumber terpercaya, kepada DailySocial menyebutkan, pasca pendanaan ini Tokopedia dan Google sepakat menjalin kemitraan strategis untuk penguatan adopsi layanan komputasi awan. Sumber kami mengatakan, mereka menyusun sebuah joint venture untuk menawarkan produk komputasi awan Google ke merchant Tokopedia yang ingin meningkatkan skala bisnisnya.

Belum dibeberkan secara detail layanan apakah itu, namun jika melihat lini produk yang dipasarkan Google di Indonesia, layanan tersebut bisa berupa Google Cloud untuk solusi hosting dan analisis data, Google Workplace (dahulu G Suites) untuk produktivitas, dan teknologi pemasaran atau iklan digital Google Ads (dahulu AdWords).

Lanskap E-commerce makin menarik

Menurut laporan terbaru e-Conomy SEA 2020, bisnis e-commerce di Indonesia diprediksikan mencapai GMV $32 miliar tahun ini. Laju pertumbuhan majemuk tahunan (CAGR) mencapai 54% dari tahun 2019. Angka ini diprediksi mencapai $83 miliar pada tahun 2025 mendatang seiring dengan peningkatan penetrasi internet dan infrastruktur.

Hingga Q3 2020, peringkat tiga besar teratas layanan e-commerce Indonesia, berdasarkan jumlah kunjungan, masih diduduki Shopee, Tokopedia, dan Bukalapak.

Sebelumnya Microsoft telah mengumumkan investasinya ke Bukalapak. Kendati tidak diinfokan detail mengenai nilai dan kesepakatan pendanaan, diperkirakan nilainya mencapai $100 juta atau sekitar 1,4 triliun Rupiah. Selain mengaplikasikan layanan komputasi awan Microsoft Azure di internal Bukalapak, agenda lainnya kedua perusahaan akan bersama-sama meningkatkan kompetensi digital mitra UKM yang berjualan di online marketplace tersebut.

Di lini produk komputasi awan, Google dan Microsoft (dan AWS) memang bersaing ketat sebagai penyedia global. Masuknya investor Amerika Serikat dengan nilai pendanaan yang besar mengindikasikan bahwa ekonomi digital Indonesia makin menarik untuk digarap melalui “pendekatan lokal”, termasuk menggandeng startup lokal.

Application Information Will Show Up Here

Masuk ke Wellness, Prudential Resmikan Aplikasi Bertenaga AI “Pulse”

Perusahaan asuransi jiwa Prudential meresmikan aplikasi wellness Pulse by Prudential (Pulse) untuk bantu pengguna mengelola kesehatan secara lebih menyeluruh. Pulse dibekali segudang fitur wellness yang didukung teknologi AI sehingga pengguna dapat mengelola kesehatan mereka secara proaktif.

Presiden Direktur Prudential Indonesia Jens Reisch menjelaskan, sejak Pulse diperkenalkan di Indonesia pada Februari 2020, tercatat sudah digunakan oleh lebih dari 4,3 juta masyarakat Indonesia. Torehan ini menandakan bahwa kesadaran masyarakat terhadap kesehatan kian meningkat, khususnya di tengah pandemi.

Angka tersebut bahkan melebihi jumlah nasabah Prudential Indonesia. Per tahun lalu, angka nasabah Prudential Indonesia mencapai dua juta nasabah sejak beroperasi pada 1995.

“Di tengah situasi pandemi saat ini, masyarakat Indonesia melihat kesehatan mereka semakin penting. Belum satu tahun Pulse sudah diakses oleh 4,3 juta pengguna,” katanya dalam konferensi pers yang digelar secara virtual, kemarin (12/11).

Mengutip dari data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kemenkes, menunjukkan gaya hidup orang Indonesia mendorong pada peningkatan prevalensi penyakit tidak menular (PTM), seperti kanker, stroke, penyakit ginjal kronis, diabetes melitus, dan hipertensi.

Penyebabnya, lebih dari 90% orang Indonesia mengonsumsi makanan yang kurang sehat, termasuk kurang mengonsumsi sayur dan buah, dan lebih dari 33% orang Indonesia kurang melakukan aktivitas fisik. Dari data tersebut, menjadi efek domino karena dipengaruhi oleh pandemi yang terjadi saat ini.

“Pulse bertugas untuk mencegah, menunda sakit, serta melindungi dengan terus mendampingi setiap perjalanan kehidupan dari pengguna,” tambah Chief Operations and Health Officer Prudential Indonesia Dian Budiani.

Pulse pertama kali dirilis di Malaysia pada Agustus 2019. Kini tersedia di 11 negara di Asia, seperti Kamboja, Hong Kong, Laos, Myanmar, Filipina, Singapura, Taiwan, Thailand, dan Vietnam. Diklaim, aplikasi ini telah diunduh lebih dari 12 juta kali per 11 November 2020.

