Tingginya Permintaan Logistik di Pasar Domestik Membantu Logisly Tetap Tumbuh di Masa Pandemi

Sedikit sektor yang tidak terpukul oleh serangan wabah Covid-19. Logistik jelas adalah salah satu sektor yang terkena dampak paling berat, terutama pada awal masa pandemi. Namun logistik juga yang mungkin mengalami penyesuaian relatif cepat dengan keadaan ini. Logisly adalah salah satunya.

Dalam kasus Logisly, salah satu pasar yang menurun di segmen ekspor-impor. Penurunan volume transaksi ekspor-impor selama masa pandemi berpengaruh langsung terhadap permintaan truk. Namun menurut Co-Founder & CEO Logisly Roolin Njotosetiadi, keadaan itu dapat ditambal dengan pertumbuhan di pasar domestik.

Beberapa pasar yang kebutuhan logistiknya tetap meningkat di masa pandemi dan dilayani oleh Logisly adalah farmasi, FMCG, telekomunikasi, dan bantuan sembako dari pemerintah. Keempatnya itu menurut Roolin adalah sektor-sektor yang memungkinkan Logisly tetap tumbuh di masa pandemi.

“Logisly untungnya saat ini tidak mengalami penurunan, tapi justru terus berkembang karena kami berhasil merambah shipper-shipper yang terus bergerak,” ujar Roolin.

Seperti diketahui bersama, sejumlah sektor memang tumbuh lebih cepat justru sejak wabah Corona menimpa seluruh dunia. Laporan keuangan negara kuartal kedua tahun ini mencatat industri telekomunikasi, farmasi, layanan kesehatan, dan agrikutltur meraih torehan positif. Pencapaian tersebut otomatis menjadi roda-roda yang tersisa dalam menggerakkan ekonomi negara yang sangat lesu akibat pandemi yang tak kunjung usai.

Minat investor masih tinggi

Wakil Sekjen Amvesindo Andreas Surya pun melihat ada kecenderungan positif di industri logistik meski dikepung efek pandemi. Meski pertumbuhannya tak sekuat industri lain, Andreas mengatakan ketertarikan yang stabil para pemodal di sektor digital khususnya di food tech, fintech, dan software as a service (SaaS) merupakan ruang untuk pertumbuhan bagi pemain logistics tech seperti Logisly.

“Minat investor terbilang masih, karena di Indonesia kebutuhan logistiknya masih cukup tinggi. Sembilan bulan terakhir semua model bisnis mendapat pendanaan di logistik. Kenapa masih cukup tinggi karena kebutuhannya mendasar di Indonesia,” jelas Andreas.

Ucapan Andreas memang benar. Pengumuman keberhasilan startup di bidang logistik memperoleh pendanaan baru terus bermunculan beberapa bulan terakhir di tengah terjangan pandemi. Roolin pun mengakui, Logisly merupakan salah satu startup yang beruntung mengantongi kucuran modal baru. Terakhir Logisly mengumumkan memperoleh pendanaan awal pada Agustus tahun lalu.

“Kita belum fully announce, nanti tunggu kabar selanjutnya,” imbuh Roolin.

Saat ini Logistik telah memiliki 40 ribu unit truk yang teregistrasi di platform mereka. Dengan pendanaan baru dan bisnis yang terus berkembang, Roolin tidak menutup kemungkinan pihaknya akan melebarkan layanan usahanya seperti ke pergudangan jika permintaan ke arah sana tersedia. Namun untuk saat ini ia menegaskan Logisly masih terus fokus dengan layanan truck forwarding mereka.

Shipper Akuisisi Porter dan Pakde

Shipper, startup pengembang platform agregator logistik, mengumumkan telah merampungkan akuisisinya terhadap Porter dan Pakde. Tidak diumumkan terkait detail nilai kesepakatan. Porter sendiri merupakan startup dengan solusi pengiriman jarak dekat, mirip layanan yang dijajakan GoSend atau GrabExpress. Sementara Pakde dikenal sebagai penyedia layanan fulfillment, mereka mengoperasikan gudang untuk memberikan solusi logistik bagi bisnis.

Kemarin (29/9) kami baru berbincang dengan Co-Founder & COO Shipper Budi Handoko terkait inisiatif perusahaannya masuk ke bisnis pergudangan. Ia mengatakan Shipper berambisi untuk menjadi penyedia teknologi logistik dari hulu ke hilir. Sejauh ini pihaknya masih melihat ada tantangan dalam sistem pergudangan dan peranannya dalam menyokong pertumbuhan industri e-commerce. Tantangan tersebut ada yang bersifat struktural, beberapa bersifat perilaku, dan beberapa disebabkan oleh teknologi.

Akuisisi terhadap Porter dan Pakde jelas sejalan dengan visi tersebut. Terlebih ketiga perusahaan, termasuk Shipper, memiliki segmentasi pelanggan yang sama. Budi berujar, “Bergabungnya Porter dengan Shipper memperkuat jaringan Shipper sehingga kami dapat semakin dekat dengan para konsumen. Di sisi lain, hadirnya Pakde memungkinkan kami untuk melayani seluruh kebutuhan konsumen di Indonesia, tidak hanya terbatas dalam sisi pengiriman, namun juga dalam jasa pergudangan.”

Perkembangan bisnis

Pandemi memberikan berkah tersendiri bagi startup logistik di Indonesia. Konsumen yang semakin mengandalkan layanan jual-beli dan pemesanan online, secara langsung turut meningkatkan traksi bisnis logistik. Dengan landasan tersebut, beberapa startup di bidang terkait terima pendanaan di tahun ini, tak terkecuali Shipper.

Juni 2020, Shipper umumkan perolehan pendanaan seri A dipimpin oleh Prosus Ventures (sebelumnya Naspers Ventures) dengan dukungan Lightspeed, Floodgate, Y Combinator, Insignia Ventures, dan AC Ventures. Nilai yang berhasil dibukukan diperkirakan berkisar $20 juta atau sekitar 283 miliar Rupiah. Perusahaan menutup seed round mereka pada September 2019, bukukan dana senilai $5 juta.

Pakde (Paket Delivery) debut di tahun 2016, baru bukukan pendanaan awal di bulan Oktober 2018 dengan nilai sekitar 6 miliar Rupiah. Sejak awal mereka menyediakan jasa operasional untuk pedagang online, mencakup layanan inbound seperti stock report dan stock management. Pakde juga menyediakan layanan warehousing di gudang milik sendiri dan layanan outbound berupa pengemasan dan pengiriman barang ke partner dari klien.