Segudang fitur baru

Dalam peresmian ini, Prudential menambahkan segudang fitur baru dan melakukan monetisasi lewat paket berlangganan karena Pulse tidak eksklusif untuk nasabah Prudential saja. Untuk paket berlangganan, pengguna dapat mengakses fitur komunitas eksklusif, pelari, dan pesepeda di Komunitas Saya; Perencanaan Makan untuk mengelola menu makanan yang disesuaikan dengan tujuan kesehatan pengguna.

Selanjutnya, fitur Jurnal Makanan yang dibantu AI, pengguna dapat mengetahui kalori yang dikonsumsi hanya dengan memfoto makanan dan mencatatnya ke dalam jurnal; My Healthy Eating Goal untuk memberi tantangan pengguna untuk memulai kebiasaan baru dalam mengonsumsi makanan; My Eye Dispensary & My Pulmonary Clinic untuk mengetahui kesehatan mata dan tingkat saturasi oksigen dalam darah hanya dengan merekam video swafoto dan dianalisis dengan AI.

Terakhir, voucher perlindungan asuransi jiwa yang nilainya setara dengan satu bulan premi. Paket berlangganan ini dibanderol seharga Rp39.900 per bulannya.

Fitur tanpa biaya pun juga tersedia. Di antaranya alat ukur BMI dan Cermin Kerutan Wajah, hanya dengan swafoto dan dibantu AI, pengguna dapat mengetahui kondisi massa tubuh dan tingkat kerutan di wajah. Lalu, Monitor Kegiatan Olahraga untuk memantau indikator kesehatan yang terhubung dengan perangkat wearable Garmin, Fitbit, Google Health, dan Apple Health.

Seluruh fitur teranyar ini membantu pengguna untuk memahami kondisi tubuh dengan lebih baik karena mereka bisa mendapatkan gambaran umum kondisi mereka, serta pemahaman yang lebih baik tentang gejala penyakit yang dikhawatirkan.

Aplikasi juga dapat mengarahkan pengguna untuk mendapat penanganan yang sesuai, berkat dukungan dari AI yang didukung oleh Babylon, startup healthtech AI dari Inggris.

Dalam mencakup fungsi Pulse lainnya sebagai perlindungan, telah dilengkapi dengan fitur PRUShoppe untuk membeli produk asuransi jiwa dari Prudential langsung melalui aplikasi. Lebih lanjut lagi, mereka dapat berkonsultasi dengan dokter dan membeli obat, berkat dukungan dari Halodoc yang telah terhubung dengan Pulse.

Selain kesehatan, Pulse menyediakan fitur informasi dan pengingat waktu sholat dan penunjuk arah kiblat.

“Kami berkolaborasi dengan banyak pihak dalam menciptakan seluruh fitur tersebut. Tentunya kami akan terus perkenalkan fitur baru ke depannya,” tutup Chief Marketing and Communications Officer Prudential Indonesia Luskito Hambali.

Application Information Will Show Up Here

Mendiskusikan Dampak RUU PDP Terhadap Bisnis Periklanan Digital di Indonesia

Rancangan Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) cepat atau lambat akan disahkan oleh parlemen menjadi produk hukum tetap. Keberadaan beleid itu kian penting karena masyarakat sudah makin terhubung dengan layanan digital.

Dengan kata lain, RUU PDP menjadi satu-satunya harapan bagi masyarakat agar data yang mereka serahkan ke sejumlah platform layanan digital dapat benar-benar dilindungi. Namun aturan perlindungan data pribadi yang lebih ketat punya dampak yang berbeda ke dunia periklanan digital.

Indonesia Digital Association menangkap potensi dampak tersebut. Ketua IDA Dian Gemiano mengakui dampak yang akan dibawa oleh RUU PDP akan besar terhadap periklanan digital. Namun ia meyakini industri periklanan digital tak perlu khawatir asal dapat beradaptasi dengan cepat.

“Aturan-aturan tersebut juga akan melindungi pemilik usaha dari gangguan para pelaku data fraud yang sering merugikan pelaku usaha yang legitimate,” ujar Gemi.

Chairman Asosiasi Big Data dan AI Indonesia Rudi Rusidah menjelaskan, tujuan utama RUU PDP adalah menjaga kedaulatan data masyarakat. Rudi, yang aktif terlibat dalam pembahasan RUU PDP, menilai regulasi itu cukup penting dalam kegiatan periklanan digital untuk meminimalisasi kebocoran data atau penyalahgunaan data. Salah satu caranya adalah dengan menukar data yang bisa diidentifikasi ke pemilik data dengan kode atau nomor-nomor tertentu. Cara tersebut dinamakan pseudonymization.

“Di dalam peraturan itu nanti kalau mau sharing data atau menjual data ke orang lain datanya harus dibikin anonim,” imbuh Rudi.

Industri periklanan digital, baik lokal maupun global, memang sedang menghadapi tantangan besar sepanjang tahun ini. Di Eropa, berlakunya GDPR mengubah banyak hal dalam khususnya cara kerja industri periklanan digital.

Tekanan untuk mengamankan data pribadi di berbagai platform digital pun terus menguat. Kabar terbesar paling anyar datang dari Google yang berencana mematikan secara bertahap third party cookies di peramban Chrome dalam dua tahun ke depan.

Dalam dunia periklanan digital, third party cookies adalah alat yang dapat membantu mereka dalam menelusuri data pengguna antarsitus web yang berbeda. Dengan alat itu pemilik situs dapat melakukan re-marketing atau re-targeting dalam sebuah kampanye.

Data dari StatCounter pada September 2020 menunjukkan pangsa pasar peramban Google Chrome di Indonesia mencapai 77,5%. Hilangnya third party cookies di peramban itu jelas akan memaksa banyak pihak di industri periklanan digital mencari cara baru dalam mengelola dan memonetisasi first party data.

“Penting bagi pelaku industri digital mengerti bagaimana praktik bisnis bisa mematuhi peraturan data pribadi yang ada di industri, meskipun saat ini masih berbentuk RUU,” pungkas Gemi.

Gambar Header: Depositphotos.com

Alodokter Umumkan Pendanaan Seri C+ dari MDI Ventures dan Sejumlah Investor

Alodokter mengumumkan telah mendapatkan pendanaan dari sejumlah investor, di antaranya MDI Ventures, Sequis, Golden Gate Ventures, Heritas, dan Hera Capital. Tidak disebutkan detail nominal yang didapat. Ini merupakan perpanjangan dari putaran seri C yang telah diumumkan sejak Oktober 2019 (atau disebut seri C+). Kala itu, startup healthtech yang didirikan Nathanael Faibis dan Suci Arumsari tersebut berhasil bukukan dana $33 juta atau sekitar Rp468 miliar.

Platform Alodokter terdiri dari beberapa fitur. Mulai dari info dan forum tanya-jawab kesehatan, kanal pencarian dokter, chat dokter, asuransi kesehatan, dan layanan pembelian obat. Untuk asuransi, mereka bekerja sama dengan Sequis yang juga turut andil dalam investasi ini; sedangkan untuk fitur pembelian obat bekerja sama dengan Apotek Century dan Apotek Generik. Berbagai fitur tersebut bisa diakses lewat aplikasi mobile dan/atau situs web.

Dari rilis yang kami terima, perusahaan mengklaim telah menghubungkan lebih dari 30 dokter dan 1500 rumah sakit/klinik kesehatan di Indonesia. Sementara untuk aplikasi konsumer sudah diunduh lebih dari 5 juta pengguna. Ditinjau dari statistik penggunaan layanan, salah satunya Similarweb, Alodokter memang cenderung lebih unggul dibanding dengan beberapa pemain lainnya untuk akses ke situs maupun aplikasi.

Rivalnya, yakni Halodoc punya strategi lain, yaitu dengan integrasi. Salah satunya bekerja sama dengan Gojek untuk hadirkan layanan GoMed di aplikasi ride-hailing tersebut. Selain menyasar konsumer, Halodoc juga melayani konsumen bisnis. Kemudian, selain itu masih ada beberapa layanan lain yang terus kebut bisnis di tengah “momentum” pandemi, salah satunya Medigo.

Masuknya MDI ke jajaran shareholder akan membuka peluang kerja sama antara Alodokter dengan perusahaan di lingkup BUMN. Hal ini ditegaskan oleh CEO MDI Ventures Donald Widjaja, “Sebagai bagian dari CVC Telkom Group, MDI selalu melihat peran kami sebagai jembatan untuk membawa inovasi dari startup untuk bermitra dan tumbuh bersama Telkom.”

Di wawancara sebelumnya dengan Donald juga disampaikan, sampai saat ini MDI berhasil bukukan dana kelolaan hingga $790 juta (setara 11,6 triliun Rupiah) — menjadi dana kelolaan CVC terbesar, tak hanya di Indonesia tetapi juga di Asia Tenggara. Salah satu implikasinya, MDI mengemban tugas untuk membawa kemitraan inovatif dari startup ke perusahaan BUMN lainnya.

“Pendanaan ini menyatukan misi layanan publik Telkom untuk masyarakat Indonesia dan pendekatan bisnis Alodokter untuk mendukung perawatan kesehatan umum. Dana akan dimanfaatkan untuk meningkatkan kemampuan kami memenuhi harapan pengguna Indonesia dan meningkatkan platform kesehatan digital kami agar lebih kuat, mudah diakses, dan terjangkau,” ujar Presiden Direktur Alodokter Suci Arumsari.