Sementara Porter sudah hadir sejak tahun 2015. Mereka sempat pivot setahun kemudian, memfokuskan target pasarnya ke pemilik bisnis kecil atau merchant. Bisnisnya kemudian berkembang, tidak hanya melayani pengiriman pesanan makanan dari restoran, tapi juga memfasilitasi pengiriman belanjaan dari peritel dan e-commerce.

Peluang bisnis logistik

Dengan kondisi geografisnya, pasar Indonesia membutuhkan pendekatan yang unik. Konsumen online selalu menuntut untuk mendapatkan pelayanan logistik yang cepat, namun tetap terjangkau.

Transformasi pun terjadi di sektor logistik, penyedia layanan tidak hanya menyediakan model pengiriman konvensional –penjual mengantarkan barang ke kios logistik, lalu dilakukan pengiriman–kini konsep fulfillment mulai banyak digarap.

Untungnya, di era digital seperti saat ini, setiap bisnis dapat memanfaatkan data untuk melihat tren pola konsumsi pengguna. Contoh pemanfaatannya, data tersebut bisa menjadi insight berharga untuk merchant atau brand yang menjajakan produknya di e-commerce, sehingga mereka bisa mengetahui barang tertentu paling banyak diminati pengguna di daerah mana.

Berbekal data tersebut, lantas merchant atau brand dapat memanfaatkan layanan pergudangan yang disediakan startup seperti Shipper untuk mengakomodasi pemenuhan di kota-kota yang letaknya jauh dari basis bisnisnya. Sehingga saat konsumen memesan, pengiriman barang jadi lebih dekat dan biaya cenderung lebih murah.

Solusi seperti itu turut dikembangkan oleh perusahaan lainnya; ada yang datang dari pemain logistik, e-commerce, dan e-commerce enabler. Untuk pemain enabler yang sudah perluas layanan mereka ke sistem fulfillment ada TokoTalk, Sirclo, GudangAda, dan Jet Commerce. Dari pemain e-commerce ada TokoCabang dari Tokopedia, Dikelola Shopee, mengikuti jejak JD.id, dan Lazada yang sudah lebih dahulu.

Menyimak Potensi Startup “Smart Logistic” di Indonesia

Bisnis logistik makin relevan dengan kebutuhan industri saat ini. Namun di tengah perkembangan digital, para perusahaan yang berkecimpung di dalamnya dituntut untuk melakukan transformasi. Salah satu hasilnya, dalam lima tahun terakhir berbagai inisiatif berbasis smart logistic dilahirkan. Bukan hanya mendukung kinerja korporasi saja, namun juga sudah cukup banyak mendukung pelaku UKM.

Relevasi model bisnis smart logistic turut divalidasi oleh banyaknya startup terkait yang mendapatkan investasi, berharap dapat mendisrupsi peluang yang ada. Untuk melihat sejauh apa perkembangan smart logistic di Indonesia, dalam sesi #Selasastartup pekan ini DailySocial menghadirkan Co-founder Paxel Zaldy Masita.

Decacorn membantu pertumbuhan smart logistic

Menurut Zaldy, duo decacorn Gojek dan Grab memiliki peranan besar di sini. Khususnya layanan GoSend dan GrabSend, mereka mulai memperkenalkan konsep smart logistic yang menyasar langsung segmen B2C hingga C2C. Langkah strategis untuk masuk segmen tersebut dinilai olehnya sebagai keputusan cerdas, karena kebanyakan bisnis legasi di bidang logistik masih sepenuhnya meng-cater segmen B2B.

“Saat pandemi sekarang cukup terasa bagaimana pertumbuhan layanan smart logistic yang menyasar segmen B2C hingga C2C mengalami pertumbuhan bisnis yang sangat positif. Sementara untuk mereka yang hanya fokus kepada B2B kesulitan untuk menjalankan bisnis saat ini,” kata Zaldy.

Pertumbuhan layanan e-commerce di Indonesia juga menjadi salah satu faktor pendukung bagi layanan logistik lokal untuk mulai mengadopsi teknologi dan menciptakan inovasi baru. Tidak lagi menjalankan bisnis secara konvensonal, namun mulai berinvestasi kepada teknologi dan mempekerjakan talenta digital yang relevan.

“Saat ini sudah mulai banyak perusahaan logistik yang sudah mapan dan popular di Indonesia tidak lagi menghabiskan dana untuk membeli moda transportasi baru pendukung, namun lebih kepada sumber daya IT hingga inovasi dan teknologi,” kata Zaldy.

Pentingnya teknologi dan inovasi

Untuk mendukung industri logistik bisa bergerak lebih cepat tentunya dengan mengembangkan teknologi dan inovasi yang relevan. Mulai dari mengubah proses konvensional hingga menawarkan pilihan baru yang memudahkan pelanggan.

Contoh kasus yang kemudian mulai banyak diterapkan oleh perusahaan logistik di Indonesia adalah, layanan pick-up yang bisa dimanfaatkan oleh semua pelanggan. Tidak lagi harus mengantarkan barang ke lokasi logistik terdekat, kini melalui aplikasi proses pemesanan, pengambilan hingga pembayaran bisa dilakukan melalui aplikasi.

“Selain itu perusahaan logistik dan mereka yang mengklaim sebagai smart logistic harus bisa mengetahui dengan jelas kebutuhan pelanggan. Untuk itu teknologi monitoring driver/barang yang akan diantar atau di pick up menjadi sangat penting untuk diterapkan,” kata Zaldy.

Teknologi seperti IoT hingga big data sudah mulai banyak dimanfaatkan oleh perusahaan logistik. Selain itu kemampuan untuk mengolah pemetaan yang cerdas hingga proses tagging yang saat ini sudah banyak dimanfaatkan oleh perusahaan logistik untuk mengatahui secara detil alamat atau titik destinasi pelanggan, bisa memudahkan dan tentunya mempercepat proses pengantaran.

“Di sisi lain kami sebagai pemain smart logistic masih kesulitan untuk menemukan dan mendapatkan talenta digital, karena masih harus bersaing dengan perusahaan teknologi hingga startup unicorn di Indonesia,” kata Zaldy.

Pemain lokal masih menjadi “raja”

Terkait dengan persaingan, menurut Zaldy tidak menjadi masalah ketika mulai banyak pemain smart logistic asing hingga lokal yang banyak bermunculan dan meramaikan lanskap layanan logistik di Indonesia. Dalam hal ini dirinya melihat, semakin banyak player, maka semakin baik ekosistem logistik ke depannya.

Disinggung seperti apa peluang pemain asing untuk masuk ke pasar Indonesia, menurut Zaldy wilayah Indonesia yang cukup kompleks dan unik, bisa menyulitkan pemain asing untuk bisa melancarkan bisnis mereka. Dalam hal ini bisa menjadi potensi dan peluang yang baik bagi pemain lokal untuk bisa melancarkan layanan dan bisnis mereka di sektor logistik.

Melihat tren dan kebutuhan saat ini, pilihan untuk menyediakan layanan same day delivery antar kota bisa menjadi pilihan bagi mereka yang ingin masuk ke sektor logistik. Bukan hanya memberikan dukungan kepada pelaku UKM, segmentasi yang terbilang masih niche ini, bisa meminimalisir persaingan dengan perusahaan logistik raksasa yang sudah memiliki sumber daya dan jangkauan yang luas di tanah air.

“Untuk itu kami di Paxel masih fokus dengan segmentasi ini dan terus menghadirkan layanan yang relevan untuk pelanggan. Langkah strategis yang kami lakukan adalah, terus mengembangkan teknologi hingga menjalin kemitraan dengan industri terkait hingga layanan finansial yang bisa mempermudah pelanggan melakukan pembayaran dalam platform,” kata Zaldy.

Pluang Rilis Produk Investasi Berjangka, Buka Akses Investasi ke Perusahaan Terbuka Amerika Serikat

Startup investasi digital Pluang meluncurkan produk investasi berjangka Micro E-mini S&P 500 Index Futures untuk memperluas akses kaum milenial dalam menjangkau produk investasi di indeks saham perusahaan publik Amerika Serikat dengan terjangkau, praktis, dan aman. Produk ini sudah bisa dibeli melalui aplikasi Pluang, untuk sementara baru tersedia di versi Android.

Gebrakan Pluang ini terbilang berani dan bisa dikatakan menjadi satu-satunya startup fintech yang menawarkan alternatif investasi di sektor tersebut. Kebanyakan pemain di Indonesia masih berkecimpung mempopulerkan kebiasaan untuk berinvestasi di emas atau reksa dana.

Co-Founder Pluang Claudia Kolonas menjelaskan, perusahaan melirik instrumen investasi ini karena ingin memberikan perluas kesempatan investor Indonesia untuk mendiversifikasi portofolio investasinya, mengingat alternatif ini masih awam buat sebagian besar orang Indonesia.

Bahkan dia mengaku bahwa perusahaan belum memiliki gambaran secara industri berapa banyak investor yang berminat berinvestasi secara offshore (di luar negeri).

“Kita berharap ini jadi opportunity yang unik dalam memperkenalkan produk investasi baru. Kita bukan yang pertama [menyediakan produk ini] ada dua atau tiga broker yang menyediakan S&P 500, tapi kita jadi perusahaan fintech pertama. Dengan akses aplikasi yang lebih mudah, akan jauh lebih menarik,” terang Claudia saat konferensi pers secara virtual, Selasa (29/9).

Produk indeks berjangka yang ditawarkan Pluang ini ditransaksikan di bursa derivatif terbesar di dunia, Chicago Mercantile Exchange. Perusahaan tertarik memilih Indeks S&P 500 karena indeks ini memiliki kinerja yang unggul dengan pertumbuhan 325,54% dalam 10 tahun terakhir per 31 Desember 2019.

Sementara, dalam lima tahun terakhir indeks ini memberikan pertumbuhan imbal hasil sebesar 75,89%. Sedangkan, dalam tiga tahun terakhir pertumbuhannya sebesar 48,7%. Dengan begitu, indeks ini menunjukkan tren pergerakan yang positif dalam jangka waktu panjang.

Kinerja tersebut didukung oleh konstituen emiten yang unggul. Hanya emiten yang mampu melaporkan laba positif selama empat triwulan terakhir dan memiliki kapitalisasi pasar lebih dari $3,7 miliar saja yang bisa masuk ke dalam indeks tersebut.

Adapun, 10 konstituen terbesar di indeks tersebut per 31 Agustus 2020, terdiri dari Apple, Microsoft, Amazon, Facebook, Google, Berkshire Hathaway Inc, Johnson & Johnson, Visa, dan Procter & Gamble.

Risiko dan legalitas

Claudia menerangkan, investasi Pluang S&P 500 ini tergolong investasi pasif karena investor biasanya menggunakan strategi buy and hold dalam jangka panjang. Oleh karena itu, investasi pasif mengurangi ketidakpastian yang muncul dari strategi memilih saham individual dan strategi market timing yang biasanya digunakan oleh investor berpengalaman.

“Kami ingin meng-attract kaum milenial agar tidak hanya berinvestasi di emas saja tapi juga bisa mulai masuk dan mempelajari investasi di indeks S&P 500.”

Namun demikian, sambungnya, investasi ini punya risiko sedang hingga tinggi karena dipicu oleh berbagai faktor, seperti volatilitas pasar yang mungkin akan terjadi menjelang pemilu AS pada November 2020 mendatang. Ditambah, pergerakan indeks S&P 500 sering kali berlawanan dengan emas, jadi diversifikasi antara dua kelas aset tersebut dapat dipertimbangkan.

“Oleh karena itu, selain memiliki profil risiko sedang-tinggi, produk ini juga direkomendasikan untuk investor yang telah memiliki pengalaman investasi.”

Berkaitan dengan itu, investor yang cocok terjun ke instrumen ini adalah mereka yang ingin terlibat dalam ekonomi internasional, tidak memiliki waktu untuk selalu memantau saham individu, tidak memiliki rencana jangka menengah hingga panjang, dan tertantang menghadapi risiko sedang-tinggi karena mengikuti risiko pasar ekuitas AS.

Terkait regulasi, Claudia menyatakan bahwa Pluang by PG Berjangka ini telah mengantongi izin Penyaluran Amanat Nasabah ke Bursa Luar Negeri (PALN) oleh BAPPEBTI. PALN adalah kegiatan penawaran kontrak dan menyalurkan amanat nasabah untuk kontrak tersebut dengan menggunakan sistem yang disediakan oleh bursa.