Meninjau dari berbagai hasil riset, healthtech memang jadi salah satu model bisnis yang saat ini diperhatikan investor. Pandemi memberikan pertumbuhan eksponensial bagi layanan tersebut, tidak hanya di Indonesia, bahkan di Asia Tenggara — salah satunya divalidasi laporan terbaru Google, Temasek, dan Bain & Company dalam e-Conomy SEA 2020.

Healthtech in SEA

Beberapa layanan kesehatan digital telah tervalidasi, baik yang menyasar konsumer maupun bisnis. Di antaranya konsultasi daring (telemedicine), sistem informasi kesehatan, lokapasar kesehatan dan kebugaran, layanan pemasanan obat (e-pharmacy), hingga sistem pemesanan jadwal temu dokter.

Application Information Will Show Up Here

Investree Bukukan Dana 213 Miliar Rupiah dari Accial Capital, Pembuka Putaran Seri C2

Startup p2p lending Investree mengumumkan perolehan “debt funding” sebesar $15 juta (lebih dari Rp213 miliar) dari debt investor Accial Capital. Dikonfirmasi langsung kepada DailySocial, ini adalah bagian dari putaran seri C2 yang masih berlangsung.

Co-Founder & CEO Investree Adrian Gunadi menerangkan, pendanaan seri C2 diharapkan selesai pada kuartal pertama tahun depan. Dalam putaran ini, Investree menargetkan dapat mengantongi dana yang terdiri dari debt dan ekuitas.

“Kita kejar debt funding dulu sampai akhir tahun ini. Ada satu lagi yang sebentar lagi closed. [Putaran Seri C2] mungkin selesai Q1 2021,” terangnya, Jumat (13/11).

Sebelumnya, Seri C1 sudah diumumkan pada April 2020 dengan total perolehan $23,5 juta yang dipimpin oleh MUIP (anak usaha ventura dari Mitsubishi UFJ Financial Group) dan BRI Ventures. Investor lainnya yang berpartisipasi ada SBI Holdings dan 9F Fintech Holdings Group.

Adrian melanjutkan, hubungan perusahaan bersama Accial Capital sebenarnya dimulai sejak 2017 sebagai channeling. Kini, semakin diperkuat dengan pendanaan debt. Accial juga bergabung menjadi salah satu lender institusi di Investree. Selain Investree, Accial juga memberikan pendanaan debt kepada AwanTunai yang diumumkan pada Juli 2020.

“Awal kita start channeling [dengan Accial], sekarang diperdalam dengan debt funding karena selain Indonesia ada rencana untuk ke Filipina dan Thailand. Jadi funding ini untuk Investree Group, tidak hanya Investree Indonesia.”

Dalam keterangan resmi, dipaparkan Accial Capital pada 2017 bermitra untuk mendanai sub-segmen portofolio pinjaman UKM. Fasilitas kredit yang diberikan Accial Capital ini akan memberikan pembiayaan kepada lebih banyak UKM Indonesia melalui beragam portofolio pinjaman Investree, termasuk invoice financing, buyer financing, working capital term loan, dan online seller financing.

CIO Accial Capital Michael Shum menerangkan, Investree adalah investasi pertama perusahaan di Indonesia dan pihaknya terkesan dengan perkembangan dan kemajuan yang telah mereka buat sejak pertama kali di 2017.

“Sebagai pelopor dalam pembiayaan pinjaman dengan jaminan aset untuk perusahaan fintech lending di pasar-pasar berkembang, Accial Capital yang berasal dari Amerika Serikat menjadi pemberi pinjaman institusi asing pertama Investree 3 tahun lalu dan menegaskan kembali komitmennya terhadap pasar UKM di Indonesia.

Investree fokus pada pembiayaan rantai pasokan (supply chain financing) dan mulai mengubah konsepnya menjadi solusi digital bagi UKM tepat memasuki usianya yang kelima. Perusahaan mulai masuk ke ekosistem rekanan yang memiliki bidang usaha unik yang mampu membuka peluang lebih besar untu menyentuh lebih banyak target.

Salah satunya adalah perempuan yang memegang peranan penting dalam pengelolaan keuangan keluarga. Di sini, Investree menggandeng Gramindo Berkah Madani sebuah koperasi jasa unit simpan pinjam yang fokus pada pembiayaan super mikro.

Hingga September 2020, perusahaan telah memfasilitas pinjaman sebesar Rp7 triliun kepada 1.429 peminjam dan mencatat sekitar 120 pemberi pinjaman di platformnya.

Application Information Will Show Up Here

Bisnis Merchant Sokong Pertumbuhan Gojek Tahun 2020

Gojek mengungkapkan kenaikan total nilai transaksi di dalam platform grup Gojek, diukur dengan matriks Gross Transaction Value (GTV) bukukan peningkatan sebesar 10% atau senilai $12 miliar (hampir Rp170 triliun) pada tahun ini. Disebutkan juga, pengguna aktif bulanan Gojek mencapai 38 juta orang di seluruh Asia Tenggara dan memiliki 900 ribu merchant.

Memasuki satu dekade, Gojek juga sesumbar dengan pencapaian lainnya. GTV yang dihasilkan dari GoPay diklaim telah melampaui sebelum pandemi, meski tidak disertai dengan angka pendukung.

Dikatakan juga transaksi GoPay di ranah online naik 2,7 kali lipat pada Oktober 2020 dibandingkan bulan yang sama di tahun sebelumnya. Lalu, untuk transaksi PayLater naik 2,7 kali lipat, dan donasi yang disalurkan naik 2 kali lipat sejak awal tahun.

Adapun untuk GTV layanan grocery (GoMart dan GoShop) disebutkan tumbuh 500% pada 2020. Kenaikan ini selaras dengan perpindahan kebiasaan konsumen yang tadinya biasa berbelanja kebutuhan secara offline, beralih ke online akibat pandemi.

Gojek melakukan banyak pengembangan di produk strategis ini demi memenuhi kebutuhan pengguna dan membuka peluang lebih banyak pengusaha mikro mulai berjualan online. Salah satu inovasinya adalah otomatisasi yang berhasil meningkatkan efisiensi dan kualitas performa aplikasi, contohnya GoBiz self-serve onboarding dan CareTech ticket automation.

“Dalam tahun-tahun sebelumnya, GoMart dan GoShop pertumbuhannya enggak sebaik industri online lainnya. Tapi sekarang jadi banyak orang yang pilih opsi online sejak terjadi pandemi,” ujar Co-CEO Gojek Kevin Aluwi saat konferensi pers secara virtual, Kamis (12/11).

Layanan inti kemungkinan tidak tumbuh signifikan

Hal lainnya yang dipaparkan oleh Gojek adalah klaim empat layanan utamanya, yakni GoCar, GoRide, GoSend, dan GoFood, telah meraup laba operasional di luar biaya headquarter (HQ) atau dikenal dengan istilah contribution margin positive pada tahun ini.

Dalam penjelasan sederhana, contribution margin adalah saat Anda membuat produk atau memberikan layanan, lalu mengurangi biaya variabel pengiriman produk itu, dan pendapatan yang tersisa disebut margin kontribusi.

Yang menarik dari klaim Gojek ini adalah kalimat “di luar biaya HQ”, artinya Gojek tidak memasukkan rincian pengeluaran operasional rutin, seperti gaji karyawan, listrik, internet, dan sebagainya ke dalam komponen perhitungan untuk memperkuat klaimnya tersebut.

Diibaratkan, Gojek hanya menghitung laba yang didapat dari setiap transaksi yang terjadi di empat layanan tersebut. Lalu diputar kembali untuk pengembangan inovasi lainnya. Klaim seperti ini sah-sah saja.

Namun jika melihat data yang ada, bisnis ride-hailing memang belum bisa dikatakan pulih akibat Covid-19. Data terbaru dari e-Conomy SEA 2020 menunjukkan tren yang masih minus hingga Oktober 2020. Di Indonesia, dari survei yang dilakukan, sepanjang pandemi 48% responden mengurangi penggunaan layanan tersebut.

Data ride-hailing e-Conomy SEA 2020 / Google, Temasek, Bain & Company
Data ride-hailing e-Conomy SEA 2020 / Google, Temasek, Bain & Company

Co-CEO Gojek Andre Soelistyo menerangkan, contribution margin positive ini penting buat kinerja perusahaan karena setiap profit yang dihasilkan dari transaksi di dalam aplikasi Gojek dapat diputar untuk pengembangan inovasi berikutnya. Perusahaan pun tidak lagi harus bergantung pada investasi dari eksternal.

“Mulai tahun ini, inovasi yang kami lakukan bisa dibiayai dari internal cashflow, tidak lagi bergantung dari investasi eksternal. Dengan kondisi pandemi seperti ini begitu penting karena ini adalah kunci dari sustainability, ada keseimbangan bisnis,” terangnya.

Menurut dia, pencapaian ini sangat baik terlebih di tengah pandemi, sebab sejalan dengan fokusnya yang ingin memperkuat fundamentalnya sebagai perusahaan berkelanjutan.

Andre melanjutkan, pada tahun ini pihaknya juga berinvestasi pada infrastruktur dan integrasi platform Gojek secara global. Bentuk realisasinya adalah mengintegrasikan aplikasi Gojek secara global di Indonesia, Singapura, Vietnam, dan Thailand.

Ini adalah langkah strategis untuk memperkuat brand di pasar internasional, sekaligus memberikan keleluasaan untuk mempercepat pengembangan layanan di negara-negara Gojek beroperasi.

“Dengan adanya satu app, semua teknologi yang kami buat di Indonesia bisa diotomatisasi ke negara-negara lain secara lebih cepat. Konsumen di ASEAN bisa merasakan layanan yang kami kembangkan,” tutup Andre.