Aturan itu dibuat untuk menumbuhkan industri multilateral dalam dunia perusahaan berjangka di Indonesia.

Dijelaskan lebih jauh, nominal dana investasi di sini dimulai dari $35 tergantung bursa pada saat itu. Dalam proses penyaluran dari dana nasabah ke bursa indeks, setelah nasabah top up saldo ke aplikasi Pluang, dana tersebut akan langsung diteruskan ke akun segregate PG Berjangka dan diteruskan ke Kliring Berjangka Indonesia (KBI).

Proses selanjutnya adalah transaksi tersebut tercatat pada bursa Jakarta Futures Exchange. Lalu, dana diteruskan oleh KBI ke rekening terpisah Prime Broker yang digunakan Pluang di AS, yakni Straits Financial yang merupakan anggota pialang di Chicago Mercantile Exchange (CME). Pada tahap terakhir, broker inilah yang akan membelikan kontrak pada bursa CME.

Dipastikan untuk penjualan dan penarikan dana dapat dilakukan secara real time, alias tidak ada penundaan dalam pencairannya. Kelebihan inilah yang diunggulkan produk berjangka dibandingkan reksa dana indeks ETF (Exchange Traded Funds) yang jadwal pencairan atau pembelian harus mengikuti jam operasional bursa dan ditambah dengan biaya administrasi.

“Indeks S&P 500 punya likuiditas yang jauh lebih besar daripada reksa dana ETF dan di sini tidak dikenakan biaya administrasi sehingga lebih efektif buat investor untuk mengambil keuntungan.”

Karena instrumen ini masih baru buat orang Indonesia, tentunya ada tantangan edukasi yang harus kerap disosialisasikan oleh Pluang. Claudia menuturkan pihaknya mendapat banyak pertanyaan dari nasabah karena belum terbiasa dengan konsep produk futures.

Tidak berhenti di produk berjangka saja, saat ini Pluang sedang menunggu izin dari OJK dan BAPPEBTI untuk memasarkan produk investasi reksa dana dan mata uang kripto.

“Selama ini kita menawarkan investasi emas karena ingin menawarkan produk investasi yang mudah dipahami. Namun ke depannya kami mau menambah produk lain, seperti reksa dana dan kripto tapi masih menunggu izin dari regulator terkait,” pungkas Claudia.

Application Information Will Show Up Here

Kerja Sama CIMB Niaga dan WeChat Pay Peroleh Izin dari Bank Indonesia

Setelah melalui tahap uji coba sejak awal tahun, akhirnya CIMB Niaga resmi mengantongi izin dari Bank Indonesia untuk memfasilitasi transaksi pembayaran menggunakan WeChat Pay di merchants CIMB Niaga di Indonesia. Kabar ini sekaligus mengukuhkan bank yang berdiri sejak 1955 tersebut sebagai satu-satunya bank BUKU 4 pertama yang dapat melakukan kegiatan terkait.

Dalam keterangan resmi, Direktur Consumer Banking CIMB Niaga Lani Darmawan mengatakan, perusahaan bekerja sama dengan TenPay selaku pemilik aplikasi dompet digital WeChat Pay, PT Arash Digital Rekadana (Arash Digital), dan Swiftpass Global Limited (Shenzen) sebagai system integrator dan technical service provider. Implementasi kerja sama tersebut semakin melengkapi layanan pembayaran digital yang disediakan oleh perusahaan.

“Di tengah keterbatasan dalam kondisi pandemi Covid-19 saat ini, kami tetap fokus untuk mengembangkan dan mempersiapkan layanan WeChat Pay. Kami terus melakukan sosialisasi kepada merchant CIMB Niaga serta menambah merchant baru, sehingga pada saat situasi sudah kondusif, semakin banyak mitra Perusahaan yang telah siap dan menerima cara pembayaran baru ini,” kata Lani.

Lebih lanjut, Lani menjelaskan sejalan dengan regulasi BI, implementasi transaksi WeChat Pay di merchant CIMB Niaga menggunakan QRIS pada alat penerima transaksi pembayaran, seperti EDC, static QR, maupun aplikasi yang diunduh di perangkat merchant. Transaksi tersebut dilakukan dalam mata uang Rupiah sesuai jumlah yang telah disepakati pengguna dengan merchant.

Perlu diketahui, WeChat Pay hanya dapat dimiliki oleh pengguna dari Tiongkok dengan sumber dana dari rekening kartu debit dan kartu debit yang diterbitkan di negara asalnya.

Dia menambahkan implementasi kerja sama pembayaran digital WeChat Pay merupakan salah satu upaya untuk memperkuat posisi CIMB Niaga sebagai bank digital terdepan. Perusahaan ingin memberikan fitur yang lengkap bagi para merchant-nya sehingga dapat menerima pembayaran digital yang lebih luas.

Pihaknya akan terus perluas jumlah merchant di berbagai daerah wisata, seperti Bali, Lombok, Manado, Jakarta, dan sejumlah bandara internasional.

Arash Digital dan Wallyt

Sebagai catatan, Arash Digital adalah fasilitator untuk transaksi pembayaran lintas batas, inbound maupun outbound. Perusahaan yang didirikan pada awal tahun lalu ini menjadi mitra eksklusif di Indonesia untuk Swiftpass Global Limited (Wallyt) sebagai integrator sistem lokal dan penyedia layanan teknis. WeChat Pay, Alipay, dan Union Pay adalah beberapa nama yang menjadi mitra strategis dari Wallyt.

DailySocial berusaha menghubungi Lani apakah ada kemungkinan CIMB Niaga akan melanjutkan kerja sama berikutnya dengan mitra eksklusif Wallyt yang lainnya, seperti Alipay. Namun hingga berita ini dinaikkan belum ada konfirmasi yang diberikan.

Wallyt itu sendiri terdaftar di Hong Kong dan berbasis di Shenzhen, adalah bagian dari SwiftPass, perusahaan solusi pembayaran dari Tiongkok. Ekspansi Wallyt tergolong kencang untuk memperluas jangkauan WeChat Pay di Asia Tenggara, di negara-negara yang memiliki tingkat penetrasi kartu kredit yang rendah, dan menjadi destinasi wisatawan Tiongkok.

Wallyt mengintegrasikan kedua pemain besar tersebut ke bank lokal di Filipina, Laos, dan Sri Lanka, sebagai salah satu contohnya. Sejauh ini perusahaan tersebut telah berkolaborasi dengan 100 bank dan jasa keuangan di 50 negara, menawarkan lebih dari 100 ribu brand. Pada tahun lalu, memroses lebih dari $2 miliar transaksi, menghasilkan revenue sebesar $4,34 juta.

Application Information Will Show Up Here

Gambar Header: Depositphotos.com

Studi ITB: 5G Diprediksi Meluncur Paling Cepat pada 2021

Studi terbaru dari Institut Teknologi Bandung (ITB) memperkirakan jaringan 5G di Indonesia baru dapat dirilis secara komersial paling cepat pada akhir 2021.

Konsultan PT LAPI ITB Ivan Samuels mengatakan, perkiraan ini berdasarkan dua skenario, yakni (1) skenario dasar dengan asumsi spektrum kunci 5G dapat dirilis dari 2021-2023; dan (2) skenario agresif dengan asumsi seluruh spektrum 5G dapat tersedia di akhir 2021.

Adapun sejumlah spektrum kunci yang ditargetkan untuk 5G antara lain 2,3GHz dapat tersedia pada 2021; spektrum 2,6GHz, 26GHz, dan 28GHz tersedia pada 2022; dan spektrum 3,5GHz dan 700MHz tersedia pada 2023.

Dalam paparannya, Ivan menyebutkan studi ini menawarkan delapan rekomendasi kebijakan utama dalam rangka mempercepat penerapan 5G di Indonesia. Beberapa di antaranya adalah memasukkan 5G sebagai Agenda Prioritas Nasional serta meluncurkan Rencana Pita Lebar dan Konektivitas Nasional (2021-2025).

Spektrum merupakan salah satu agenda utama yang kerap disoroti oleh pemerintah dan pemangku kepentingan (stakeholder). Pasalnya, beberapa spektrum emas untuk menggelar 5G masih jauh dari ketersediaan.

Misalnya, frekuensi 700MHz (low band) digadang menjadi spektrum ’emas’ untuk menggelar 5G. Saat ini, spektrum tersebut masih dipakai untuk siaran TV analog dan direncanakan migrasi ke TV digital di 2022. Global System for Mobile Communications (GSMA) memprediksi perekonomian Indonesia berpotensi rugi $10,5 miliar atau sekitar Rp142,9 triliun jika tidak menggelar 5G di 700MHz.

Sejumlah negara di kawasan Asia Tenggara, yakni Malaysia, Filipina, dan Singapura telah menyelesaikan proses untuk mematikan layanan televisi analog mereka. Sehingga frekuensi yang sebelumnya digunakan untuk siaran TV analog, dapat digunakan operator untuk memperkuat layanan 4G-nya dan menguji jaringan percontohan 5G.

Dinamika 5G di Asia Tenggara
Sumber: Axiata Group / Diolah kembali oleh DailySocial

Sementara itu, laporan ITB menyebutkan bahwa implementasi 5G secara agresif di Indonesia dapat menambah Rp2.874 triliun bagi perekonomian negara secara kumulatif dari 2021-2030 atau setara 9,5 persen dari PDB, dan Rp3.549 triliun di 2035 atau setara 9,8 persen dari PDB.

The first step is the hardest step. Ini menjadi tantangan kami untuk menyiapkan perencanaan strategis ke depan. Metode [penggelaran 5G] juga menjadi tantangan lain karena butuh biaya besar untuk deployment dibanding teknologi sebelumnya,” ungkap Ivan pada sesi webinar yang digelar Axiata Group, Qualcomm, dan Asosiasi Penyelanggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI).

Delapan rekomendasi di atas akan dibahas secara paralel oleh 5G Task Force Indonesia yang dibentuk Kominfo pada 2019. Pembentukan Task Force ini terdiri dari beberapa grup yang mana juga melibatkan para pakar untuk memberi masukan.

Kepala 5G Task Force Indonesia Denny Setiawan menargetkan dokumen resmi Task Force ini dapat masuk pada akhir 2021. Pihaknya menargetkan dapat menggelar co-existing trial di spektrum 3,5GHz pada Oktober mendatang.

“Kami sudah menerapkan kebijakan teknologi netral. Nah, jika ekosistem sudah siap ekosistemnya, operator bisa langsung gelar 5G di spektrum existing,” ujar Denny pada kesempatan sama.

Belajar dari kegagalan migrasi 2G, 3G, dan 4G

Lebih lanjut, Dirjen Sumber Daya Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) Kementerian Komunikasi dan Informatika Ismail juga mengungkap empat hal utama yang menjadi agenda prioritas pemerintah untuk mempercepat penggelaran 5G.

Keempat agenda ini antara lain adalah kebijakan strategis, diikuti infrastruktur 5G (jaringan, infrastruktur pasif, dan spektrum), ekosistem 5G, dan kebijakan implementasi 5G (uji coba, regulasi, model bisnis).

“Beberapa merupakan isu lama yang perlu segera diselaraskan mengingat infrastruktur 5G butuh kerapatan BTS yang tinggi. Untuk mendapatkan kualitas maksimal, semua juga bergantung pada ketersediaan spektrum. Baiknya operator punya spektrum [untuk gelar 5G] yang lengkap, dari lower, middle, dan high band,” katanya.

Berkaca dari kesalahan saat Indonesia migrasi teknologi (dari 2G ke 3G, 3G ke 4G), ungkapnya, pemerintah berupaya menghindari kegagalan pasar, baik dari supply maupun demand. “Kami tidak ingin pada akhirnya operator telekomunikasi menghabiskan biaya besar,” ungkap Ismail.

Menurutnya, saat migrasi teknologi tersebut, industri telekomunikasi hanya mempersiapkan infrastruktur di belakang infrastruktur penunjang. Alhasil, kualitas 4G menjadi tidak maksimal. Maka itu. pihaknya berharap infrastruktur 5G dapat dipersiapkan dengan matang, baik jaringan back hole, antar-middle mile, dan antar Base Transceiver Station (BTS) supaya tidak ada bottle necking.

Ekosistem dan perspektif konsumen terhadap 5G

Kemudian, Ismail juga menyoroti pentingnya ekosistem 5G. Dengan prioritas ini, pemerintah berupaya mendorong para maker di Indonesia agar dapat menyiapkan use case aplikasi lokal sebelum infrastruktur 5G dibangun. Berkaca pada migrasi 2G ke 3G dan 3G ke 4G, ekosistem aplikasi di Indonesia tidak kuat sehingga kurang dapat dimonetisasi.