Application Information Will Show Up Here

Ruangpeduli Diluncurkan, Mengakomodasi Bantuan Sosial untuk Pendidikan

Setelah Mendikbud menyatakan kondisi akibat pandemi belum memungkinkan kegiatan belajar-mengajar berlangsung secara normal, terdapat ratusan ribu sekolah ditutup sementara untuk mencegah penyebaran Covid-19. Puluhan juta siswa kini melakukan kegiatan belajar dari rumah dan kurang lebih empat juta guru melakukan kegiatan mengajar jarak jauh. Sayangnya, berbagai keterbatasan banyak ditemui, sehingga membuat agenda belajar daring tersebut kurang optimal.

Melihat kondisi tersebut, Ruangguru meluncurkan inovasi barunya yang diberi nama Ruangpeduli. Melalui platform ini, mereka ingin menghubungkan seluruh stakeholder dalam dunia pendidikan seperti pelajar, guru, sekolah, dan lainnya dengan berbagai pihak yang memiliki kapasitas untuk membantu. Ruangguru akan memusatkan dan melaksanakan seluruh kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) yang selama ini sudah berjalan dan yang akan datang, di dalam Ruangpeduli.

Co-Founder & CEO Ruangguru Belva Devara mengungkapkan, “Kondisi pandemi yang kita hadapi saat ini makin memperbesar berbagai tantangan pendidikan. Kami meluncurkan Ruangpeduli karena percaya bahwa gerakan peduli pendidikan bisa dibuat lebih terstruktur dan kolaboratif. Harapannya, lewat Ruangpeduli, akan ada lebih banyak individu dan lembaga yang terpanggil untuk berkontribusi untuk pendidikan Indonesia.”

Dalam platform ini, individu maupun lembaga dapat mengajukan program sosial pendidikan yang membutuhkan bantuan. Beberapa program pendidikan telah berlangsung melalui kerja sama dengan para mitra, seperti beasiswa pelatihan guru, beasiswa pendampingan siswa, pembelajaran intensif untuk siswa putus sekolah, dan akses gratis ke konten pendidikan.

“Adaro Foundation telah menjalin kerja sama dengan Ruangguru beberapa tahun terakhir. Visi dan misi kami beriringan, yakni meningkatkan kualitas pendidikan melalui sumber daya manusia yang mumpuni. Pelatihan guru dan beasiswa bagi pelajar telah kami berikan dan juga turut menyasar daerah 3T di Indonesia,” ujar Ketua Umum Adaro Foundation Okty Dayamanti.

Sebagai platform edtech, Ruangguru memiliki jaringan serta kapasitas dalam lingkup pendidikan Indonesia. Ruangguru juga bermitra dengan Kitabisa dan Benih Baik dalam urusan penggalangan dana. Seluruh proses akan dikelola oleh tim Ruangguru dan mitra terkait, timnya mengaku tidak mengambil komisi atau menerima dana dalam bentuk apapun.

“Kitabisa memiliki semangat yang sama dengan Ruangguru untuk menghubungkan jutaan kebaikan termasuk kebaikan di dunia pendidikan. Kemitraan ini menjadi awal yang baik dalam memudahkan para orang baik menyalurkan bantuan bagi para guru, siswa, dan pihak lain yang membutuhkan
bantuan pendidikan”, ujar Co-Founder & CEO Kitabisa.com Muhammad Alfatih Timur.

Terkait jenis kerja sama yang akan dilakukan bersama para mitra, Firdaus Juli,
Co-founder Benih Baik turut menyampaikan bahwa segala hal yang terkait pendidikan akan dilancarkan, karena hal itu merupakan root atau akar. “Kami menyambut positif kerja sama dengan Ruangguru untuk memperluas akses bantuan di sektor pendidikan. Kita harus menggandeng banyak mitra dalam menjangkau pihak-pihak yang berhak memperoleh bantuan pendidikan, agar dampak yang dihasilkan semakin luas,” tambahnya.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Perkembangan Ekonomi Digital Indonesia Tahun 2020

Google, Temasek, dan Bain & Company kembali merilis laporan tahunan mereka “e-Conomy SEA 2020” yang mengulas tentang perkembangan bisnis digital atau internet di Asia Tenggara. Kali ini, judul yang diambil adalah “At full velocity: Resilient and racing ahead” — mengindikasikan bagaimana ambisi pemain digital bertahan dan mencoba menjaga pertumbuhan di tengah keterpurukan ekonomi global.

Ada 7 sektor digital yang disorot. Selain yang sudah ada sebelumnya, yakni e-commerce, transport & food, online travel, online media, dan financial services; tahun ini riset menambahkan dua lanskap bisnis baru yakni healthtech dan edtech — karena keduanya mengalami pertumbuhan signifikan di tengah pandemi Covid-19.

Pandemi juga mendorong penetrasi pengguna internet di regional, tercatat ada sekitar 40 juta pengguna baru di tahun 2020. Sehingga secara total di Asia Tenggara ada sekitar 400 juta pengguna internet — setara dengan 70% dari total populasi. Adanya pembatasan sosial membentuk kultur baru seperti kegiatan bekerja/sekolah dari rumah, memberikan dampak pada konsumsi layanan digital meningkat derastis.

Satu hal yang cukup menarik, di Indonesia 56% dari total konsumen layanan digital tahun ini datang dari luar area metro, sementara sisanya yakni 44% masih dari seputaran area metro. Sehingga bisa dikatakan, sampai saat ini perkembangan digital memang masih Jabodetabek-sentris; dan itu tidak dimungkiri karena ditinjau dari aksesibilitas sampai infrastruktur memang ada jenjang yang cukup signifikan antara area metro dan non-metro.

Gross Merchandise Value (GMV) jadi matriks yang digunakan untuk mengukur unit ekonomi dalam laporan ini; yakni mengisyaratkan pada nilai transaksi/penjualan yang terjadi dalam kurun waktu tertentu oleh pengguna. GMV untuk ekonomi internet di Asia Tenggara (mengakumulasi dari nilai yang didapat dari 7 sektor yang disorot) diproyeksikan akan melebihi $100 miliar. Indonesia akan memberikan sumbangsih $44 miliar atau setara 621 triliun Rupiah.

Di Indonesia, mayoritas GMV masih disokong oleh layanan e-commerce, yakni sebesar $32 miliar, disusul platform trasport & food senilai $5 miliar, online media $4,4 miliar, dan online travel $3 miliar.

Validasi baik untuk arah pertumbuhan ekonomi digital

Belum lama ini, APJII juga baru merilis laporan terbarunya terkait statistik pengguna internet di Indonesia. Spesifik di tahun 2020, kurang lebih ada 25 juta pengguna internet baru di tanah air (naik 8,9% dibanding tahun lalu). Berbagai dominasi Indonesia di banyak bahasan laporan Google-Temasek-Bain & Company turut memvalidasi Indonesia sudah berada di jalur yang benar dalam membangun ekonomi digitalnya.

Kendati tidak sedikit juga yang mengatakan bahwa fase ekonomi digital Indonesia masih “early stage”, setidaknya fondasinya sudah terbentuk dengan baik. Mengamati kembali pada satu dekade ke belakang, bisnis e-commerce dan ride-hailing mampu menjadi lokomotif industri yang baik, mereka memperluas cakupan digital savvy di Indonesia – baik dari kalangan konsumer maupun UKM. Implikasinya berbagai model bisnis (digital) baru lebih cepat diterima.

Covid-19 juga memberikan dampak yang sangat kasat mata. Beberapa sektor bisnis memang sangat terpukul, misalnya online travel, namun dari sana pula kita bisa melihat bagaimana penyelenggara layanan digital mampu beradaptasi cepat. Ambil contoh, gerak cepat OTA menyelamatkan bisnis dengan gencar mempromosikan layanan transportasi domestik atau model liburan “staycation”. Sehingga tidak mengherankan dalam statistik e-Conomy platform OTA masih punya posisi signifikan.

Di sisi lain, pandemi sebenarnya tengah mematangkan tingkat adopsi digital masyarakat. Keuntungannya bagi pemain digital mungkin bisa terlihat di kemudian hari. Saat lockdown masyarakat mulai membiasakan berbelanja, belajar, berkonsultasi kesehatan secara online, bisa jadi ini akan menjadi kebiasaan-kebiasaan baru yang bersifat seterusnya. Apalagi jika platform mampu mengakomodasi kebutuhan tersebut dengan baik, sehingga membawakan kesan yang lebih menyenangkan.

Dalam catatan internal kami, sepanjang pandemi ini transaksi pendanaan ke startup digital juga masih terus mengalir tanpa adanya perlambatan. Mengindikasikan tren baik terkait kepercayaan investor terhadap pelaku bisnis di Indonesia – di tengah resesi dan risiko kegagalan yang meningkat akibat dinamika ekonomi. Momentum ini tentu perlu dijaga untuk memastikan ekosistem startup Indonesia terus bertumbuh, dan merealisasikan visi bangsa untuk memimpin ekonomi digital Asia.

Gambar Header: Depositphotos.com

Grab Resmikan Markas Kedua di Jakarta, Sekaligus Jadi Pusat Inovasi UKM

Grab meresmikan kantor pusat keduanya atau dual headquarter di Jakarta, setelah Singapura. Kantor tersebut sekaligus menjadi Tech Center atau pusat inovasi kawasan Asia Tenggara yang didedikasikan untuk mengembangkan berbagai solusi teknologi untuk UKM Asia Tenggara.