Menurutnya, Indonesia masih kekurangan killer apps yang cocok dengan pasar. Pada akhirnya, jaringan ini justru diisi oleh pemain Over-The-Top (OTT) asing, seperti WhatsApp, Facebook, dan Google. “Jangan sampai nanti kita seolah-olah bangun infrastruktur untuk kasih ‘karpet merah’ ke OTT,” tambahnya.

Lebih lanjut, studi terbaru 5G turut mengungkap perspektif konsumen terhadap 5G. Laporan ini mencatat sebanyak 68,39 persen konsumen di Indonesia tertarik menggunakan 5G begitu dirilis, sedangkan 26,56 persen mengaku akan memakainya setelah melihat experience konsumen, dan 4,35 persen baru akan memakai layanan 5G jika tidak ada alternatif lain.

Layanan yang diprediksi meningkat penggunaannya oleh 5G
Sumber: Studi Institut Teknologi Bandung (ITB) / Diolah kembali oleh DailySocial

Menariknya, responden juga mengungkap dua pertimbangan utama lain terkait hal ini, yakni mahalnya harga perangkat yang sudah bisa menjalankan jaringan 5G dan konsumen masih ragu dengan kualitas 5G yang sebenarnya. Apalagi, jika melihat kualitas jaringan 4G hingga saat ini yang masih belum maksimal.

Adapun, segmen anak muda dan milenial di Indonesia diperkirakan menjadi kontributor konsumsi 5G terbesar sebanyak 80 persen terhadap pengguna potensial dengan rentang usia 19-44 tahun.

Selepas Demo Day Y Combinator, BukuWarung Dapat Pendanaan Baru untuk Matangkan Strategi Monetisasi

Pengembang aplikasi pengelola arus kas pengusaha mikro BukuWarung, mengumumkan perolehan pendanaan lanjutan dengan nilai yang tidak dikemukakan. Pendanaan ini didapat setelah mereka melakukan demo day dalam rangkaian agenda program akselerator Y Combinator.

Sejumlah pemodal ventura yang turut andil meliputi Partners of DST Global, GMO Venture Partners, Soma Capital, HOF Capital, dan VentureSouq.

Belasan angel investor juga menyertai putaran ini, termasuk William Hockey (Plaid), Justin Mateen (Tinder), Rahul Vohra (Superhuman), Scott Belsky (CPO Adobe), Josh Buckley, Manik Gupta (ex-CPO Uber), Sriram Krishnan (Spotify), Harry Stebbings (20VC), Nancy Xiao (Bond Capital), Alison Barr Allen (Fast), serta angel investor lain dari WhatsApp, Square, dan Airbnb.

Sebelumnya di bulan Juli 2020 lalu, BukuWarung tengah menyelesaikan pendanaan pra-seri A yang dipimpin oleh Quona Capital. Targetnya membukukan dana menyentuh 8-digit dolar. Kami sempat mengonfirmasi kepada salah satu investor yang terlibat di putaran pra-seri A tersebut, mereka mengatakan bahwa pendanaan baru tidak terkait dengan putaran ini.

Dana segar akan dimanfaatkan untuk pengembangan teknologi dan membangun beberapa layanan keuangan. Misi terdekat, mereka akan mengintegrasikan aplikasi dengan produk pembayaran, kredit, dan tabungan. Kerja sama dengan penyedia dompet digital seperti Ovo dan Dana juga digalakkan untuk menunjang efisiensi pembayaran.

“Kami meluncurkan produk rintisan simpan-pinjam dan hasil awalnya sangat menjanjikan, dan sedang dalam proses menuju monetisasi. Peluncuran pembayaran digital merupakan langkah awal yang sangat penting untuk mewujudkan misi kami membangun infrastruktur digital bagi usaha mikro di Indonesia, khususnya ketika 600 triliun Rupiah yang ada di ekosistem masih berbentuk kas. Kami juga terus memperdalam solusi-solusi pembayaran yang kami tawarkan untuk menyediakan solusi yang menyeluruh kepada seluruh merchant, untuk kebutuhan pengelolaan kas dan kredit mereka di seluruh value chain,” kata Co-Founder BukuWarung Abhinay Peddisetty.

Beberapa tampilan fitur di aplikasi BukuWarung
Beberapa tampilan fitur di aplikasi BukuWarung

Menargetkan peritelseperti pemilik warung atau kios kecil, aplikasi BukuWarung memudahkan pengusaha melakukan pencatatan uang masuk dan keluar (laporan rugi-laba). Salah satu fitur unggulannya juga melakukan pencatatan dan pengingat utang untuk pelanggan/mitra.  Agustus lalu, mereka juga baru merilis fitur pembayaran, memungkinkan pedagang merilis invoice kepada distributor atau pelanggan. Terkait pembayaran Xendit digandeng menjadi rekanan strategis.

Ide pengembangan aplikasi tersebut berawal dari temuan founder ketika mengamati proses operasional UKM di Indonesia. Tantangan utama yang dihadapi para pelaku usaha mikro adalah ketergantungan mereka pada proses-proses manual akuntansi dan pembayaran kembali. BukuWarung memperkirakan, pelaku usaha mikro yang telah menggunakan perangkat digital dalam mengelola bisnisnya berkisar kurang dari 10 persen.

Hingga saat ini BukuWarung mengklaim telah memiliki 1,2 juta merchant yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia. Tercatat juga miliaran dolar transaksi kotor melalui aplikasi, membawa pertumbuhan perusahaan hingga 100 kali sejak didirikan tahun lalu.

“Pertumbuhan pesat kami didorong oleh strategi produk dan efisiensi modal. Kami membuat produk yang sangat sederhana, cepat, dan mudah dipahami seperti WhatsApp, yang digunakan oleh hampir seluruh pelaku UMKM di Indonesia. Ini membuat BukuWarung diminati dan digunakan oleh banyak merchant yang baru menjalankan bisnis online pertama kalinya,” ujar Co-Founder BukuWarung Chinmay Chauhan.

Di Indonesia, sudah ada beberapa aplikasi serupa. Satu yang cukup menonjol bersaing adalah BukuKas. Mereka kini juga tengah tergabung ke program akselerator Surge milik Sequoia India. Layanannya nyaris mirip, bantu pengusaha mikro catat keuangan mereka lewat aplikasi.