Dalam peresmiannya, turut mengundang jajaran menteri. Mereka adalah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Komunikasi dan Informatika, Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional, Menteri Perhubungan, Menteri Koperasi dan UKM, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Menteri Keuangan, dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal.

Selain menteri, Ilham Habibie selaku perwakilan keluarga BJ Habibie turut hadir untuk meresmikan aula BJ Habibie Hall yang berlokasi di Tech Center.

Grab Tech Center ini bertempat di Gama Tower, di kawasan Kuningan (Jakarta) seluas lebih dari 12 ribu meter persegi, menempati sembilan lantai gedung.

Co-Founder dan Group CEO Grab Anthony Tan menerangkan, Indonesia adalah rumah bagi lebih dari 64 juta UKM, baru 16% di antaranya yang telah terdigitalisasi. Artinya 8 dari 10 UKM belum memperoleh manfaat dari ekonomi digital.

“Pusat teknologi kami akan difokuskan pada pengembangan solusi “Buatan Indonesia” untuk para UKM, merchant, dan agen GrabKios. Kami akan membangun fitur-fitur yang disesuaikan dengan kebutuhan para pelaku usaha Indonesia,” terangnya dalam konferensi pers secara virtual, Selasa (10/11).

Sesuai dengan tujuannya, Tech Center akan difokuskan untuk meriset, merancang, dan menguji coba berbagai perangkat dan teknologi yang ditujukan bagi para UKM di Indonesia terlebih dulu. Lalu, akan diekspor ke pasar berkembang lainnya di Asia Tenggara, di mana Grab beroperasi.

Ia akan menaungi tim yang fokus pada penelitian dan pengembangan (R&D) GrabKios, Merchant, dan GrabFood, dengan serangkaian divisi lengkap yang diperlukan untuk pengembangan produk yang menyeluruh. Hal ini mencakup manajemen produk, desain produk, analisis produk, software engineering, hingga quality assurance engineering.

Grab berencana untuk semakin memperkuat kapabilitas di backend engineering, mobile front-end engineering, serta site reliability engineering. Salah satu tanggung jawab utama tim Tech Grab Indonesia adalah mengembangkan platform berbagai produk digital Grab. Melalui itu, akan dibangun berbagai jenis produk guna menciptakan sumber pendapatan tambahan bagi para pengemudi dan mitra agen Grab.

Anthony mencontohkan, salah satu inovasi yang dikerjakan adalah bertambahnya 7 ribu pasar tradisional ke sistem pemetaan Grab sejak bulan lalu. Dengan demikian, kini pelanggan dapat menemukan pasar favorit dari lokasi terdekat dengan menggunakan Grab Assistant, layanan concierge pribadi.

“Para pemimpin dan tim kami di Indonesia telah melakukan banyak hal dalam delapan bulan terakhir, dan menunjukkan betapa pedulinya mereka terhadap mitra-mitra kami. Dengan pusat teknologi ini, kami akan berinvestasi lebih banyak untuk mengembangkan talenta teknologi lokal dan mendidik generasi pemimpin teknologi Indonesia berikutnya.”

Contoh inovasi lainnya adalah fitur aplikasi GrabMerchant yaitu Self-Onboarding (Pendaftaran Mandiri) yang memungkinkan pengusaha makanan untuk mendaftarkan diri dan menjalankan bisnisnya di Grab dalam waktu 24 jam. Fitur ini dibuat oleh tim Grab Indonesia dan diklaim berhasil mempercepat upaya perusahaan untuk mendigitalkan lebih banyak pelaku UKM selama pandemi.

Antara bulan Mei sampai September 2020, tercatat ada lebih dari 70 ribu merchant di Indonesia telah bergabung dengan Grab melalui fitur tersebut. Perusahaan berencana untuk meluncurkan fitur ini di pasar-pasar lain di kawasan Asia Tenggara.

Presiden of Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata melanjutkan, Grab memiliki komitmen jangka panjang dan berkelanjutan di Indonesia. Grab Tech Center ditujukan untuk meningkatkan kapabilitas teknologi Grab di Indonesia dalam rangka membangun berbagai solusi yang dibutuhkan masyarakat Indonesia.

“Namun tidak terbatas pada itu saja. Kami juga ingin berkontribusi dalam mengembangkan potensi teknologi Indonesia dan berharap dapat memboyong teknologi Buatan Indonesia ke seluruh Asia Tenggara,” ujarnya.

Di Indonesia, Grab telah beroperasi di lebih dari 500 kota dan memberdayakan lebih dari enam juta pengusaha UKM. Perusahaan juga berhasil mendigitalisasi lebih dari 450 ribu UKM selama pandemi. Ridzki menyebut lewat Tech Center, pihaknya akan menambah 5 juta UKM yang dapat didigitalkan sampai lima tahun mendatang.

Application Information Will Show Up Here