Selain itu, sebenarnya juga ada beberapa layanan yang fokus menyasar warung, misalnya Payfazz Wahyoo, Ula, WarungPintar, juga berbagai program kemitraan yang digalakkan raksasa e-commerce.

Application Information Will Show Up Here

Bukalapak Lengkapi Fitur BukaSend, Mudahkan Penjual Media Sosial Terhubung Solusi Logistik

Bukalapak mengembangkan fitur terbaru untuk BukaSend, layanan agregator logistik satu platform, untuk memudahkan penjual di media sosial terhubung dengan solusi logistik yang sudah tersedia di Bukalapak. Selama ini solusi logistik di sana masih terpecah belah, tidak selayaknya ketika mereka sudah menjadi merchant di platform marketplace seperti Bukalapak.

Director of Payment, Fintech, and Virtual Products Bukalapak Victor Lesmana menjelaskan, sejatinya fitur ini sudah dirilis sejak Agustus tahun lalu, namun ada banyak pengembangan agar tetap relevan dengan target penggunanya. Pada saat itu skalanya masih dalam tahap uji coba. Sekarang ada perbaikan dari sisi tampilan, tracking yang jauh lebih baik, dan mitra logistik yang jauh lebih banyak.

Sementara fitur yang terdahulu adalah memudahkan pelapak untuk pengiriman barang secara sekaligus dalam satu pintu. Mitra kurir yang dipilih akan mendatangi lokasi untuk mengambil paket tersebut dan memantau secara berkala posisi barang tersebut dalam fitur live tracking.

“Bedanya social commerce dengan e-commerce adalah logistik yang masih menjadi kendala. Saat ini berjualan di social media belum terlayani dengan baik, beda dengan di platform Bukalapak semuanya sudah dilayani dari pembayaran hingga logistik,” terangnya dalam konferensi pers secara virtual, Selasa (29/9).

BukaSend tidak hanya menyasar penjual di media sosial, tapi juga kantor yang memiliki keperluan pengiriman barang, dan pengguna yang ingin membuka jasa agen pengiriman.

Selain kemudahan memilih jasa kurir, BukaSend menawarkan kemudahan lainnya, seperti penjemputan barang, pembayaran cashless, resi otomatis, dan penggunaan kapan saja dan di mana saja melalui multi platform (aplikasi, desktop, dan API), live tracking, dan coverage luas karena bermitra dengan Si Cepat, J&T Express, JNE, Lion Parcel, dan Ninja Express.

“Jika ada rekan bisnis yang tertarik dengan BukaSend, tanpa harus integrasi dengan Bukalapak, bisa pakai API di toko online-nya agar proses pengiriman pesanan jadi lebih mudah.”

Menurut Victor, solusi BukaSend ini sejalan dengan semangat perusahaan yang ingin membantu menciptakan perekonomian yang adil untuk semua orang di Indonesia. Bahwa semua masyarakat dapat meraih kesempatan yang sama demi hidup yang lebih baik.

“Karena itu, kami selalu berusaha agar semua layanan dan produk yang kami hadirkan bisa menciptakan dampak sosial dan ekonomi yang signifikan untuk mewujudkan misi tersebut.”

Ditanya pula mengenai kemungkinan Bukalapak tertarik untuk masuk ke layanan pergudangan seperti yang sudah dilakukan oleh Shopee dan Tokopedia. Victor mengatakan kalau memang itu menjadi kebutuhan para pelapak, maka tidak menutup kemungkinan Bukalapak akan terjun ke sana.

“Kami terus mencari feedback dari UKM dan pelapak tentang kebutuhan yang belum terjawab sebab selama ini logistik masih menjadi masalah utama. Lalu kita ingin tetap gotong royong, tidak mengembangkannya sendiri.”

Solusi BukaSend ini tidak jauh berbeda dengan dengan solusi yang ditawarkan oleh Shipper. Sementara, Shipper sendiri baru bekerja sama dengan DANA untuk DANA Delivery buat kemudahan pengguna mengirim paket dengan jasa kurir last mile.

Application Information Will Show Up Here

Pemain Fintech Asal Inggris PPRO Masuk ke Indonesia Lewat Integrasi Ovo dan Doku

Platform pembayaran PaaS asal Inggris PPRO melebarkan sayapnya ke Indonesia lewat integrasinya dengan penyedia jasa pembayaran dari Indonesia Ovo dan Doku. Mereka melirik Indonesia karena dipandang aktivitas dari layanan e-commerce dan sistem pembayaran punya pertumbuhan yang pesat.

Dalam keterangan resminya, integrasi ini akan memungkinkan para pengguna PPRO yang terdiri dari pemain pembayaran global dan merchant-merchant yang tergabung di bawahnya dapat mendongkrak penjualan menarik konsumen dari Indonesia untuk berbelanja.

Baik Ovo dan Doku dalam suatu riset yang mereka kutip menyebutkan bahwa keduanya adalah pemain terdepan di Indonesia. Di negara ini, penetrasi kartu kredit kurang dari 5% terhadap populasi. Untuk mendukung keragaman preferensi opsi pembayaran di Indonesia, integrasi PPRO menampilkan empat jenis pembayaran: e-wallet, internet banking, transfer bank, dan uang tunai bagi konsumen yang lebih suka membayar di ATM dan toko swalayan.

“Indonesia adalah pasar strategis bagi konsumen tier teratas kami dan merchant-merchant mereka. Indonesia juga salah satu negara dengan peraturan yang sangat kompleks di regional terkait kepatuhan, peraturan, dan preferensi konsumen. Oleh karena itu, kami dengan senang hati sekarang menawarkan metode pembayaran lokal yang populer ini,” terang Global Head of Payment Networks Kelvin Phua.

Secara terpisah, saat ditanya lebih lanjut oleh DailySocial, Kelvin menjelaskan bahwa opsi pembayaran yang populer seperti Ovo dan Doku ini memiliki banyak opsi untuk melakukan top up saldo. Maka dari itu, kemitraan perusahaan dengan kedua pemain lokal ini memungkinkan perusahaan pembayaran global dan merchant mereka dapat menangkap peluang tambahan dari pembeli di Indonesia.

“Bagi konsumen, ini juga berarti bahwa mereka akan mendapat akses lebih banyak jenis barang dan jasa global yang telah berhasil mengintegrasikan Doku dan Ovo melalui PPRO. Pengalaman pembayaran akan sangat mirip dengan apa yang telah digunakan oleh pengguna di Indonesia karena kami memprioritaskan integrasi dengan kualitas terbaik dengan mitra kami.”

Kelvin melanjutkan, kehadiran PPRO di Indonesia menjadi pencapaian terbaru perusahaan untuk kawasan Asia Pasifik. Ke depannya perusahaan ingin membantu lebih banyak penyedia pembayaran lokal bergabung dengan PPRO dan terhubung dengan pedagang global.

Layanan PPRO

PPRO menempatkan diri sebagai PaaS (platform-as-a-service) yang menghubungkan pemain pembayaran lokal (payment service provider/PSP) di berbagai negara untuk melayani merchant yang tertarik memperluas peluang pasar lintas batasnya (cross-border). Melalui API dan platform PPRO, PSP dan merchant dapat menerima metode pembayaran lokal yang di tersebar di lebih dari 175 negara.

Sejumlah mitra PSP di Asia yang telah bermitra di antaranya AliPay, WeChat Pay, DragonPay, eNets, Konbini Pay, Pay-easy, dan GrabPay.

Perusahaan asal Inggris ini sudah berdiri sejak 2006 dan memiliki kantor yang tersebar sejumlah negara, seperti di Jerman, Singapura, dan Brazil untuk pengembangan produknya. Kelvin menuturkan, saat ini pihaknya belum memiliki tim lokal untuk menyeriusi bisnisnya di Indonesia. Kendati demikian, ia membuka kemungkinan tersebut bila perkembangan bisnis semakin signifikan.

“PPRO memiliki tim yang luas di seluruh APAC dan kantor di seluruh dunia. Saat ini, PPRO tidak memiliki tim yang bekerja di Indonesia, namun PPRO memiliki rencana ekspansi yang ambisius untuk masa depan,” tutupnya.

Shipper Masuki Bisnis Pergudangan, Sasar Penjual Online

Startup agregator logistik Shipper melebarkan sayap bisnisnya ke area pergudangan (fulfillment) melalui unit barunya “Gudang Shipper”. Ekspansi ini sudah berjalan sejak tahun lalu dan sekarang sudah tersebar di 10 kota besar di Indonesia.

Kepada DailySocial, Co-Founder & COO Shipper Budi Handoko menerangkan, ekspansi ini merupakan ambisi perusahaan sebagai penyedia layanan teknologi logistik secara end-to-end, tanpa menghilangkan jati diri perusahaan sebagai agregator logistik. “Kami memulai menyiapkan solusi pergudangan ini pada tengah tahun lalu dan meresmikannya tepat pada akhir tahun,” katanya.

Alasan perusahaan terjun ke sektor ini karena dinilai ada banyak tantangan dalam sistem pergudangan dan peranannya dalam menyokong pertumbuhan industri e-commerce. Tantangan tersebut ada yang bersifat struktural, beberapa bersifat perilaku, dan beberapa disebabkan oleh teknologi.

Budi cukup percaya diri bahwa solusi yang ditawarkan Shipper dalam menyelesaikan tantangan tersebut. Kendati, ia tidak merinci lebih jauh seperti apa layanan yang ditawarkan. “Industri pergudangan dan logistik secara keseluruhan akan melihat pertumbuhan yang sangat positif dan kami bersemangat untuk berperan di dalamnya.”

Dalam blog perusahaan, diterangkan Gudang Shipper adalah solusi bisnis bebas repot untuk memudahkan operasional bisnis online dari berbagai skala bisnis, dari UKM sampai perusahaan. Semakin tumbuhnya suatu bisnis, umumnya proses logistik akan menjadi tantangan tersendiri.

Konsep yang ditawarkan ini tidak jauh berbeda dengan apa yang ditawarkan oleh pemain fulfillment kebanyakan. Shipper akan mengurus aktivitas logistik, mulai dari penyimpanan barang, pengepakan barang sesuai order, sampai pengiriman barang melalui ekspedisi yang dipilih semua sudah diurus sekaligus.

Buat pebisnis, tentunya mereka dapat mengurangi biaya operasional tanpa harus berinvestasi besar di awal untuk menyewa gudang atau menambah karyawan. Selain praktis, pebisnis dapat memanfaatkan platform reporting untuk memantau stok dan penjualan demi meminimalisir kesalahan perhitungan stok atau keterlambatan pengisian stok.

Lokasi Gudang Shipper telah tersebar di Jadetabek, Bandung, Surabaya, Semarang, Yogyakarta, Solo, dan Medan. Menurut Budi, Shipper bermitra dengan mitra penyedia gudang untuk pengadaan lokasinya, namun seluruh teknologi dibangun sendiri oleh perusahaan.

Solusi pergudangan ini juga dilakoni oleh perusahaan lainnya ada yang datang dari pemain logistik, e-commerce, dan e-commerce enabler. Untuk pemain e-commerce enabler yang sudah perluas layanan mereka ke sistem fulfillment, ada TokoTalk, Sirclo, GudangAda, dan Jet Commerce. Dari pemain e-commerce ada TokoCabang dari Tokopedia, Dikelola Shopee, mengikuti jejak JD.id, dan Lazada yang sudah lebih dahulu.

Ekosistem bisnis logistik penyokong e-commerce
Ekosistem bisnis logistik penyokong e-commerce

Terkait inovasi selama pandemi, perusahaan baru saja digandeng oleh DANA sebagai mitra agregator logistik untuk solusi DANA Delivery. Di samping itu, Budi mengaku saat ini terjadi peningkatan permintaan logistik selama beberapa bulan terakhir. Meski tidak disebutkan dalam angka, ia mengklaim secara keseluruhan ada pertumbuhan yang lebih cepat dari perkiraan dalam situs e-commerce untuk kategori existing dan baru.

Shipper sendiri sudah berdiri sejak 2017 dan bekerja sama dengan belasan perusahaan logistik, mulai dari JNE, SiCepat, RPX, Popbox, DHL, Aramex, Grab, Gojek, J&T Express, Wahana, Pos Indonesia, TIKI, Lalamove, dan masih banyak lagi.

Pada Juni lalu, perusahaan baru mengumumkan pendanaan Seri A dengan nominal dirahasiakan yang dipimpin oleh Prosus Ventures, diikuti Lightspeed, Floodgate, Y Combinator, Insignia Ventures, dan AC Ventures.